Jl. Kudus Colo Km. 5, Belakang Taman Budaya Bae Krajan, Kudus
Home » » Tanya Jawab Bab Sholat

Tanya Jawab Bab Sholat


Bab Sholat
    Kumpulan tanya jawab tentang sholat (Facebook PISS-KTB, LBMNU, dan lain-lain)
Tanya: Bagaimana hukumnya adzan sebelum khotib di atas mimbar (adzan pertama), dan bagaimana hukumnya Muraqqi membaca: Ma’asyiral muslimin dan seterusnya, dan bagaimana hukumnya mengucapkan “amin” sewaktu khotib berdoa?
Jawab: Adapun adzan pertama, hukumnya sunnah, tentang bacaannya Muraqqi di dalam soal itu adalah bid’ah hasanah. Adapun ucapan “amin” sewaktu khotib membaca do’a tidak dengan suara keras, maka hukumnya tidak jauh dari sunnah (Tanwirul Qulub, Al-Tajrid li Naf’ al-‘Abid, Fath al-Mu’in, dan I’anah al-Thalibin)

Tanya: Apakah wajib qadha bagi orang junub (hadas besar) lalu sholat dan lupa kalau ia junub?
Jawab: Kalau sholatnya dengan tayamum, di tempat-tempat yang diperbolehkan tayamum, maka tidak wajib qadha. Tetapi kalau sembahyangnya dengan wudhu atau di tempat yang tidak diperbolehkan tayamum, maka wajib qadha. (Hasyiyah al-Bajuri)

Tanya: Bolehkah khutbah Jum’at memakai Bahasa Arab secara keseluruhan, padahal sebagaian besar jamaah adalah orang awam yang pasti tidak memahami Bahasa Arab?
Jawab: Khutbah Jum’at itu memang harus menggunakan Bahasa Arab, meski semua jamaahnya terdiri dari orang awam yang tidak mengerti artinya. Namun keharusan menggunakan Bahasa Arab itu dikhususkan pada rukun-rukun khutbah saja. Artinya, selain rukun khutbah, kita bisa memakai bahasa lain. Jadi, cara khutbah di komunitas kita yang paling bijak adalah khutbah dengan Bahasa Arab yang meliputi semua rukun-rukunnya, lalu diterangkan dengan menggunakan bahasa yang lebih bisa dimengerti oleh jamaah. (Hamisy I’anah, II, 69)

Tanya: Ketika sholat kemudian gusi berdarah, batalkah sholatnya?
Jawab: Jika keluar darahnya sedikit tidak apa-apa artinya tidak batal sholatnya dan boleh baginya melanjutkannya. Tapi jikalau banyak (melebihi ukuran uang logam ) maka batal solatnya (Ref: Ianah Thalibin)

Tanya: Biasanya sesaat memasuki waktu sholat jum'at, ada petugas DKM yang mengingatkan jama'ah untuk tertib dan tidak berbicara saat khutbah berlangsung. Ketika khotbah berlangsung, tiba-tiba speaker di bagian belakang masjid tidak bunyi. Bolehkah petugas yang di belakang melakukan kontak (bicara/ menelpon) pada petugas yang berada di ruangan depan untuk membetulkan mic atau kabel-kabel, supaya speaker belakang bersuara ?
Jawab: Tidak apa apa, boleh saja petugas DKM yang di belakang nelpon (melakukan kontak) pada petugas yang berada di ruangan depan untuk membetulkan mic atau kabel-kabel, supaya speaker belakang bersuara, bahkan sunnah kalau ada hajat seperti diterangkan di atas atau bahkan bisa jadi wajib karena ditakutkan dengan matinya speaker atau tidak jelasnya suara speaker akan mengakibatkan tidak terdengarnya rukun rukun khutbah. Atau paling tidak, banyak yang membicarakan tentang kelalaiannya DKM masjid. Atau bisa jadi ada orang yang tidak paham akan kemakruhan berbicara ketika khutbah diantara para jamaah,dia akan saling berbicara ketika itu dan mengeluh akan buruknya speaker masjid. Kalangan Syafi’iyyah berpendapat : Boleh berbicara sebelum dimulainya khutbah, setelah khutbah, dan sebelum shalat. Sedang berbicara di tengah-tengah khutbah berlangsung terjadi perbedaan pendapat di kalangan Syafi’iyyah, menurut pendapat yang zhahir juga tidak haram seperti keterangan dalam kitab ‘al Muhadzdzab’, ini semua bila pembicaraan di atas tidak berhubungan dengan hal-hal penting. Namun, bila berhubungan dengan hal penting seperti mengingatkan orang buta yang hendak jatuh dalam sumur, ulama sepakat tidak haram begitu juga saat isi pembicaraan berhubungan dengan memerintahkan kebaikan dan mencegah kemungkaran maka juga tidak haram seperti yang telah ditentukan oleh Imam syafi’i dan disepakati para pengikutnya. (Ref: Fiqih Al Islam)

Tanya: Kapan sholat taubat bisa dilakukan?
Jawab: Sholat taubat sunah ketika habis melakukan dosa, sholat sunnah taubat adalah dua rokaat dengan niat sunnah taubat, sholat sunnah taubat bisa dilakukan sebelum taubat maupun sesudah taubat. Jika dilakukan sebelum taubat maka tidak termasuk mengakhirkan taubat karena sholat ini termasuk wasilahnya taubat. Jadi misalnya dilakukan sebelum tahajud juga boleh (Ref: Nihayatuz Zain)

Tanya: Seandainya di tengah-tengah sholat berjamaah, sholatnya imam batal. Apa yang seharusnya dilakukan imam dan makmum?
Jawab: Jika imamnya batal maka imam bisa minta ganti kepada orang yang pantas sebagai imam, atau para makmum yang meminta ganti kepada orang pantas sebagai imam agar menjadi imam, atau sebagian makmum yang meminta, atau orang yang pantas sebagai imam maju dengan sendirinya menggantikan imam. Dalil istikhlaf atau penggantian imam adalah dari riwayat Imam Bukhori yaitu ketika sayyidina Umar bin Khottob RA ditikam saat beliau mengimami sholat berjamaah. Sayyidina Umar memegang tangan Abdurrahman bin Auf kemudian menyuruhnya maju, kemudian Abdurrahman bin Auf menyempurnakan sholat bersama orang-orang. (Ref: Bugyah dan al Mausu'ah Fiqhiyah)

Tanya: Ada hadist Riwayat Imam Muslim dari Abu Hurairah yang menerangkan bahwa Telah bersabda Rasululloh shollallohu ‘alaihi wa sallam : “Wanita, keledai, dan anjing dapat memutuskan shalat". Apa maksudnya. Apakah ketika mereka lewat di depan kita saat sholat, sholat menjadi batal?
Jawab: Yang dimaksud putus disitu adalah memutuskan dari khusyu'nya sholat sebab menoleh pada yang lewat, bukan putus dan merusak sholatnya, itu adalah penjelasan dari imam Syafi'i, al Khitoby dan ulama' ahli tahqiq fuqoha' dan muhaditsin. Dalil penguat atas ta'wil tas adalah pendapat Ibnu Abbas yang termasuk salah satu rowi tentang putusnya sholat sebab hal itu, bahwa Ibnu Abbas berpendapat hukumnya makruh. Inilah pendapat yang menjadi pegangan madzhab syafi'i. Ketika ada orang sholat dan sudah pakai pembatas, kemudian di antara musholli dan pembatas tersebut ada seorang lelaki, atau wanita, atau anak kecil, atau orang kafir, atau anjing hitam, atau keledai atau hewan-hewan melewatinya maka sholatnya orang tersebut tidak batal. Ini adalah pendapat madzhab syafi'i dan umumnya ahli ilmu kecuali Hasan Bisri. Menurut Imam Hasan Bisri, sholatnya batal dengan lewatnya perempuan, keledai dan anjing hitam. Sedangkan menurut Imam Ahmad dan Ishaq, sholatnya batal sebab lewatnya anjing hitam saja. (Ref: Al Majmu')

Tanya: Bagaimana hukumnya apabila sholat dengan bersandar ke tembok?
Jawab: Sholat dengan bersandar ke tembok bagi yang mampu berdiri, hukum sholatnya sah tapi makruh (Ref: Kifayatul Akhyar dan Raudhoh)

Tanya: Bagaimana hukum mengeraskan suara saat sholat, apabila ada orang memberikan salam, dengan tujuan agar orang yang memberikan salam tersebut paham kalau si pemilik rumah sedang sholat?
Jawab: Jika dia mengeraskan bacaannya bertujuan agar pendengar paham bahwa dia sedang sholat tanpa disertai niat membaca al qur'an maka batal sholatnya. Namun, jika disertai berniat baca al qur'an agar pendengarnya paham bahwa dia sedang sholat maka tidak batal sholatnya. Orang yang memberikan salam kepada orang yang seang sholat, maka dia tidak berhak mendapatkan jawaban seketika itu juga dan tidak berhak mendapat jawaban setelah sholat. Namun, bagi yang sholat, tetap dianjurkan untuk menjawab salamnya seketika itu dengan isyarat. Jika tidak dijawab dengan isyarat, maka dianjurkan menjawabnya setelah selesai sholat dengan lafadz (waalaikumsalam, dsb). Jika dijawab dengan lafadz ketika sholat, maka batal sholatnya.(Ref: Kitab Iqna' dan Majmu')

Tanya: Bolehkah sholat di tempat ibadah non muslim?
Jawab: Hukum sholat di tempat peribadatan non muslim adalah sah tapi makruh jika ada izin dari mereka, jika tanpa izin maka haram. Yang penting tidak terkena najis baik pakaianya atau tangannya. Tempat ibadah non muslim yang ada patung berhalanya maka haram masuk ke situ dan makruh sholatnya. Makruh membaca kalam illahi di tempat peribadatan non muslim. Namun jika dalam keadaan darurat semisal panas, dingin, hujan, takut terhadap musuh atau takut hewan liar maka menjadi tidak makruh semua hal tersebut. (Ref: al Mausu'ah Fiqhiyah Kuwaitiyah, Hasiyah at Turmusy, Al Majmu' Syarah Al Muhadzazab lil Imam Nawawi)

Tanya: Bolehkah menjama' sholat jum'at dengan sholat ashar?
Jawab: boleh menjama' sholat ashar dengan sholat jum'at, yaitu jama' taqdim (di waktu sholat jum'at). Jama' ini tidak bisa dilaksanakan secara ta'khir karena sholat jum'at tidak bisa dilakukan diluar waktunya dalam artian sholat jumat tidak bisa dilakukan di waktu ashar (Ref: Al Bujairomi Alalkhotib)

