Ada masalah yang cukup serius dan
ini berkaitan dengan aqidah. Masalah ini sering kali muncul dalam
pengajian-pengajian di berbagai tempat. Masalah ini, harus dicermati dengan
baik karena kalau tidak, akan sangat membahayakan umat.
Apa masalah
yang cukup mendasar itu? Tidak lain adalah adanya pendapat atau jawaban dari
beberapa pengajar yang diajukan jamaah pengajiannya diseputar kedudukan amal
baik yang dilakukan oleh orang kafir. Akankah ada nilainya di kemudian hari di
sisi Allah Ta’ala?
Di antara
sekian pengajar tersebut ada yang berpendapat, siapapun orangnya, apapun
agamanya, termasuk juga di dalamnya orang tidak beragama, kalau dia berbuat
amal baik pasti mendapat amal baik di akhirat dari Allah SWT, dan orang itu
berhak mendapatkan surga.
Pendapat ini
biasanya dilontarkan oleh orang yang menamakan dirinya pembaharu yang
mengagung-ngagungkan otak belaka. Padahal kalau diurut kebelakang, bahwa apa
yang diungkapkan itu sama sekali bukan hal yang baru tapi sudah diungkapkan
oleh filosof Yunani yang bernama Socrates yang selalu mengagungkan otak manusia
diatas segala-galanya.
Berkenan
dengan masalah diatas, Al-Qur’an dengan jelas, tegas dan tuntas menjawabnya
diantaranya dalam surat al-furqan ayat 23, Allah Ta’ala menegaskan, ”Dan kami hadapi segala amal yang
mereka kerjakan (orang kafir), lalu kami jadikan amal itu (bagaikan) debu yang
berterbangan.”
Selanjutnya
dalam surat An-Nur ayat 39, Allah Ta’ala juga menegaskan, “Dan orang-orang kafir amal-amal
mereka adalah laksana fatamorgana di tanah yang datar, yang disangka air oleh
orang yang dahaga, tetapi bila didatanginya air itu dia tidak mendapatinya
sesuatu apapun . . ..”
Begitu juga
dalam surat Ibrahim ayat 18, Allah ta’ala mengabarkan bahwa orang-orang kafir
kepada tuhannya, amalan-amalan mereka adalah seperti abu yang ditiup angin
dengan keras pada suatu hari yang berangin kencang. Mereka tidak dapat
mengambil manfaat sedikitpun dari apa yang telah mereka usahakan (di dunia).
Yang demikian itu adalah kesesatan yang
jauh.
Bersamaan
dengan itu tampak juga adanya kesengjaan dari mereka yang dengan sengaja
menafsirkan ayat al-Qur’an dengan tidak menggunakan metedologi baku sebagaimana
yang dilakukan para salafussaleh di dalam menafsirkan ayat al-Qur’an. Misalnya
dalam menafsirkan surat al-Baqarah ayat 62 mengenai kedudukan alam Yahudi,
Nasrani, dan Shobi’i akan mendapat pahala dari Allah sejauh mereka beriman
kepada Allah, hari kemudian, dan beramal
shaleh.
Pendapat ini
jelas tidak dipertanggungjawabkan karena dalam memahami satu ayat di dalam
al-Qur’an harus merujuk kepada ayat yang lain. Misalnya saja, dalam surat
al-baqarah ayat 62, kata beriman harus dirujuk ke ayat lain, tidak bisa
menggunakan ayat itu semata-mata tanpa melihat ayat
lain.
Adapun rujukan
ayat tentang orang beriman ayatnya bertebaran di banyak surah di dalam
al-Qur’an. Di antaranya di dalam surat al-anfal ayat 2 s/d 4, Allah
menegaskan ciri-ciri orang yang beriman. Pertama, apabila disebut nama Allah
Ta’ala bergetar hatinya, kedua, apabila dibacakan ayat-ayat Allah Ta’ala
bertambahlah imannya. Ketiga, melaksanakan shalat. Keempat, menafkahkan
hartanya dijalan Allah Ta’ala.
Pertanyaannya adalah apakah orang seperti Mose
Dayan, George Bush dan yang lainnya bergetar hatinya ketika nama Allah di
sebut? Bertambahkah iman mereka ketika dibacakan al-Qur’an? Sholatkah mereka?
Berinfakkah mereka?
Kemudian juga
dalam ayat lain, misalnya dalam surat al-hujurat ayat 15, Allah Ta’ala juga
menegaskan ciri-ciri orang yang beriman, yaitu yang beriman kepada Allah Ta’ala
dan Rasulnya, kemudian mereka tidak ragu-ragu dan merka berjihad dengan harta
dan jiwa mereka pada jalan Allah Ta’ala, mereka itulah orang-orang yang
benar-benar orang yang beriman.
Pertanyaannya lagi, apakah orang Yahudi,
Nasrani dan shobi’i itu beriman kepada Nabi Muhammad Saw?
Dari
dalil-dalil di atas dapatlah dipastikan, bahwa pendapat yang mengatakan amal
baik orang kafir itu ada nilainya kelak kemudian hari di sisi Allah Swt, jelas
bertentangan dengan dalil Al-Qur’an disaat yang sama akan membahayakan aqidah
umat islam.
Abdul
Wahid Alwi
Posting Komentar