Kehidupan ada kalanya bisa dirancang dengan berbagai perencanaan matang. Ada orang yang niat bekerja di sebuah bidang dan ia pun kemudian memilih jurusan yang spesifik mengarah kepada bidang kerja dimaksud. Selama kuliah itulah ia merancang masa depannya dengan harapan bidang yang digelutinya saat ini bisa mengantarkan kepada cita-citanya.
Namun ada pula yang “terpeleset” dari arah rancangannya. Belajar di jurusan A, namun bekerja jauh di luar bidang yang ditekuninya. Ada yang belajar sebagai guru, namun kini menjadi jurnalis.
Dalam Islam, berusaha dan bekerja adalah sebuah kehormatan diri yang juga berdimensi ibadah. Manusia diperintahkan untuk berusaha meraih dunianya, tidak menyandarkan hidupnya pada belas kasihan orang lain. Bekerja dan berusaha merupakan ajaran Nabi yang akan membawa manusia kepada kehormatannya.
Dan bekerja selalu identik dengan waktu. Waktu dalam Islam adalah sebuah kesempatan yang berharga untuk melakukan berbagai amal saleh. Dalam surat al-‘Ashr, Allah telah mengingatkan kerugian yang akan menimpa mereka yang menyia-nyiakan wakatu, menyia-nyiakan kesempatan dengan tidak mengerjakan kebaikan. Bahkan dalam istilah arab, “ al-waqtu ka al-saif, in lam taqtho’ahu qatha’aka”, waktu itu ibarat pedang. Jika anda tidak memotongnya, niscaya dia memotongmu. Siapa yang tidak memanfaatkan waktu dengan berbuat kebaikan, jangan salahkan waktu jika kesempatan untuk melakukan itu tidak ada lagi. Ketika sehat, jangan lupa ibadah dan bekerja. Karena belum tentu di lain waktu ada kesempatan sehat. Dan begitu seterusnya. Dan Islam sangat membenci apa yang disebut dengan kepasrahan tanpa usaha alias malas.
Visi dan misi dibutuhkan dalam hidup ini. Kita tidak bisa hidup normal tanpa visi dan misi serta tujuan. Visi dan misi inilah yang akan mengawal berbagai langkah kaki dan usaha kita selama hidup. Maka ketika langkah kaki keluar dari visi dan misi, saat itu pula ia akan kembali dan meninggalkan jalan yang slaah tersebut. Di sinilah visi dan misi akan melahirkan perencanaan yang matang. Bahwa segala yang akan datang harus kita rencanakan. Karir, pendidikan, nikah, bahkan ibadah dan kehidupan akhirat harus kita rancang.
Dalam al-Qur’an, banyak ditemukan kalimat “ faaina tadzhabuun”, kemanakah kamu akan melangkah?. Kalimat pendek ini mengisyaratkan bahwa hidup ini harus memiliki arah dan tujuan, sehingga hidup ini penuh arti dan pencapaian. Manusia yang memiliki arah dalam hidupnya, akan menyusun langkah kakinya dengan baik, sehingga setiap jalan hidup yang dipilih penuh dengan nilai dan kebajikan.
Walau demikian, segala usaha dan program yang disusun tetaplah harus diletakkan dalam bingkai ketuhanan. Bahwa manusia dengan segala kelebihan yang diberikan, berkuasa untuk menyusun rencana, namun harus tunduk pada keputusan-Nya. Tuhan telah memberikan akal sebagai instrumen penting dalam menentukan ara hidup. Namun di atas semua rencana, program dan cita-cita ada kekuatan yang Mahaagung, Kuasa untuk membuat apa saja, tentunya tanpa merugikan hambanya. Dalam kata lain, manusia boleh berencana, tapi Tuhan memiliki kewenangan untuk menentukan rencana lain atau sejalan dengan rencana manusia.
Walau demikian, bukan berarti Tuhan sewenang-wenang mengubah arah hidup manusia. Ia lebih tahu mana yang terbaik untuk hambanya. Walau manusia telah berusaha dengan sekuat tenaga meraih A, namun Tuhan tahu itu tidak baik, maka ia dibelokkan dan diberi raihan B. Ini sering kita temui. Dan ini adalah bentuk kekuasan Tuhan yang tak terbantahkan, sekaligus keMahaPemurahan-Nya kepada manusia yang penuh dengan kelemahan.
Bagi manusia, tumbuhnya kesadaran bahwa di atas semuanya ada Tuhan yang berkehendak, akan menumbuhkan semangat bekerja yang berlipat ganda dan pada saat yang bersamaan terhindar dari sifat putus asa ketika kegagalan menghampirinya. Bahwa apapun yang kita mimpikan dan cita-citakan, Tuhan sudah memiliki keputusan yang terbaik untuk manusia, di sinilah konsep tawakkal menjadi pengendali dan penyeimbang hidup ini.
Akhir kata, manusia yang mulia adalah dia yang berusaha dan bekerja dengan berbagai perencanaan yang matang, disertai dengan kerendahan hati akan adanya kekuasaan Tuhan yang Mahaagung.
Jadi, janganlah ragu untuk bermimpi setinggi-tingginya. Jangan malu untuk bercita-cita sebesar apapun. Rencanakan hidup kita, dan siapkan jiwa untuk menjalani ketetapannya. Yakinlah Tuhan tahu mana yang terbaik bagi hambanya. Dan kita hanya perlu berusaha dan tawakkal tanpa harus ada sesal dan putus asa. Wallahu a’lam bishowab.