Tanya:Seorang Imam lupa tidak tasyahud awal otomatis dia berdiri/Inthisob namun para makmum tetap melaksanakannya mereka pun dengan kompak Bertasbih dalm rangka mengingatkan Imam. Akhirnya Imampun ngikut tasyahud, dalam hal ini mungkin ma'mum tidak tahu bahwa tasyahd awal bukan Rukun, Setahu Saya Imam batal shalatnya karena meninggalkan wajib untuk melakukan sunah di samping itu dia juga tahu bahwa itu tidak boleh dlakukan, Tapi Bagaimana Nasib Ma'mumnya batal atau tidak shalatnya ?
Jawab: Shalatnya imam bila sudah berdiri atau lebih dekat pada berdiri, bila kembali duduk untuk tasyahud awal maka shalatnya batal. Batal sholatnya ma'mum, karena dengan berdirinya si imam wajib bagi si ma'mum untuk mengikutinya. Walaupun si imam balik lagi ke tasyahud, wajib bagi si ma'mum untuk menunggu imam diqiyam atau niat mufaroqoh. Sholatnya si imam jika lupa (meninggalkan tasyahud) maka tidak batal. (Ref: Nihayatuzzain dan Al Bajury)

Tanya: Seseorang (A) terlambat berangkat sholat jum'at kemudian tertinggal satu rekaat dari imam. Dia melakukan sholat jumat bersama imam dan mengganti satu rekaat yang tertinggal. Tiba-tiba ada orang lain (B) yang niat sholat jum'at dan bermakmum pada orang tersebut (A). Bagaimana hukum sholat jum'at si B?
Jawab: Shalat jum'atnya sah. Makmum masbuq pada sholat jum'at (si A), jika dia masih bisa menemui rukuk rokaat kedua dari imam dan terus bersama imam sampai salam maka dia cukup menambah satu rokaat setelah salamnya imam dengan syarat sholat jum'ah tersebut sah. Makmum masbuq yang datang setelah rukuk rokaat kedua imam maka dia (si A) wajib niat sholat jum'at walaupun sholat dhuhur yang lazim baginya, -waqila boleh niat sholat dhuhur-. Ketika masbuq menyempurnakan sholatnya setelah salamnya imam, kemudian ada orang lain yang baru datang (si B) dan bermakmum kepada masbuq tersebut maka orang yang ikut masbuq (si B) tesebut juga sah sholat jum'atnya asalkan sholat jum'atnya masbuq (si A) sah. (Ref: Fathul Mu'in dan Ianat Thalibin)

Tanya: Saya memakai cincin, apakah sujud saya menjadi tidak sah karena cincin saya menghalagi telapak tangan menyentuh tempat sujud?
Jawab: tidak mengapa jika memakai cincin atau sejenisnya ketika sholat terutama ketika dalam posisi sujud. Di antara anggota sujud yang wajib diletakkan di atas tempat sholat adalah kedua telapak tangan bagian dalam. Yang dimaksud telapak tangan adalah bagian dalam dari telapak tangan dan bagian dalam dari jemari (Jika bagian ini menyentuh dzakar dapat membatalkan wudhu). Dalam ke'sah'an meletakkan kedua telapak tangan, tidak harus meletakkan semua juz telapak tangan dan jemari bagian dalam. Namun cukup meletakkan sebagian saja dari telapak tangan dan jemari bagian dalam. (Ref: Ianat Thalibin)

Tanya: Apakah sholat jumat bisa diqadha?
Jawab: sholat jum'at tidak bisa di-qodho', bisanya diganti dengan sholat dhuhur (Ref: Al majmu')

Tanya: Bolehkah orang yang sholat qashar bermakmum pada orang yang sholat sempurna (itmam)?
Jawab: Orang yang berma'mum kepada imam yang itmam (shalatnya tidak di-qoshor) baik imam tersebut muqim ataupun musafir maka ma'mumnya harus itmam (shalatnya tidak boleh qosor) baik ma'mum tersebut niat qosor ataupun niat itmam (Majmu' Syarah Al-Muhadzdzab)

Tanya: bagaimana hukumnya menyelenggarakan jumatan di sekolah?
Jawab: Menurut Abu 'Ali Ibnu Abu Hurairah hukumnya sah. Namun, Menurut qoul yang lebih shohih hukumnya tidak sah, pendapat ini didukung oleh Abu Ishaq, juga Al-Mahamili, Imam Al-Haromain, Al-baghowi, Al-Mutawali dan lain lain (Ref: Al Muhadzazab Maktabah Syamilah dan Majmu' Syarah Al-Muhadzdzab)

Tanya: Kereta api adalah transportasi bagi orang orang yang bepergian jauh, yang disamping lebih murah dibanding dengan bus,juga lebih efektif dan efesien waktu karena langsung sampai kota tujuan tanpa gonta ganti kendaraan. Namun alternative di atas banyak menimbulkan pertanyaan. Contohnya Mr. X yang melakukan perjalanan kembali ke Merak dengan kereta api dari Jawa Timur berangkat jam 09.30 dan sampai kota Merak pukul 02.00 dini hari, sehingga waktu sholat dhuhur dan ashar di habiskan di atas kereta api, sedangkan sholat maghrib dan isya di jama' takhir di Merak. Hati ingin melakukan sholat dengan sempurna akan tetapi sangat tidak memungkinkan,sehingga ia terpaksa melaksanakan sholat dengan cara lihurmatil waqti, Akan tetapi kebingungan Mr. X semakin menjadi jadi, pasalnya sholat lihurmatil waqti di lakukan dengan tidak maksimal, misalnya ketika ruku’ dan sujud yang semestinya bisa dengan membungkukkan badan sambil duduk di kursi kereta api, tetapi karena malu pada penumpang lain ia hanya komat kamit melafalkan bacaan sholat tanpa di sertai gerakan sesuai rukun rukun sholat.
A. Apakah alasan hemat biaya,efektif dan efesien waktu memperbolehkan mereka memilih kereta api dengan konsekwensi melakukan sholat lihurmatil waqti ?
B. Bagaimanakah cara yang benar sholat lihurmatil waqti dalam kereta api?
C. Wajibkah mengqodho ( mengulang ) sholat yang sudah di kerjakan diatas kereta api?
D. Bolehkah memilih mengqodho sholat daripada sholat lihurmatil waqti ( karena malu)?
Jawab:
A. Faktor hemat biaya sudah cukup sebagai alasan. Yakni mengingat bila kita turun dari kereta dan shalat di stasiun ada kemungkinan besar mengalami keterlambatan kereta. Sebab pada kenyataannya lamanya berhenti kereta tidak pasti dan umumnya berhenti sebentar.
B. Dilakukan sebisa mungkin menetapi rukun shalat sesuai posisi yang dialami. Namun tidak didapati penjelasan rukhshah meniadakan membungkuk untuk sujud hanya dikarenakan malu pada penumpang lain.
C. Menurut pendapat mayoritas ulama adalah wajib mengqadha karena termasuk udzur yang jarang, sebagian lagi mengatakan tidak wajib.
D. Tidak boleh, alasan dilakukannya shalat lihurmatil waqti adalah agar tidak sampai meninggalkan atau mengakhirkan shalat di saat waktunya telah tiba. (Majmu' Syarah Al Muhadzzib)

Tanya: Kapan waktu pelaksanaan Sholat Taubat?
Jawab: kapan saja, setelah habis melakukan dosa, sunah sholat taubat. Sholat sunnah taubat adalah dua rokaat dengan niat sunnah taubat, sholat sunnah taubat bisa dilakukan sebelum taubat maupun sesudah taubat, jika dilakukan sebelum taubat maka tidak termasuk mengakhirkan taubat karena sholat ini termasuk wasilahnya taubat. (Nihayatuz Zain)

Tanya: Ada 10 orang masuk masjid, mereka melihat orang orang shalat berjamaah sedang dalam tasyahud akhir. Apakah 10 orang yang baru datang itu langsung ikut berjamaah jadi makmum masbuk semûa atau melaksanakan shalat berjamaah baru lagi ?
Jawab: Dalam hal ini ada perbedaan pendapat :
1. Menurut qoul Imam Al-Qodli Husain sunnah mengikuti imam yang pertama dan tidak membuat jama'ah baru.
2. Menurut qoul Imam Al-Mutawalli demikian juga qoul dari Al-Qodli Husain di tempat lain menyatakan sunnah membuat jama'ah baru, ini yang mu’tamad.
Namun yang lebih utama bagi seseorang makmum masbuq (atau makmum yang ketinggalan sebagian sholat dalam berjama'ah) dan ia masih berharap ada (atau membuat) jama'ah baru, maka baginya yang lebih utama menunggu atau membuat jama'ah baru agar ia mendapat semua bagian sholat jama'ahnya dari awal hingga selesai selama waktunya masih luas, namun jika waktunya sempit maka yang lebih utama adalah langsung bergabung dengan jama'ah yang pertama (Mughnl Muhtaj dan Fathul Mu’in Hamisy I’anah At-Tholibin)

Tanya: Bagaimana rekaat makmum masbuq dalam sholat jum'at, apakah cukup menamba  rekaat sehingga jumlahnya menjadi 2 rekaat atau menambah rekaat sehingga menjadi seperti sholat dhuhur (4 rekaat)?
Jawab: Jika dia masih bisa menemui rukuk rokaat kedua dari imam dan terus bersama imam sampai salam maka dia cukup menambah satu rokaat setelah salamnya imam dengan syarat sholat jum'at nya sah. Makmum masbuq yang datang setelah rukuk rokaat kedua imam, maka dia wajib niat sholat jum'at walaupun sholat dhuhurlah yang lazim baginya, waqila boleh niat sholat dhuhur. Ketika masbuq menyempurnakan sholatnya setelah salamnya imam, kemudian ada orang lain yang baru datang dan bermakmum kepada masbuq tersebut, maka orang yang ikut masbuq tesebut juga sah sholat jum'atnya asalkan sholat jum'atnya masbuq yang menjadi imamnya sah.
Kitab Fathul Mu'in (2/66)
ولو أدرك المسبوق ركوع الثانية واستمر معه إلى أن سلم، أتى بركعة بعد سلامه جهرا وتمت جمعته إن صحت جمعة الامام وكذا من اقتدى به وأدرك ركعة معه – كما قاله شيخنا -.وتجب على من جاء بعد ركوع. الثانية: نية الجمعة – على الاصح – وإن كانت الظهر هي اللازمة له -.وقيل: تجوز نية الظهر. وأفتى به البلقيني وأطال الكلام فيه.
Kitab I'anatut Tholibin
(قوله: وكذا من اقتدى به) أي وكذلك تتم جمعة من اقتدى بالمسبوق بعد انقطاع قدوته في ركوع ركعته الثانية إن صحت جمعته.وفي التحفة ما نصه: لو أراد آخر أن يقتدي به في ركعته الثانية ليدرك الجمعة جاز.كما في البيان عن أبي حامد، وجرى عليه الريمي وابن كبن وغيرهما.قال بعضهم: وعليه، لو أحرم خلف الثاني عند قيامه لثانيته آخر وخلف الثالث آخر وهكذا، حصلت الجمعة للكل، ونازع بعضهم أولئك بأن الذي اقتضاه كلام الشيخين وصرح به غيرهما أنه لا يجوز الاقتداء بالمسبوق المذكور.اه.وفيه نظر.وليس هنا فوات العدد في الثانية، وإلا لم تصح للمسبوق نفسه، بل العدد موجود حكما، لأن صلاته كمن اقتدى به، وهكذا تابعة للأولى.اه.وفي الكردي: وخالف الجمال الرملى فأفتى بانقلابها ظهرا.قال القليوبي: إن كانوا جاهلين، وإلا لم ينعقد إحرامهم من أصله.وهو الوجه الوجيه.قال: بل أوجه منه عدم انعقاد إحرامهم مطلقا.فتأمله.اه.  


