Ketika seorang muslim meninggalkan
dunia, maka hal-hal yang wajib dilaksanakan adalah empat perkara. Memandikan,
mengkafankan, menyembayangkan dan menguburkan. Sebagaimana kata Ibnu Ruslan di
dalam Zubadnya:
والغسل والتكفين والصلاة # عليه ثم
الدفن مفروضات
Dan memandikan, mengkafankan,
menyembahyangkan atas mayyit, lalu menguburkan adalah merupakan fardu.
Adapun mentalqin mayit tidaklah
wajib atau fardhu. Hukum mentalqin mayyit adalah sunnah. Dan waktunya setelah
mayit dikuburkan. Tempat mentalqin adalah di atas pekuburan, di mana si
mulaqqin (orang yang mentalqin) itu duduk menghadapkan muka mayit, di atas
kubur, dan orang-orang lainnya dari pada pengiring mayit berdiri sekeliling
kubur. Jika sekiranya mayit tidak ditalqinkan, tidaklah orang yang tahu atas
kematiannya itu menjadi berdosa. Karena hukumnya hanya sunnat. Dan tidak perlu
kuburan digali kembali, sedang kesunnatan talqin adalah mayyit setelah
dikuburkan.
Mengenai kesunatan talqin Zainuddin
al-Malibari dalam Fathul Mu’in berkata:
وتلقين بالغ ولوشهيدا كما اقتضاه
اطلاقهم خلافاللزركشى بعد تمام دفن
Dan disunnatkan mentalqin mayit
dewasa, dan sekalipun ia syahid. Sebagaimana kehendak orang yang diithlaqkan
mereka.
Menurut Assayyidul Bakri dalam
halaman yang sama:
وذلك لقوله تعالى: وذكر فان الذكرى
تنفع المؤمنين. واجوج مايكون العبد الى التذكير فى هذه الحالة
Dan yang demikian itu karena firman
Allah swt: dan beri ingatlah, maka sesungguhynyaperingatan itu berguna bagi
orang-orang yang beriman. Dan yang paling dihajati hemba Allah kepada
peringatan adalah dalam keadaan seperti ini.
Dan sebuah hadits yang menerangkan
tentang talqin diantaranya adalah riwayat Rosyid bin Sa’ad dari Dlamrah bin
Habib, dan dari Hakim bin Umari, ketiga-tiganya berkata:
اذا سوي على الميت قبره وانصرف الناس
عنه كانوا يستحبون ان يقال للميت عند قبره يافلان قل لااله الا الله اشهد ان لااله
الا الله ثلاث مرات يافلان قل ربي الله ودينى الاسلام ونبيى محمد صلى الله عليه
وسلم ثم ينصرف (رواه سعيد بن منصور فى سننه)
Apabila telah diratakan atas mayit
akan kuburnya dan telah berpaling manusia dari paanya adalah mereka para
sahabat mengistihbabkan (menyunatkan) bahwa dikatakan bagi mayit pada kuburnya:
Ya fulan: katakanlah La Ilaha Illallah, Asyhadu alla Ilaha Illallah, tiga kali.
Hai Fulan katakanlah: Tuhanku Allah, Agamaku Islam dan Nabiku Muhammad saw,
kemudian berpalinglah ia (HR Sa’id bin Manshur dalam sunannya).
Dan diriwayatkan pula hadits marfu’ menurut riwayat Atthabrani dan menurut riwayat Abdul ‘Aziz al-Hambali dalam Asy-Syafi’I bahwa Umamah berkata, Apabila aku mati, maka lakukanlah olehmu terhadap diriku, sebagaimana Rasulullah saw pernah memerintahkannya kepada kita agar memperlakukan mayit kita seraya bersabda: apabila mati salah seorang dari saudara-saudara kamu, maka kamu ratakan atas kuburnya, maka hendaklah berdiri salah seorang kamu di atas kepala kuburnya, kemudian hendaklah berkata: hai fulan anak fulananh, maka sesungguhnya ada didengarnya, hanya ia tidak dapat menjawab. Lalu berkatalah: hai fulan anak fulanah, maka sesungguhnya ia duduk melurus kemudian dikatakannya: Hai Fulan anak fulanah, maka sesungguhnya ia menjawab: berilah kami petunjuk, semoga Allah melimpahkan rahmat Nya atasmu… tetapi kamu sekalian tidak mengetahuinya. Maka hendaklah dikatakannya: ingatlah apa yang engkau keluar atasnya dari dunia, yaitu penyaksian bahwa tidak ada Tuhan yang disembah dengan sebanr-benarnya melainkan Allah, dan bahwa Muhammad itu hamba Nya dan utusan Nya. dan sesungguhnya engkau telah ridha Allah sebagai Tuhan. Dan Islam sebagai agama. Dan Nabi Muhammad sebagai Nabi. Dan al-Qur’an sebagai Imam. Maka sesunggugnya Munkar dan Nakir memegang tiap tangan seseorang dan berkata: Mari kita berangkat. Alasan apa lagi kita duduk pada orang yang sudah ditalqin (diajarkan) akan hujjahnya, maka berkatalah seorang laki-laki: Ya Rasulullah. Maka jika tidak dikenal siapa ibunya? Jawabnya: di bangsakannya kepada ibunya: Hawwa, Hai Fulan bin Hawwa.
Mengenai hadits ini telah berkata alhafidz dalam attalkhish, dan isnad hadits ini baik dan telah menguatkan dia oleh Addliya’ dalam ahkamnya.
nu.or.id
Posting Komentar