Kang jaja
Namun ada pula yang “terpeleset” dari arah rancangannya. Belajar di jurusan A, namun bekerja jauh di luar bidang yang ditekuninya. Ada yang belajar sebagai guru, namun kini menjadi jurnalis.
Dalam Islam, berusaha dan bekerja adalah sebuah kehormatan diri yang juga berdimensi ibadah. Manusia diperintahkan untuk berusaha meraih dunianya, tidak menyandarkan hidupnya pada belas kasihan orang lain. Bekerja dan berusaha merupakan ajaran Nabi yang akan membawa manusia kepada kehormatannya.
Dan bekerja selalu identik dengan waktu. Waktu dalam Islam adalah sebuah kesempatan yang berharga untuk melakukan berbagai amal saleh. Dalam surat al-‘Ashr, Allah telah mengingatkan kerugian yang akan menimpa mereka yang menyia-nyiakan wakatu, menyia-nyiakan kesempatan dengan tidak mengerjakan kebaikan. Bahkan dalam istilah arab, “ al-waqtu ka al-saif, in lam taqtho’ahu qatha’aka”, waktu itu ibarat pedang. Jika anda tidak memotongnya, niscaya dia memotongmu. Siapa yang tidak memanfaatkan waktu dengan berbuat kebaikan, jangan salahkan waktu jika kesempatan untuk melakukan itu tidak ada lagi. Ketika sehat, jangan lupa ibadah dan bekerja. Karena belum tentu di lain waktu ada kesempatan sehat. Dan begitu seterusnya. Dan Islam sangat membenci apa yang disebut dengan kepasrahan tanpa usaha alias malas.
Visi dan misi dibutuhkan dalam hidup ini. Kita tidak bisa hidup normal tanpa visi dan misi serta tujuan. Visi dan misi inilah yang akan mengawal berbagai langkah kaki dan usaha kita selama hidup. Maka ketika langkah kaki keluar dari visi dan misi, saat itu pula ia akan kembali dan meninggalkan jalan yang slaah tersebut. Di sinilah visi dan misi akan melahirkan perencanaan yang matang. Bahwa segala yang akan datang harus kita rencanakan. Karir, pendidikan, nikah, bahkan ibadah dan kehidupan akhirat harus kita rancang.
Dalam al-Qur’an, banyak ditemukan kalimat “ faaina tadzhabuun”, kemanakah kamu akan melangkah?. Kalimat pendek ini mengisyaratkan bahwa hidup ini harus memiliki arah dan tujuan, sehingga hidup ini penuh arti dan pencapaian. Manusia yang memiliki arah dalam hidupnya, akan menyusun langkah kakinya dengan baik, sehingga setiap jalan hidup yang dipilih penuh dengan nilai dan kebajikan.
Walau demikian, segala usaha dan program yang disusun tetaplah harus diletakkan dalam bingkai ketuhanan. Bahwa manusia dengan segala kelebihan yang diberikan, berkuasa untuk menyusun rencana, namun harus tunduk pada keputusan-Nya. Tuhan telah memberikan akal sebagai instrumen penting dalam menentukan ara hidup. Namun di atas semua rencana, program dan cita-cita ada kekuatan yang Mahaagung, Kuasa untuk membuat apa saja, tentunya tanpa merugikan hambanya. Dalam kata lain, manusia boleh berencana, tapi Tuhan memiliki kewenangan untuk menentukan rencana lain atau sejalan dengan rencana manusia.
Walau demikian, bukan berarti Tuhan sewenang-wenang mengubah arah hidup manusia. Ia lebih tahu mana yang terbaik untuk hambanya. Walau manusia telah berusaha dengan sekuat tenaga meraih A, namun Tuhan tahu itu tidak baik, maka ia dibelokkan dan diberi raihan B. Ini sering kita temui. Dan ini adalah bentuk kekuasan Tuhan yang tak terbantahkan, sekaligus keMahaPemurahan-Nya kepada manusia yang penuh dengan kelemahan.
Bagi manusia, tumbuhnya kesadaran bahwa di atas semuanya ada Tuhan yang berkehendak, akan menumbuhkan semangat bekerja yang berlipat ganda dan pada saat yang bersamaan terhindar dari sifat putus asa ketika kegagalan menghampirinya. Bahwa apapun yang kita mimpikan dan cita-citakan, Tuhan sudah memiliki keputusan yang terbaik untuk manusia, di sinilah konsep tawakkal menjadi pengendali dan penyeimbang hidup ini.
Akhir kata, manusia yang mulia adalah dia yang berusaha dan bekerja dengan berbagai perencanaan yang matang, disertai dengan kerendahan hati akan adanya kekuasaan Tuhan yang Mahaagung.
Jadi, janganlah ragu untuk bermimpi setinggi-tingginya. Jangan malu untuk bercita-cita sebesar apapun. Rencanakan hidup kita, dan siapkan jiwa untuk menjalani ketetapannya. Yakinlah Tuhan tahu mana yang terbaik bagi hambanya. Dan kita hanya perlu berusaha dan tawakkal tanpa harus ada sesal dan putus asa. Wallahu a’lam bishowab.
Kang jaja
Posting Komentar