Tanya: Bagaimana hukum sholat jum'at di tanah lapang (bukan di masjid)?
Jawab: Dan telah diketahui, bahwasanya tidak disyaratkan melakukan sholat jum'at di masjid tetapi sah bila dilakukan di tanah lapang. Tidak juga disyaratkan harus ada izin dari imam. Yang disyaratkan dalam jum'at adalah ta'adudnya بشرى الكريم ٢/٥

Tanya: Bagaimana hukum sholat berjamaah bagi laki-laki?
Jawab:  Hukum sholat berjama’ah menurut pendapat yang shohih adalah Fadlu Kifayah, dan ada pula yang berpendapat bahwa hukum sholat berjam’ah adalah Sunnah Muakkadah, sedangkan menurut pendapat Imam Ahmad bin Hambal hukum sholat berjama’ah adalah Fardlu ‘Ain akan tetapi tidak menjadi syarat sahnya sholat, artinya kalau seseorang mendirikan sholat sendirian, maka sholatnya tetap sah, namun dia tetap terkena dosa karena tidak berjama’ah (Al-Majmu’ Syarah al-Muhadzab, 4/163)

Tanya: Kalau shalat Tahajud dikerjakan setelah bangun tidur tapi posisinya masih belum mengerjakan shalat 'Isya, bagaimana hukumnya, sah atau tidak?
Jawab: waktu sholat isya adalah waktu terpanjang diantara sholat fardlu yang lain, meski demikian kesunahan sholat isya adalah melakukannya diawal waktu.
 فرع ) يندب تعجيل صلاة و لو عشاء لاول وقتها لخبر " افضل الاعمال الصلاة لاول وقت " ( اعانة الطالبين ١/١٤٠)
Boleh-boleh saja sholat isya setelah bangun tidur asal masih dalam waktu yang diperbolehkan untuk melakukan sholat isya. Perlu diketahui tidur sebelum melakukan sholat makruh hukumnya, apabila dia beranggapan bisa bangun sebelum waktu sholat habis. Tetapi bila tidak, maka hukumnya haram.
 فرع ) يكره النوم بعد دخول وقت الصلاة و قبل فعلها حيث ظن الاستيقاظ قبل ضيقه، لعادة او لايقاظ غيره له ، و الا حرم النوم الذى لم يغلب فى الوقت اعانة الطالبين ١/١٤٢
Adapun sholat tahajud yang dilakukan setelah isya sesudah tidur itu boleh.Waktu tahajud yang dikukuhkan adalah pada separuh malam yang terahir. Dan waktu afdolnya adalah ketika waktu sahur.
 و نصفه الاخر اكد، و افضله عند السحر لقوله تعالى " و بالاسحار هم يستغفرون " و ان يطمع فى تهجده اعانة الطالبين ١/٣٠٩

Tanya: Bagaimanakah hukumnya merapatkan shof dalam sholat berjama'ah? bagaimanakah sholat kita ketika di depan atau di samping kita shof nya bolong ? Saya pernah melihat, ketika dalam berjama'ah ada satu ma'mun yang sendirian di belakang kemudian makmum yang di depennye ada yang mundur satu orang. apakah maksud dan tujuan nya?
Jawab: Apabila barisan shaf depan masih terdapat tempat kosong, sunah menerobos masuk ke dalam barisan shaf. Namun jika shaf depannya rapat, disunahkan menarik jama’ah di depannya untuk membuat barisan shaf baru. Dan bagi jama’ah yang ditarik tersebut sunah ikut mundur. ?
 حاشية البجيرمي على الخطيب الجزء 2 صحـ : 136 مكتبة دار الفكر وَكُرِهَ لِمَأْمُومٍ انْفِرَادٌ عَنْ صَفٍّ مِنْ جِنْسِهِ بَلْ يَدْخُلُ الصَّفَّ إنْ وَجَدَ سَعَةً وَلَهُ أَنْ يَخْرِقَ الصَّفَّ الَّذِي يَلِيْهِ فَمَا فَوْقَهُ إلَيْهَا لِتَقْصِيرِهِمْ بِتَرْكِهَا وَلاَ يَتَقَيَّدُ خَرْقُ الصُّفُوفِ بِصَفَّيْنِ كَمَا زَعَمَهُ بَعْضُهُمْ وَإِنَّمَا يَتَقَيَّدُ بِهِ تَخَطِّي الرِّقَابِ اْلآتِيْ فِي الْجُمُعَةِ فَإِنْ لَمْ يَجِدْ سَعَةً أَحْرَمَ ثُمَّ بَعْدَ إحْرَامِهِ جَرَّ إلَيْهِ شَخْصًا مِنْ الصَّفِّ لِيَصْطَفَّ مَعَهُ وَسُنَّ لِمَجْرُوْرِهِ مُسَاعَدَتُهُ قَوْلُهُ ( مُسَاعَدَتُهُ ) أَيْ لِيَنَالَ مَعَهُ فَضْلَ الْمُعَاوَنَةِ عَلَى الْبِرِّ وَالتَّقْوَى مَعَ حُصُولِ ثَوَابِ صَفِّهِ الَّذِيْ كَانَ فِيهِ ِلأَنَّهُ لَمْ يَخْرُجْ مِنْهُ إلاَ لِعُذْرٍ اهـ حَجّ و س ل
Bahkan menurut imam Romli shof tidak teratur tidak mengurangi fadhilah jamaah hanya menghilangkan keutamaan shof saja.
 نهاية المحتاج إلى شرح المنهاج الجزء 2 صحـ : 193 مكتبة دار الفكر وَسُئِلَ الشِّهَابُ الرَّمْلِيُّ عَمَّا أَفْتَى بِهِ بَعْضُ أَهْلِ الْعَصْرِ أَنَّهُ إذَا وَقَفَ صَفٌّ قَبْلَ إتْمَامِ مَا أَمَامَهُ لَمْ تَحْصُلْ لَهُ فَضِيلَةُ الْجَمَاعَةِ هَلْ هُوَ مُعْتَمَدٌ أَوْ لاَ فَأَجَابَ بِأَنَّهُ لاَ تَفُوتُهُ فَضِيلَةُ الْجَمَاعَةِ بِوُقُوفِهِ الْمَذْكُورِ وَفِي ابْنِ عَبْدِ الْحَقِّ مَا يُوَافِقُهُ وَعِبَارَتُهُ لَيْسَ مِنْهُ كَمَا يُتَوَهَّمُ صَلاَةُ صَفٍّ لَمْ يَتِمَّ مَا قَبْلَهُ مِنْ الصُّفُوفِ فَلاَ تَفُوْتُ بِذَلِكَ فَضِيلَةُ الْجَمَاعَةِ وَإِنْ فَاتَتْ فَضِيلَةُ الصَّفِّ انْتَهَى وَعَلَيْهِ فَيَكُونُ هَذَا مُسْتَثْنًى مِنْ قَوْلِهِمْ مُخَالَفَةُ السُّنَنِ الْمَطْلُوبَةِ فِي الصَّلاَةِ مِنْ حَيْثُ الْجَمَاعَةُ مَكْرُوهَةٌ مُفَوِّتَةٌ لِلْفَضِيْلَةِ اهـ أَقِيْمُوْا الصُّفُوْفَ وَحَاذُوْا بَيْنَ الْمَنَاكِيَ وَسَدُّوْا الخَلَلَ، وَلَيِّنُوْا بِأَيْدِيْ إِخْوَانِكُمْ وَلاَ تَذَرُوْا فُرُجَاتِ لِلشَّيْطَانِ، وَ مَنْ وَصَلَ صَفَّا وَصَلَهُ اللَّه وَ مَنْ قَطَعَ صَفَّا قَطَعَهُ اللَّهُ
“Luruskanlah shaf rapatkan antara bahu-bahu, Isilah sela-sela yang kosong dan lenturkanlah dengan tangan-tangan saudara kamu, janganlah kamu meninggalkan tempat kosong untuk syaithan, barang siapa yang menyambung shaf maka Allah akan menyambungnya, dan barang siapa yang memutuskan shaf, maka Allah akan memutuskannya." ( HR Ahmad ).
 وَمَا مَنْ خُطْوَةِ أَحَيَّ إِلَى اللَّه مَنْ خُطْوَةٍ يَمْشِيْهَا الأْعَبْدُ يَصِلُ بِهَا صَفَّا
Tidak ada langkah yang dilalui oleh hamba yang lebib disukai Allah melebihi langkah untuk menyambung shaf (barisan). (HR Abu Dawud)
.وسنية الجر لها شروط خمسة : أن يكون المجرور حرا، وأن يجوز موافقته له ، وأن يكون الصف المجرور منه أكثر من اثنين ، وأن يكون في القيام و بعد الإحرام و الا فلا يسن الجر. نهاية الزين : ١١٠
Sendirian dalam shaf menurut Imam Ibnu Hajar memutuskan fadlilah jama'ah/tidak mendapat fadlilah jama'ah, sedangkan menurut Imam Abu Makhromah tetap mendapat fadlilah jama'ah tetapi tidak mendapat fadlilahnya shaf.

