Kearifan seorang muslim ditandai dengan bagaimana dia
memandang hidup di dunia ini. Begitu banyaknya ayat-ayat dalam Al-Qur’an yang
mengisyaratkan betapa tiada berartinya hidup di dunia jika dibandingkan dengan
kehidupan abadi di akherat. Pandangan yang mengedepankan materi bukanlah yang
diajarkan oleh Islam, sekalipun seorang muslim tidak juga dibenarkan untuk
mengabaikan kehidupan duniawi yang dijalaninya.
Tatkala mendengar berita kematian tiba-tiba yang menimpa
seorang sahabat, kita pun jadi tercengang-cengang seolah tak dapat berbicara.
Biasanya, ucapan-ucapan seperti ”tidak percaya”, ”baru sejam lalu saya
bercakap-cakap dengan dia”, ”barangkali beritanya salah”, dan lain sebagainya
terdengar dimana-mana.
Sebenarnya orang tidak perlu terheran-heran karena kematian
mendadak. Cara mati memang bisa beraneka macamnya, namun yang dapat
didefinisikan sebagai suatu kematian ya itu itu juga. Allah memiliki kekuasaan
mutlak untuk mengakhiri perjalanan hidup setiap orang dan tiada suatu kekuatan
apa pun juga yang mampu menentang kekuasaan ini. Adapun kematian tiba-tiba yang
menimpa seseorang karena gagalnya salah satu organ tubuh seperti serangan
jantung hanyalah satu diantara sekian banyak cara.
Yang seharusnya membuat setiap muslim terpana dan merenungi
kematian seperti dikatakan diatas adalah hikmah dan isyarat Allah dibaliknya.
Kematian mendadak yang pada suatu kali menimpa sahabat kita, bisa juga terjadi
pada setiap orang termasuk diri kita sendiri. Kemudian timbullah pertanyaan,
sudahkah kiranya kita berbenah diri menghadapinya? Sudahkah kita siap menempuh
perjalanan panjang ini?
Di dalam kehidupan manusia di dunia ini, Allah memberikan
berbagai macam contoh dan perbandingan. Contoh-contoh dan perbandingan ini
diciptakan Allah agar manusia mengambil hikmah dan belajar, untuk kemudian
melangkah meniti hidupnya sesuai dengan ridho dan amanah yang dibebankan Allah
kepadanya. Tak satu pun dari contoh dan perbandingan-perbandingan ini yang
sia-sia karena memang tak ada ciptaan Allah yang demikian.
Berakhirnya kehidupan seseorang secara tiba-tiba adalah
satu dari sekian banyak contoh atau ”i’tibar” yang diciptakan Allah bagi
manusia yang lain. Tujuannya agar kita menjadi waspada dan berhati-hati.
Tujuannya agar kita juga tahu bahwa kematian tidak selalu relevan dengan usia
muda dan kondisi kesehatan seseorang. Sayangnya, tidak banyak orang yang pandai
melihat sisi ini. Umumnya orang cuma termangu dan terkejut. Orang kemudian
menangis dan bercerita panjang lebar tentang kisah perjalanan sahabat kita itu
semasa hidupnya. Kita lupa bahwa hakikat dari peristiwa ini sama sekali
bukanlah semua itu.
Di atas saya katakan bahwa menjadi seorang muslim, kita
harus arif mempersepsi hidup ini. Kearifan dan kebijakan hendaknya terwujud dan
teraplikasikan dalam perilaku kita sendiri. Menunda-nunda kebajikan dan amal
saleh adalah pertanda ketidak-arifan. Menyia-nyiakan kesempatan, usia dan waktu
yang diberikan Allah kepada kita hari ini adalah sikap yang tidak bijaksana.
Lihatlah bagaimana hampir setiap orang berusaha
mempersiapkan dan menata hari depannya sebaik dan secermat yang ia bisa.
Manusia senantiasa dibayangi oleh kecemasan dan kegelisahan hari esok. Alfin
Toffler menulis sebuah buku berjudul Future Shocks karena menurut dia masa-masa
mendatang akan penuh dengan kejutan. Orang berusaha menabung karena khawatir
akan masa tua dan hari-hari mendatang. Padahal, sebagai muslim, kita juga
selalu diingatkan bahwa hari depan sebenarnya yang perlu dipersiapkan
sebaik-baiknya adalah hari depan akhirat yang tiada akhirnya. Di dalam surat
Al-Hasyr ayat 18 Allah mengingatkan kita untuk bertakwa kepadaNya dan hendaklah
setiap diri memperhatikan apa yang telah diperbuatnya untuk hari esok
(akhirat).
Islam mengatur kehidupan manusia di dunia dengan proporsi
yang seimbang. Kehidupan duniawi harus diperjuangkan dan ditempuh dengan
sebaik-baiknya. Untuk mempertahankan dan melestarikan misi manusia di dunia,
orang perlu berusaha dan bekerja keras. Islam memandang kemiskinan dan
kebodohan sebagai penyakit yang harus dikikis sebab kemajuan dan perkembangan
suatu umat sangat ditentukan oleh kesejahteraan dan pendidikan. Namun disisi
yang lain, Al-Qur’an senantiasa mengingatkan kita, betapa rapuh dan penuhnya
kehidupan duniawi ini dengan tipu daya dan senda gurau. Banyak petunjuk Allah
dalam Al-Qur’an yang mengisyaratkan betapa jauhnya perbandingan kehidupan di
dunia yang serba fana ini dengan rona kehidupan akhirat yang abadi dan tak
pernah ada akhirnya.
M. Syafi'i
Posting Komentar