Tanya: Bagaimana Posisi Imam Wanita dalam sholat berjamaah?
Jawab: Sunnahnya Imam wanita berdiri ditengah mereka, karena diriwayatkan sesungguhnya Aisyah dan Hafshah mengimami wanita, keduanya berdiri ditengah mereka (al Muhadzdzab / al Majmu' 4/254).
Kesimpulan: Jika jama'ah perempuan: imam perempuan dengan makmum perempuan (satu) formasinya sama dengan Imam laki-laki dengan makmum laki-laki (satu), yaitu posisi makmum berada disebelah kanan Imam mundur sedikit,
Ta'birnya:
 فإن لم يحضر إلا امرأة فقط وقفت عن يمينها أخذا مما تقدم في الذكور
Sumber: Hasyiya Syabramallisi 2/195
Namun, jika makmumnya lebih dari satu, maka ada khilaf, ada yang mengatakan sunnah sejajar dan ada pula yang mengatakan sunnah maju sedikit
 المعروف من كلامهم كما بينته في الأصل أن إمامة النساء يندب لها مساواة المؤتمات بها
yang diketahui dari kalamihim (ucapan mereka/ ulama/ ashaab) sebagaimana telah saya jelaskan dalam kitab asal / hasyiyah Kubra bahwasanya Imam perempuan disunnahkan bagi makmum -makmum perempuan supaya sejajar dengannya
 لكن في حواشي المنهج للشوبري ما نصه مع تقدم يسير بحيث تمتاز عليهن
akan tetapi dalam Hawasyil Manhaj lisysyaubari, teksnya, beserta maju sedikit yang sekiranya imam perempuan dibedakan dari makmum-makmum perempuan

Tanya: Bagaimana hukum sholat di atas kasur? 
Jawab: Boleh dengan catatan suci
 ( قوله ولو نحو سرير ) لو قال كنحو سرير تمثيلا لغيره المحمول المتحرك بحركته لكان أولى لأنه لا معنى للغاية ( قوله لأنه ليس بمحمول له ) تعليل لمحذوف أي وإنما اكتفى بالسجود على نحو السرير المتحرك بحركته لأنه ليس بمحمول له والمؤثر إنما هو المحمول له 
Rukun Shalat ke 7 adalah sujud sebanyak dua kali dalam setiap rakaat pada perkara yang tidak ia bawa meskipun ikut bergerak saat ia bergerak dalam shalatnya seperti sujud pada tempat tidur yang ikut bergerak saat ia bergerak dalam shalatnya maka tidak masalah sujud diatasnya karena bukan yang ia bawa dalam shalat seperti diperkenankannya sujud pada perkara yang ia bawa namun tidak ikut bergerak dalam shalatnya seperti ujung selendangnya yang panjang. 
Dikecualikan dengan keterangan saya (pengarang) diatas, bila ia sujud pada perkara yang ia bawa dan ikut bergerak dalam shalatnya seperti ujung sorbannya maka tidak sah, bila ia sujud padanya batal shalatnya jika ia menyengaja dan mengetahui keharamannya bila tidak maka ulangilah sujudnya. (keterangan karena tempat tidur bukan yang ia bawa dalam shalat) Dibolehkannya sujud pada semacam tempat tidur yang dapat bergerak saat ia bergerak dalam shalatnya karena tempat tidur bukanlah perkara yang ia bawa (dalam tubuhnya) sedang yang berdampak tidak sah sebatas perkara yang ia bawa (I’aanah at-Thoolibiin I/162)

Tanya: Apakah melamun atau ngantuk pada waktu Sujud (sholat) Itu Dapat dikategorikan seperti orang mabuk karena orang tersebut tidak sadar apa yang diucapkannya ? 
Jawab: Ngantuk tidak membatalkan wudlu. Ngantuk tidak membatalkan wudlu karena ngantuk lebih ringan dari pada tidur karena yang menyebabkan tidur adalah angin yang datang dari arah otak sehingga menutupi hati, namun jika angin tersebut tidak sampai ke hati namun hanya menyebabkan mata tertutup saja maka ini di sebut mengantuk (النعاس).
Untuk lebih mudah diketahui lagi apakah tidur atau ngantuk maka dengan melihat dari tanda-tandanya, tanda dari pada tidur adalah mimpi, sedang tanda-tanda dari pada ngantuk adalah mendengar suara di sekitarnya namun tidak dapat di fahami.
Oleh karena itu jika di ketahui seseorang bermimpi maka hal itu dapat di pastikan bahwa ia tidur, sedang jika ragu-ragu apakah tidur atau hanya mengantuk saja maka hal itu tidak membatalkan wudlu.
 ولا ينقض النعاس لأنه أخف من النوم لأن سبب النوم ريح تأتي من قبل الدماغ فتغطي القلب فإن لم تصل إلى القلب بل غطت العين فقط كان نعاساً. ومن علامات النوم الرؤيا، ومن علامات النعاس سماع كلام الحاضرين مع عدم فهمه، فلو رأى رؤيا علم أن ذلك نوم ولو شك هل نام أو نعس وأن الذي خطر بباله رؤيا، أو حديث نفس فلا نقض. النهاية الزين ص 26 (الثاني: زوال العقل) أي التمييز إما بارتفاعه (بجنون أو) انغماره بنحو صرع أو سكر أو (إغماء) ولو مُمَكِّناً، (أو) استتاره بسبب (نوم) لخبر («فمن نام فليتوضأ» ) وخرج بذلك النعاس ، ومن علاماته سماع كلام لا يفهمه، وأوائل نشوة السكر لبقاء الشعور معهما.
Kalau hanya dikategorikan seperti orang mabuk boleh-boleh saja, tetapi tidak dalam hukum syar'i yang dibebankan, sebab orang yang mabuk tidak diperkenankan salat sebagaimana dawuh Allah SWT :
 ولا تقربوا الصلاة وانتم سكارى
 Sedangkan ia sedang dalam menghadap Allah SWT, jika ada orang yang demikian, berarti hatinya tidak hudlur dan khudlu' sehingga ia lalai. bagi orang tasawuf, salat yang demikian sudah diwarning dengan dawuh Allah SWT ;
 فويل للمصلين الذين هم عن صلاتهم ساهون
Apalagi jika hal tersebut dilakukan saat sujud dalam shalat, saat kedekatan antara kawula dan pengerannya. karena itu, ada hadits yang menjelaskan bahwa ketika sedang ngantuk berat boleh mengakhirkan salat agar saat menghadap dan berkomunikasi atau dialog dengan Allah SWThatinya bisa hudlur, bagaimana seseorang berdialog dengan kekasihnya tapi hatinya melayang ke mana-mana atau bahkan ditinggal ngantuk.  

Tanya: Bagaimana hukumnya setelah selesai 2 khutbah jumat sebelum salat jumat disela pengumuman 10 menit ? 
Jawab: boleh pengumuman dilakukan sebelum khutbah, setelah khutbah dan sebelum sholat, asal tidak lama.
 ويجوز الكلام قبل الشروع في الخطبة وبعد الفراغ منها وقبل الصلاة. قال في المرشد: حتى في حال الدعاء للأمراء أو فيما بين الخطبتين خلاف، وظاهر كلام الشيخ أنه لا يحرم، وبه جرم في المهذب كفاية الأخيار ج 1 ص 212 (وَيُبَاحُ) لَهُمْ بِلَا كَرَاهَةٍ (الْكَلَامُ قَبْلَ الْخُطْبَةِ وَبَعْدَهَا وَبَيْنَهُمَا) أَيْ الْخُطْبَتَيْنِ (وَ) الْكَلَامُ (لِلدَّاخِلِ) فِي أَثْنَائِهَا (مَا لَمْ يَجْلِسْ) يَعْنِي مَا لَمْ يَتَّخِذْ لَهُ مَكَانًا وَيَسْتَقِرَّ فِيهِ وَالتَّقْيِيدُ بِالْجُلُوسِ جَرَى عَلَى الْغَالِبِ وَظَاهِرُ أَنَّ مَحَلَّ ذَلِكَ إذَا دَعَتْ الْحَاجَةُإلَيْهِ أسنى المطالب ج 2 ص 136 (وَيُبَاحُ) لَهُمْ بِلَا كَرَاهَةٍ (الْكَلَامُ قَبْلَ الْخُطْبَةِ وَبَعْدَهَا وَبَيْنَهُمَا) أَيْ الْخُطْبَتَيْنِ (وَ) الْكَلَامُ (لِلدَّاخِلِ) فِي أَثْنَائِهَا (مَا لَمْ يَجْلِسْ) يَعْنِي مَا لَمْ يَتَّخِذْ لَهُ مَكَانًا وَيَسْتَقِرَّ فِيهِ وَالتَّقْيِيدُ بِالْجُلُوسِ جَرَى عَلَى الْغَالِبِ وَظَاهِرُ أَنَّ مَحَلَّ ذَلِكَ إذَا دَعَتْ الْحَاجَةُإلَيْهِ روض الطالب
Di dalam Al-Fiqh 'Ala Madzahibil Arba'ah - Syamilah dijelaskan:
 سادسها : أن لا يفصل الخطيب بين الخطبة والصلاة بفاصل طويل وقد اختلفت في تحديد المذاهب فانظره تحت الخط ( الشافعية قالوا : يشترط الموالاة بين الخطبتين أي بين أركانهما : وبينهما وبين الصلاة وحد الموالاة أن لا يكون الفصل بقدر ركعتين بأخف ممكن فإذا زاد عن ذلكك بطلت الخطبة ما لم تكن الزيادة عظةالمالكية قالوا : يشترط وصل الخطبتين بالصلاة كما يشترط وصلهما ببعضهما ويغتفر الفصل اليسير عرفا الحنفية قالوا : يشترط أن لا يفصل الخطيب بين الخطبتين والصلاة بفاصل أجنبي كالأكل ونحوه أما الفاصل غير الأجنبي كقضاء فائتة وافتتاح تطوع بينهما فإنه لا يبطل الخطبة وإن كان الأولى إعادتها وكذا لو أقسد الجمعة ثم أعادها فإن الخطبة لا تبطل : الحنابلة قالوا : يشترط لصحة الخطبتين الموالاة بين أجزائهما . وبينهما وبين الصلاة والمولاة هي أن لا يفصل بينهما بفاصل طويل عرفا )
Menurut Syafi'iyyah boleh dan sholatnya sah, asal pengumumannya tidak lebih dari kira kira waktu mengerjakan sholat dua rokaat.
Pengumuman 10 menit, maka khotbahnya batal dan sholat jumatnya tidak sah sehinggaharus khotbah ulang dari awal, karena melebihi kira kira waktu mengerjakan sholat dua rokaat.
 قالوا : يشترط الموالاة بين الخطبتين أي بين أركانهما : وبينهما وبين الصلاة وحد الموالاة أن لا يكون الفصل بقدر ركعتين بأخف ممكن فإذا زاد عن ذلكك بطلت الخطبة ما لم تكن الزيادة عظة  

Tanya: Bagaimana hukumnya orang yang tidak sholat jumat karena dalam perjalanan dan/ atau ketiduran? 
Jawab: 1. Kalau berangkatnya sebelum subuh maka tidak apa-apa / tidak berdosa asalkan bukan perjalanan maksiat :
 .فلا تجب الجمعة على كافر أصلي إلى أن قال ومسافر أى سفرا مباحا ولو قصيرا لاشتغاله بأحوال السفر وقد روي مرفوعا لا جمعة على مسافر لكن قال البيهقي الصحيح وقفه على ابن عمر ويحرم على من تلزمه الجمعة السفر بعد فجر يومها الا إذا أمكنه فعلها في مفصده أو طريقه أو تضرر بتخلفه عن الرفقة وإنما حرم قبل الزوال مع أنه لم يدخل وقتها لأنها منسوبة الى اليوم ولذلك يجب السعي لها على بعيد الدار قبل الزوال.الباجوري ١/٢١٣ .
2. Tidak berdosa bila tidurnya sebelum masuk waktunya shalat jum'at / sebelum waktu zhuhur : .وحاصله أنه لا إثم على من نام قبل الوقت ففاتته الصلاة وإن علم أنه يستغرق الوقت ولو جمعة على الصحيح ولا يلزمه القضاء فورا. إنارةالدجى ص : ٨٦ (سئل) عمن نام قبل دخول وقت فريضة كالصبح وغلب على ظنه بمقتضى عادته أنه لا يستيقظ إلا بعد خروجه هل يحرم نومه المذكور أم لا ؟ فأجاب بأنه لا يحرم نومه المذكور لعدم خطابه بفعلها أما قبل وقتها فظاهر وأما بعده حال نومه فلرفع القلم عنه حينئذ بخلاف نومه فيه فإنه يحرم إلا إن غلم أو ظن تيقظه وفعلها فيه. فتاوى الإمام الرملي ١/١١٤-١١٥

Tanya: Lama menunggu imam yang tak datang-datang, si A akhirnya sholat sendirian di masjid. Setelah itu datang imam dan langsung ada iqamat untuk sholat berjamaah. si A ikut sholat lagi dalam jamaah sholat itu. Gimana hukum kedua sholatnya tersebut? 
Jawab: kedua shalat itu sah dan yang kedua itu namanya mu'adah / i'adah. Hukum shalat yang kedua itu adalah sunah / i'adah (Ust. Ghufron Bangkalan):
 .و تسن إعادة المكتوبة بشرط أن تكون في الوقت وأن لا تزاد في إعادتها على مرة خلافا لشيخ شيوخنا أبي الحسن البكري رحمه الله تعالى ولو صليت الأولى جماعة مع آخر ولو واحدا إماما كان أو مأموما في الأولى أو الثانية بنية فرض وان وقعت نفلا فينوي إعادة الصلاة المفروضة واختار الإمام أن ينوي الظهر أو العصر مثلا ولا يتعرض للفرض . إعانة الطالبين ٢/٧

Tanya: Kebanyakan di jawa kalo pas doa qunut pas bacaan "fainnaka taqdhi walaa yuqdho", imamnya membaca dengan lirih/ pelan. Apa ada refrensinya ? 
Jawab: bagi imam tetap sunah mengeraskan suara walaupun waktu tsana' di dalam shalat jahriyah dan sirriyah. :
 .و يسن الجهر به أى مما مر من القنوت و لو الثناء والصلاة والسلام للإمام في الجهرية والسرية كمقضية نهارا ليسمع المأموم فيؤمن للإتباع دون جهر القرأة مالم يكثر المأموم فيرفع قدر ما يسمعهم. بشرى الكريم ١/٨٠
Menurut keterangan di bawah ini : bagi imam dalam qunut ketika sampai pada tsana' hukumnya khilaf antara jahr dan sirr/ada pendapat yang mengatakan sunah sirr/ pelan
: وعلى القول بأن المأموم يشارك الإمام في الثناء وهو الأولى فهل يجهر به الإمام أو يسر ؟ قال في النهاية فيه نظر يحتمل أن يقال يسر به كما في غيره مما يشتركان فيه ويحتمل وهو الأوجه الجهر به كما اذا سأل الرحمة أو استعاذ من النار و نحوها فإن الإمام يجهر به و يوافقه فيه المأموم ولا يؤمن كما قاله في المجموع.  

Tanya: Jika kita sedang shalat, lalu orang­tua memanggil kita, bolehkah kita menyahuti panggilannya? 
Jawab: Jika kita sedang melakukan shalat fardhu, haram kita menyahuti pang­gilan siapa pun, termasuk orangtua. Di samping haram, shalatnya pun menjadi batal. Haram pula membatalkan shalat fardhu karena mendatangi panggilan mereka. Karena shalat fardhu tak boleh dibatalkan. 
Tetapi boleh (bukannya wajib) me­nyahuti panggilan orangtua ketika kita sedang melakukan shalat sunnah, te­tapi shalatnya menjadi batal dengan sahutan itu. Boleh pula membatalkan shalat sunnah walaupun bukan karena panggilan orangtua. 
Khusus mengenai panggilan orang­tua, seandainya Anda sedang melaku­kan shalat sunnah dan tampaknya mereka tidak senang kalau tidak kita sahuti panggilannya, yang lebih utama di saat itu adalah menyahutinya. Menjawab panggilan orangtua de­ngan membacakan kalamullah (ayat-ayat Al-Qur’an) dengan maksud agar orangtua tahu bahwa kita sedang shalat, memang, tidak membatalkan shalat. Tetapi dengan syarat bahwa melafalkan kalamullah itu dengan niat tilawah atau membaca Al-Qur’an. Jika dimaksudkan semata-mata menjawab panggilan, itu membatalkan. Kecuali bila bersama niat menjawab panggilan juga berniat membaca Al-Qur’an, itu tidak membatalkan. 
Di dalam kitab Tuhfah al-Habib ‘ala Syarhil-Khatib pada hamisy (catatan pinggir) Hasyiyah al-Bujairimi juz II disebutkan, ”Dan tidak wajib menya­huti/mendatangi panggilan orangtua di dalam shalat, bahkan hal tersebut haram di dalam shalat fardhu. Tetapi boleh pada shalat sunnah (yang bukan wajib), dan yang lebih utama adalah me­nyahutinya sekiranya mereka kebe­rat­an jika tidak disahuti.” 

Tanya: Apakah seseorang yang berbangkis atau bersin saat sedang melakukan sha­lat boleh mengucapkan Alhamdulillah? Jika tidak boleh, dan mengucapkan Al­hamdulillah, apakah shalatnya menjadi batal? Jika boleh, bagaimana dengan kita yang mendengarnya, apakah boleh men­jawab dengan mengucapkan Yarhamu­kallah? 
Jawab: Membaca Alhamdulillah saat kita berbangkis tidak membatalkan shalat, karena ucapan itu merupakan pujian yang ditujukan kepada Allah, bukan kepada manusia. 
Namun jika kita menjawab orang yang mengucapkan itu dengan men­doakannya dengan ucapan Yar­hamu­kallah padahal kita sedang melaku­kan shalat, shalat kita menjadi batal, ka­rena doa itu tertuju kepada manusia. Ka­rena, makna Yarhamukallah adalah “Se­moga Allah merahmatimu”. Berarti, kita ber­bincang dengan manusia dan itu mem­batalkan shalat kita, karena dalam shalat kita tidak boleh berbicara dengan manusia. 
Hal ini diterangkan dalam hadits Nabi bahwa ada seorang sahabat ber­bangkis dalam shalat lalu Mu`awiyah bin Hakam As-Salma mengucapkan Yarha­mu­kallah. Setelah shalat, Nabi bersabda kepadanya, “Shalat tidak boleh bercam­pur perbincangan dengan manusia.” 

Tanya: Benarkah kita boleh melakukan shalat sunnah sambil duduk meskipun kita dapat berdiri?
Jawab: Pada shalat fardhu diwajibkan berdiri jika mampu, karena berdiri merupakan salah satu rukun shalat. Tetapi pada sha­lat sunnah, berdiri tidak menjadi rukun.
Nabi SAW bersabda, “Barang siapa shalat sambil berdiri, mendapat ganjaran yang sempurna; barang siapa shalat sam­bil duduk, mendapat seperdua gan­jaran orang yang shalat sambil berdiri; barang siapa shalat sambil berbaring, mendapat seperdua ganjaran orang yang shalat sambil duduk.” (Riwayat Al-Bukhari).
Ganjaran shalat sunnah sambil duduk dan berbaring itu kurang dari ganjaran berdiri apabila dilakukan ketika mampu. Tetapi jika dilakukan karena halangan, misalnya sakit atau karena sebab lain, gan­jarannya tetap sempurna seperti sha­lat berdiri.

Tanya: Bagaimana posisi imam wanita dalam jama'ah sholat wanita? 
Jawab: Sunnahnya Imam wanita berdiri ditengah mereka, karena diriwayatkan sesungguhnya Aisyah dan Hafshah mengimami wanita, keduanya berdiri ditengah mereka (al Muhadzdzab / al Majmu' 4/254). 
IMAM perempuan dengan MAKMUM perempuan (satu) formasinya sama dengan Imam laki-laki dengan makmum laki-laki (satu), yaitu posisi makmum berada disebelah kanan Imam mundur sedikit, Ta'birnya:
 فإن لم يحضر إلا امرأة فقط وقفت عن يمينها أخذا مما تقدم في الذكور 
(Sumber: Hasyiya Syabramallisi 2/195 )
Tapi jika makmumnya lebih dari satu, maka ada khilaf, ada yang mengatakan sunnah sejajar dan ada pula yang mengatakan sunnah maju sedkit
 المعروف من كلامهم كما بينته في الأصل أن إمامة النساء يندب لها مساواة المؤتمات بها 
yang diketahui dari KALAAMIHIM (ucapan mereka/ ulama/ ashaab) sebagaimana telah saya jelaskan dalam kitab asal / hasyiyah Kubra bahwasanya Imam perempuan disunnahkan bagi makmum -makmum perempuan supaya sejajar dengannya
 لكن في حواشي المنهج للشوبري ما نصه مع تقدم يسير بحيث تمتاز عليهن 
akan tetapi dalam Hawasyil Manhaj lisysyaubari, teksnya, beserta maju sedikit yang sekiranya imam perempuan dibedakan dari makmum-makmum perempuan (Sumber: Al Hawaasyi al Madaniyyah 2/21)

Tanya: Hari Sabtu terbang ke benua laen mendarat malam sabtunya. [ mundur setengah hari] disitu sampai sabtu siang, terus terbang naek pesawat ke benua yang laen mendarat hari Senin. [ maju dua hari] jadi dia kehilangan satu hari yaitu hari Ahad. Bagaimana shalat nya? Andai pas ramadhan bagaimana pula puasanya? 
Jawab: Shalat dan puasanya menyesuaikan tempat tinggalnya terakhir (tempat tujuan)..
 ولو سافر من صام إلى محل بعيد من محل رؤيته وافق أهله في الصوم آخراً، فلو عيد قبل سفره ثم أدركهم بعده صائمين أمسك معهم وإن تم العدد ثلاثين لأنه صار منهم أو سافر من البعيد إلى محل الرؤية عيد معهم وقضى يوماً إن صام ثمانية وعشرين، وإن صام تسعة وعشرين فلا قضاء وهذا الحكم لا يختص بالصوم بل يجري في غيره أيضاً حتى لو صلى المغرب بمحل وسافر إلى بلد فوجدها لم تغرب وجبت الإعادة. (kasyifatus saja')
dan seandainya seorang yang berpuasa bepergian ke tempat yang jauh dari tempat ruh'yahnya, maka ia menyesuaikan penduduk tempat itu dalam puasanya dengan mengakhirkan....dan seterusnya. ....hukum ini tidak hanya khusus untuk puasa, tetapi berlaku juga pada yang lain, hingga seandainya ia shalat maghrib di suatu tempat lalu bepergian ke suatu negeri dan didapatinya matahari belum tenggelam, maka shalatnya wajib diulang.

Tanya: Bagaimana hukumnya membayar khotib jumat dengan uang kas masjid? 
Jawab: Jika uang masjid tersebut didapat dengan akad UNTUK KEMASLAHATAN MASJID maka boleh untuk membayar semacam muadzin/imam sholat dll. Jika uang masjid yang diwakafkan secara mutlaq atau wakaf untuk pembangunan masjid maka tidak boleh untuk membayar muadzin / khotib. Keterangan di bugyah adalah sebagai berikut:
 مسألة: ك): قال الخطيب في المغني: ويصرف الموقوف على المسجد وقفاً مطلقاً على عمارته في البناء والتجصيص المحكم والسلم والسواري للتظليل بها، والمكانس والمساحي لينقل بها الترب، وفي ظلة تمنع حطب الباب من نحو المطر إن لم تضرّ بالمارة، وفي أجرة قيم لا مؤذن وإمام وحصر ودهن، لأن القيم يحفظ العمارة بخلاف الباقي، فإن كان الوقف لمصالح المسجد صرف من ريعه لمن ذكر لا لتزويقه ونقشه، بل لو وقف عليها لم يصح اهـ. واعتمد في النهاية أنه يصرف للمؤذن وما بعده في الوقف المطلق أيضاً، ويلحق بالمؤذن الحصر والدهن

Tanya: Batalkah jika dalam sholat, jari menggaruk-garuk bagian tubuh yang gatal? 
Jawab: Dan tidak batal shalat akibat gerakan-gerakan ringan meskipun banyak dan berulang-ulang namun hukumnya makruh seperti gerakan jari atau jemari saat menggaruk dengan syarat telapak tangannya tetap (tidak ikut bergerak) atau gerakan pelupuk mata, bibir, zakar atau lisannya karena kesemuanya masih mengikuti (menempel dengan tidak bergerak) pada tempat pokoknya yang diam dan kokoh seperti halnya jari-jemari (Fath al-Mu’in I/215-216).
 وخرج بالثقيل الخفيف كما قال ( لا بحركات خفيفة ) فلا بطلان بذلك ما لم يكن على وجه اللعب فإن كان كذلك بطلت الصلاة ( كتحريك أصابع ) في سبحة بلا تحريك الكف ( أو جفن ) أو لسان أو شفتين أو ذكر أو أنثيين Nihaayah az-Zain I/91

Tanya: Bagaimana iqamah shalat jamaah yang hanya ada satu lelaki dan calon makmum semuanya wanita? apakah wanita yang melakukan iqamah? 
Jawab: Iqomah itu sunnah dilakukan tiap akan melakukan shalat meski sendirian. Iqomah oleh wanita sunnah untuk dirinya dan untuk jama'ah wanita. Jadi dalam kasus di atas, yang sunnah mengucapkan iqomah imam lelaki itu, bukan wanitanya. (ويقيم لكل) من الصلوات التي والاها سواء كانت قضاء أو أداء كما تقدّم ولا يصح الأذان من امرأة وخنثى لرجال أو خناثى ولو محارم. (و) إنما تسنّ (إقامة لأنثى) لنفسها ولجماعة النساء لا للذكور ولا للخناثى، لكن لو أذنت لجماعة النساء بلا رفع صوت لم يحرم ولم يكره وكذا لو أذنت لنفسها وكان الأذان ذكراً لله تعالى، فإن رفعت صوتها فوق ما تسمع صواحباتها حرم على الصحيح، ومثلها في ذلك الخنثى، فلا يقيم إلا لنفسه أو لجماعة النساء، لا للذكور ولا لجماعة الخناثى لاحتمال أنوثته وذكورتهم.

Tanya: Bagaimana jika kita bermakmum pada imam yang bacaannya kurang fasih? 
Jawab: Diperinci, SAH jika bacaan imam hanya mengulang-ulang huruf atau makhraj-nya huruf serupa dengan huruf lain(kurang fasih). Namun apabila kesalahannya fatal sampai merubah huruf,atau makna maka bermakmum kepadanya tidak sah. Catatan: Praktek di atas jika sang imam telah belajar ilmu Tajwîd (tidak ceroboh).
 الفتاوى الفقهية الكبرى الجزء 1 صحـ : 143 مكتبة الإسلامية ( وَسُئِلَ ) نَفَعَ اللَّهُ بِهِ عَمَّنْ تَعَلَّمَ الْفَاتِحَةَ وَفِي حَرْفٍ مِنْهَا خَلَلٌ لِثِقَلٍ فِي اللِّسَانِ هَلْ تُجْزِيْهِ صَلاَتُهُ أَوْ لاَ وَهَلْ يَجِبُ التَّعَلُّمُ فِي جَمِيعِ عُمْرِهِ أَوْ لاَ وَهَلْ تَصِحُّ الْجُمُعَةُ إذَا لَمْ يَكْمُلِ الْعَدَدُ إلاَ بِهِ مَثَلاً أَوْ لاَ ( فَأَجَابَ ) بِقَوْلِهِ إنْ كَانَ ذَلِكَ الْخَلَلُ نَحْوَ فَأْفَأَةٍ بِأَنْ صَارَ يُكَرِّرُ الْحَرْفَ صَحَّتْ صَلاَتُهُ وَالْقُدْوَةُ بِهِ لَكِنَّهَا مَكْرُوهَةٌ وَتَكْمُلُ الْجُمُعَةُ بِهِ وَلاَ يَلْزَمُهُ التَّعَلُّمُ وَإِنْ كَانَ لُثْغَةً فَإِنْ كَانَتْ يَسِيرَةً بِحَيْثُ يَخْرُجُ الْحَرْفُ صَافِيًا وَإِنَّمَا فِيهِ شَوْبُ اشْتِبَاهٍ بِغَيْرِهِ فَهَذَا أَيْضًا تَصِحُّ صَلاَتُهُ وَإِمَامَتُهُ وَتَكْمُلُ الْجُمُعَةُ بِهِ وَلاَ يَلْزَمُهُ التَّعَلُّمُ وَإِنْ كَانَ لُثْغَةً حَقِيقِيَّةً بِأَنْ كَانَ يُبْدِلُ الْحَرْفَ بِغَيْرِهِ فَتَصِحُّ صَلاَتُهُ لاَ الْقُدْوَةُ بِهِ إلاَ لِمَنْ هُوَ مِثْلُهُ بِأَنِ اتَّفَقَا فِي الْحَرْفِ الْمُبْدَلِ وَإِنْ اخْتَلَفَا فِي الْبَدَلِ فَلَوْ كَانَ كُلٌّ مِنْهُمَا يُبْدِلُ الرَّاءَ لَكِنَّ أَحَدَهُمَا يُبْدِلُهَا لاَمًا وَاْلآخَرُ عَيْنًا صَحَّ اقْتِدَاءُ أَحَدِهِمَا بِاْلآخَرِ وَإِنْ كَانَ أَحَدُهُمَا يُبْدِلُ الرَّاءَ وَاْلآخَرُ يُبْدِلُ السِّينَ لَمْ يَصِحَّ اقْتِدَاءُ أَحَدِهِمَا بِاْلآخَرِ هَذَا فِي غَيْرِ الْجُمُعَةِ - إلى أن قال - عِبَارَةُ الشَّرْحِ الْمَذْكُوْرِ وَمَنْ كَانَ بِلِسَانِهِ خَلَلٌ فِي الْفَاتِحَةِ مَثَلاً فَمَتَى رَجَى زَوَالَهُ عَادَةً لِتَعَلُّمٍ لَزِمَهُ وَإِنْ طَالَ الزَّمَنُ وَمَتَى لَمْ يَرْجُهُ كَذَلِكَ لَمْ يَلْزَمْهُ اهـ
Jika makmumnya lebih fasih dari pada imamnya maka tidak sah makmum pada imam yang tidak fasih. Ta`bir permasalahan ini ada dalam bughyah.
 (مسألة: ش): لا يصح اقتداء من يقرأ الفاتحة، وإن أخلّ ببعض حروفها، كأن يبدل السين تاء بمن لا يعرف الفاتحة أصلاً، بل يأتي ببدلها من قرآن أو ذكر ويجوز عكسه اهـ. [فائدة]: لا يصح اقتداء قارىء بأمي، وهو من يخلّ بحرف من الفاتحة فخرج التشهد، فيصح اقتداء القارىء فيه بالأمي، وإن لم يحسنه من أصله، كما في النهاية والشوبري اهـ بجيرمي، ومثل التشهد التكبير والسلام إذ لا إعجاز في ذلك، لكن محله إن أتى ببدله من ذكر أو دعاء، فإن أخلّ بحرف من أحد الثلاثة فحكمه حكم الأمي اهـ باسودان
Bila makmum mengetahuinya setelah rampung shalat maka wajib mengulang shalatnya kalau mengetahuinya ditengah-tengah shalat maka ia wajib memutus shalatnya dan memulai lagi
 ( ولو اقتدى بمن ظنه أهلا ) للإمامة ( فبان خلافه ) كأن ظنه قارئا أو غير مأموم أو رجلا أو عاقلا فبان أميا أو مأموما أو امرأة أو مجنونا أعاد الصلاة وجوبا لتقصيره بترك البحث في ذلك ( قوله أعاد ) أي المقتدي وهو جواب لو ومحل الإعادة إن بان بعد الفراغ من الصلاة فإن بان في أثنائها وجب استئنافها
Bila ia (seorang laki-laki) bermakmum pada imam yang menurut prasangkanya ahli/mahir untuk menjadi imam tetapi kenyataannya berbeda seperti ia menyangka imamnya Qaari’ (ahli baca alQuran) atau bukan berstatus makmum atau laki-laki, atau berakal tapi kenyataannya imamnya UMMI (tidak fashih baca alquran) atau berstatus makmum pada orang lain atau perempuan atau gila maka ia wajib mengulang shalatnya karena sembrononya dalam rangka tidak mau meneliti imamnya terlebih dahulu sebelum shalat.n(keterangan maka ia wajib mengulang) bila kejelasan kenyataan imamnya setelah ia rampung shalat tapi bila kejelasannya ditengah-tengah shalat maka ia wajib memutuskan shalatnya dan memulainya dari awal lagi (I’aanah at-Thoolibiin II/52).
Dan TIDAK SAH seorang Qori' bermakmum pada seorang yang Umi, yaitu orang yang merusak bacaan fatihahnya, atau SEBAGIAN dari fatihah itu, meski hanya satu huruf, baik karena tidak bisa membaca secara keseluruhannya atau tidak sesuai makhrojnya, atau tasydidnya, sekalipun hal itu dikarenakan ia sudah tidak mungkin untuk belajar, dan makmum tidak mengerti akan keadaannya. SAH bermakmum kepada Imam yang disangka Ummi, kecuali jk ketika sholat jahriyah Imam tersebut gak mengeraskan Bacaannya, untuk itu wajib MUFAROQOH, jika ia meneruskan sholatnya bersama Imam tersebut dalam keadaan tidak tahu sampai Salam, maka ia wajib mengulang solatnya, jika sampai salam tidak jelas apakah dia QOri' (Ust. Masaji Antoro dan Mbah jenggot)

Tanya: Ada bapak-bapak yang telat datang ke musholla, shalat baru saja dimulai. Dalam musholla Jama'ahnya kebetulan penuh, Si bapak nggak ada jalan untuk bergabung ke shof laki-laki (padahal beliau ingin sholat berjama'ah). Tempat longgar cuma teras musholla yang otomatis di belakang jama'ah ibu-ibu. Apakah sah sholat bapak tersebut jika terpaksa berada dibelakang makmum perempuan ? 
Jawab: Dalam kasus diatas berikut solusi yang ditawarkan oleh ulama fiqh : 1. Bapak-bapak tetap shalat berada di emper mushalla di belakang jamaah wanita (ibarah Abal Fatum) 2. Wanita bergeser ke belakang dengan tidak menimbulkan hal yang dapat membatalkan shalat (gerakan tiga kali berturut-turut), bapaknya maju ke depan, pendapat ini yang dipilih oleh Imam Ali Syibra malisy
 ( قوله ولا يؤخر الصبيان للبالغين ) أي إذا حضر الصبيان أولا وسبقوا إلى الصف الأول ثم حضر البالغون فلا ينحى الصبيان لأجلهم لأنهم حينئذ أحق به منهم ( وقوله لاتحاد جنسهم ) أي أن جنس الصبيان والبالغين واحد وهو الذكورية وأفهم التعليل المذكور أن النساء لو سبقن للصف الأول ثم حضر غيرهن يؤخرن لأجله وذلك لعدم اتحاد الجنس وانظر إذا أحرمن ثم بعده حضر غيرهن هل يؤخرن بعد الإحرام أو لا ثم رأيت ع ش استقرب الأول وقال حيث لم يترب على تأخرهن أفعال مبطلة
(Keterangan dan tidak diundurkan anak-anak karena kedatangan orang-orang dewasa) artinya bila anak-anak datang pertama dan menempati shaf awal kemudian datang orang-orang dewasa maka tempat anak-anak tidak boleh digeser karena kedatangan mereka lebih awal, shaf depan lebih berhak mereka miliki. (Keterangan karena sesama jenis) artinya kelamin anak-anak dan orang-orang dewasa tersebut sama yakni lelaki, dari sini dapat difahami para wanita bila berada dishaf awal kemudian datang jamaah lainya, jamah wanita tersebut bisa digeser karena alasan lain jenis,.
Bagaima bila wanita-wanita tersebut telah takbiratul ihram kemudian jamah lainnya datang, apakah mereka juga digeser kebelakang setelah menjalani takbiiratul ihram atau tidak perlu ? Menurut ‘Ali Syibra malisy cenderung memilih opsi pertama (bergeser kebelaknag) asalkan bergesernya tidak disertai menjalankan hal-hal yang membatalkan shalat (I’aanah at-Thaalibiin II/25 oleh Ust. Masaji Antoro PISS KTB)

Tanya: Bagaimana menyusun baris shaf sholat berjamaah yang benar? 
Jawab: Posisi kaki makmum dalam shalat yang sesuai dengan kesunahan adalah mensejajarkan dengan rapat sekiranya tidak memungkinkan bagi orang lain untuk melewatinya atau berdiri di antaranya, tanpa berlebihan hingga menginjak kaki makmum lain di sampingnya bahkan dikategorikan haram, karena mengganggu dan menyakiti orang lain apalagi sedang shalat.
Posisi makmum satu orang laki-laki, disunnahkan disamping belakang kanan imam sekiranya jemari kakinya tidak sejajar dengan tumit imam. Jika makmum perempuan, maka persis dibelakang imam dengan sedikit mundur walaupun lebih dari 3 dzira’.
فتح الباري لابن حجر – (ج 3 / ص 77) بَاب إِلْزَاقِ الْمَنْكِبِ بِالْمَنْكِبِ وَالْقَدَمِ بِالْقَدَمِ فِي الصَّفِّ وَقَالَ النُّعْمَانُ بْنُ بَشِيرٍ رَأَيْتُ الرَّجُلَ مِنَّا يُلْزِقُ كَعْبَهُ بِكَعْبِ صَاحِبِهِ قَوْلُهُ : ( بَاب إِلْزَاق الْمَنْكِب بِالْمَنْكِبِ وَالْقَدَمِ بِالْقَدَمِ فِي الصَّفِّ ) الْمُرَاد بِذَلِكَ الْمُبَالَغَة فِي تَعْدِيلِ الصَّفّ وَسَدِّ خَلَلِهِ ، وَقَدْ وَرَدَ الْأَمْرُ بِسَدِّ خَلَل اَلصَّفّ وَالتَّرْغِيب فِيهِ فِي أَحَادِيثَ كَثِيرَةٍ أَجْمَعُهَا حَدِيث اِبْن عُمَر عِنْدَ أَبِي دَاوُد وَصَحَّحَهُ اِبْن خُزَيْمَةَ وَالْحَاكِمُ وَلَفْظُهُ ” أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ – صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ – قَالَ : أَقِيمُوا الصُّفُوف وَحَاذُوا بَيْنَ الْمَنَاكِبِ وَسُدُّوا الْخَلَل وَلَا تَذَرُوا فُرُجَات لِلشَّيْطَانِ ، وَمَنْ وَصَلَ صَفًا وَصَلَهُ اَللَّهُ ، وَمَنْ قَطَعَ صَفًّا قَطَعَهُ اللَّهُ ” . قَوْلُهُ : ( وَقَالَ النُّعْمَان بْن بَشِير ) هَذَا طَرَفٌ مِنْ حَدِيثٍ أَخْرَجَهُ أَبُو دَاوُدَ وَصَحَّحَهُ اِبْن خُزَيْمَةَ مِنْ رِوَايَةِ أَبِي الْقَاسِم الْجَدَلِيِّ وَاسْمُهُ حُسَيْن بْن الْحَارِث قَالَ ” اَلنُّعْمَان بْن بَشِير يَقُولُ : أَقْبَلَ رَسُولُ اللَّهِ – صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ – عَلَى النَّاسِ بِوَجْهِهِ فَقَالَ : أَقِيمُوا صُفُوفكُمْ ثَلَاثًا ، وَاَللَّهِ لَتُقِيمُنَّ صُفُوفكُمْ أَوْ لَيُخَالِفَنَّ اَللَّهُ بَيْنَ قُلُوبِكُمْ . قَالَ : فَلَقَدْ رَأَيْت الرَّجُلَ مِنَّا يَلْزَقُ مَنْكِبه بِمَنْكِبِ صَاحِبِهِ وَكَعْبَهُ بِكَعْبِهِ ” وَاسْتَدَلَّ بِحَدِيثِ النُّعْمَان هَذَا عَلَى أَنَّ الْمُرَادَ بِالْكَعْبِ فِي آيَةِ الْوُضُوءِ الْعَظْم النَّاتِئ فِي جَانِبَيْ الرِّجْلِ – وَهُوَ عِنْدَ مُلْتَقَى السَّاقِ وَالْقَدَمِ – وَهُوَ الَّذِي يُمْكِنُ أَنْ يَلْزَقَ بِاَلَّذِي بِجَنْبِهِ ، خِلَافًا لِمَنْ ذَهَبَ أَنَّ الْمُرَادَ بِالْكَعْبِ مُؤَخَّر الْقَدَم ، وَهُوَ قَوْلٌ شَاذٌّ يُنْسَبُ إِلَى بَعْضِ الْحَنَفِيَّةِ وَلَمْ يُثْبِتْهُ مُحَقِّقُوهُمْ وَأَثْبَتَهُ بَعْضهمْ فِي مَسْأَلَةِ الْحَجِّ لَا الْوُضُوء ، وَأَنْكَرَ الْأَصْمَعِيّ قَوْل مَنْ زَعَمَ أَنَّ الْكَعْبَ فِي ظَهْر الْقَدَم فيض القدير – (ج 4 / ص 7) - (راصوا الصفوف) أي تلاصقوا وضاموا أكتافكم بعضها إلى بعض حتى لا يكون بينكم فرجة تسع واقفا أو يلج فيها مار (فإن الشيطان يقوم في الخلل) الذي بين الصفوف ليشوش صلاتكم ويقطعها عليكم. قال القاضي : والرص ضم الشئ إلى الشئ. قال الله تعالى : * (كأنهم بنيان مرصوص) * فالتراص في الصفوف هو التداني والتقارب يقال رص البناء إذا ضم بعضه إلى بعض. (حم عن أنس) قال الهيثمي : رجاله موثقون اه. ومن ثم رمز المصنف لصحته. 4375 – (راصوا صفوفكم) أي صلوها بتواصل المناكب (وقاربوا بينها) بحيث لا يسع بين كل صفين صف آخر حتى لا يقدر الشيطان أن يمر بين أيديكم ويصير تقارب أشباحكم سببا لتعاضد أرواحكم (وحاذوا بالأعناق) (1) بأن يكون عنق كل منكم على سمت عنق الآخر يقال حذوت النعل بالنعل إذا حاذيته به وحذاء الشئ إزاؤه يعني لا يرتفع بعضكم على بعض ولا عبرة بالأعناق أنفسها إذ ليس على الطويل ولا له أن ينحني حتى يحاذي عنقه عنق القصير الذي بجنبه ، ذكره القاضي. وظاهر صنيع المصنف أن هذا هو الحديث بتمامه والأمر بخلافه بل بقيته : فوالذي نفسي بيده إني لأرى الشيطان يدخل من خلال الصف كأنها الحذف بحاء مهملة وذال معجمة ، ووهم من قال بمعجمتين غنم سود صغار فكأن الشيطان يتصغر حتى يدخل في تضاعيف الصف قال الزمخشري : سميت به لأنها محذوفة عن المقدار الطويل. (ن عن أنس) رمز المصنف لصحته ، وظاهر اقتصاره على النسائي أنه تفرد بإخراجه عن الستة وإلا لذكره كعادته وليس كذلك فقد رواه أبو داود في الصلاة باللفظ المزبور. 27) (وندب وقوف ذكر) ولو صبيا لم يحضر غيره، (عن يمين الامام) وإلا سن له تحويله – للاتباع – (متأخر) عنه (قليلا)، بأن تتأخر أصابعه عن عقب إمامه. وخرج بالذكر الانثى، فتقف خلفه، مع مزيد تأخر. إعانة الطالبين – (ج 2 / ص 27) (قوله: وندب وقوف ذكر) التعبير بالوقوف هنا وفيما سيأتي للغالب، فلو لم يصل واقفا كان الحكم كذلك. (قوله: لم يخضر غيره) خرج به ما إذا حضر غيره معه إلى الصف، فيندب لهما الوقوف معا خلفه. وسيصرح به. (قوله: عن يمين الامام) متعلق بوقوف. قال الكردي: رأيت في شرح البخاري للقسطلاني ما نصه: وقال أحمد: من وقف على يسار الامام بطلت صلاته. (قوله: وإلا سن) أي وإن لم يقف على يمينه بأن وقف على يساره، سن للامام تحويله من غير فعل كثير. وعبارة المغنى: فإن وقف عن يساره أو خلفه سن له أن يندار مع اجتناب الافعال الكثيرة، فإن لم يفعل، قال في المجموع: سن للامام تحويله. اه. وقال سم: فإن خالف ذلك كره، وفاتته فضيلة الجماعة. كما أفتى به شيخنا الرملي. اه. وقوله: للاتباع دليل لندب وقوف الذكر عن يمينه، ولندب التحويل. وذلك ما رواه الشيخان عن ابن عباس رضي الله عنهما قال: بت عند خالتي ميمونة، فقام النبي (ص) يصلي من الليل، فقمت عن يساره، فأخذ برأسي فحولني عن يمينه. قال في النهاية: ويؤخذ منه أنه لو فعل أحد من المقتدين خلاف السنة استحب للامام إرشاده إليها بيده أو غيرها، إن وثق منه بالامتثال. ولا يبعد أن يكون المأموم مثله في الارشاد المذكور. اه. (قوله: متأخرا) حال من ذكر، أي حال كونه متأخرا عن الامام، وهو سنة مستقلة. (وقوله: قليلا) صفة لمصدر محذوف، أي تأخر قليلا، وهو سنة أيضا. فهاتان سنتان، فكان الاولى أن يقول: ويسن تأخره عنه، وكونه قليلا. (قوله: بأن تتأخر أصابعه) تصوير للقلة. وهذا هو ما في التحفة. وصوره في الايعاب بخروجه عن المحاذاة، وفي فتح الجواد بأن لا يزيد ما بينهما على ثلاثة أذرع. قال: ويحتمل ضبطه بالعرف. ومحل سنية التأخر هنا، وفيما سيأتي، إذا كان الامام مستورا، فإذا كان عاريا وكان المأموم بصيرا في ضوء وقفا متحاذيين. (قوله: وخرج بالذكر الانثى) أي والخنثى. (قوله: فتقف) أي الانثى. وقوله: خلفه أي الامام. (وقوله: مع مزيد تأخر) ظاهره ولو زاد على ثلاثة أذرع

Tanya: Bisakah menjama' sholat jumat dengan sholat ashar? 
Jawab: Untuk musafir diperbolehkan menjama' sholat zhuhur dengan ashar di waktu yang mana saja (mau jama' taqdim pada zhuhur atw jama' ta-khir pada waktu ashar). Termasuk boleh menjama' sholat jum'at dengan ashar, hanya saja ketentuannya harus dilakukan dengan jama taqdim, tidak bisa dengan jama takhir, sebab solat jumat tidak bisa dikerjakan di luar waktu zhuhur
 وَيَجُوزُ لِلْمُسَافِرِ ) سَفَرَ قَصْرٍ ( أَنْ يَجْمَعَ بَيْنَ ) صَلَاتَيْ ( الظُّهْرِ وَالْعَصْرِ فِي وَقْتِ أَيِّهِمَا شَاءَ ) تَقْدِيمًا وَتَأْخِيرًا ( وَ ) أَنْ يَجْمَعَ ( بَيْنَ ) صَلَاتَيْ ( الْمَغْرِبِ وَالْعِشَاءِ فِي وَقْتِ أَيِّهِمَا شَاءَ ) تَقْدِيمًا وَتَأْخِيرًا .
 albujairomi alaa alkhotib 5/242
 وَالْجُمُعَةُ كَالظُّهْرِ فِي جَمْعِ التَّقْدِيمِ ، وَالْأَفْضَلُ لِسَائِرِ وَقْتِ أُولَى تَأْخِيرٌ وَلِغَيْرِهِ تَقْدِيمٌ لِلِاتِّبَاعِ . الشَّرْحُ قَوْلُهُ : ( وَالْجُمُعَةُ كَالظُّهْرِ فِي جَمْعِ التَّقْدِيمِ ) أَيْ كَأَنْ دَخَلَ الْمُسَافِرُ قَرْيَةً بِطَرِيقِهِ يَوْمَ الْجُمُعَةِ فَالْأَفْضَلُ فِي حَقِّهِ الظُّهْرُ ، لَكِنْ لَوْ صَلَّى الْجُمُعَةَ مَعَهُمْ فَيَجُوزُ لَهُ فِي هَذِهِ الْحَالَةِ أَنْ يَجْمَعَ الْعَصْرَ مَعَهَا تَقْدِيمًا ا ط ف . وَقَوْلُهُ : فِي جَمْعِ التَّقْدِيمِ أَيْ وَيَمْتَنِعُ جَمْعُهَا تَأْخِيرًا لِأَنَّهَا لَا يَتَأَتَّى تَأْخِيرُهَا عَنْ وَقْتِهَا كَمَا فِي شَرْحِ م ر
albujairomi alaa alkhotib 5/247 (PISS KTB)

Tanya: Sahkah sholatnya orang yang dalam membaca fatihah membaca tashil hamzahnya "AN 'AMTA"?
Jawab: Kalau membaca secara Hafs dari 'Ashim (seperti yang umumnya bacaan yang dipakai di Indonesia), maka sholatnya sah, tapi membaca seperti ituharam.
 فرع لو سهل همزة أنعمت أثم ولا تبطل صلاته
(Hasyiyah Aljamal ‘Alal Manhaj II/751) oleh Ust. Masaji Antoro

Tanya: Ada dua orang masbuq dan hanya mendapati tahiyyat akhir imam, Setelah selesai imam salam, makmum tadi berdiri dan yang satu mundur untuk makmum pada masbuq yang satunya. Bagaimana hukumnya hal yang demikian? 
Jawab: boleh melakukan hal yang seperti itu, hanya saja dihukumi makruh
 كأن سلم الامام فقام مسبوق فاقتدى به آخر صحت، أو قام مسبوقون فاقتدى بعضهم ببعض صحت أيضا - على المعتمد - لكن مع الكراهة
"seperti saat imam salam lalu seorang masbuk berdiri dimamumi oleh yang lain (baru datang) maka hukumnya sah, atau (tatkala imam salam) lalu beberapa masbuq bermamum kepada salah saeorang diantara masbuq, maka sholatnya sah, menurut almu'tamad, hanya saja dihukumi makruh (Fathul mu'in 2 hal 42).

Tanya: Ada orang sedang sholat ba'diyah Isya, kemudian dari belakang ditepuk oleh seseorang untuk menjadi makmum sholat isya. Bagaimana nih? 
Jawab: Menurut Imam Syafi'i tidak disyaratkan derajat sholat imam harus sama jenisnya (seperti sholat adaa' dan Qodhoo') juga tidak tidak disyaratkan harus sama derajatnya (seperti imam sholat sunnah sedang makmum sholat wajib) asalkan nizhom/ urutannya sholat sama, maka diperkenankan sholat berjamaah, (yang nizhomnya tidak sama itu contohnya seperti imam sholat janazah sedang makmum sholat dhuhur misalnya).
Berbeda dengan Imam Madzhab lain (Hanafi, maliki dan Hambali) yang memang di syaratkan derajat sholat imam tidak boleh lebih rendah ketimbang sholatnya makmum (Fiqh Alaa madzaahib Al-Arba'ah)

Tanya: Batalkah sholat wanita yang ketika sholat (misal pas takbir) tiba-tiba terlihat lengannya, demikian juga dengan paha pria yang waktu sujud tiba-tiba terlihat (karena pakai sarung)?
Jawab: Kalau memang terlihatnya dari arah atas dan sisinya maka BATAL bila terlihat dari arah bawahnya TIDAK BATAL
 ويجب ستر العورة من أعلاها وجوانبها لا من أسفلها ولو كان المصلي امرأة فلو رؤيت عورته من جيبه أي طوق قميصه لسعته في ركوعه أو غيره ضر
Diwajibkan menutup aurat dari sebelah atas dan sebelah sisi-sisinya (kana, kiri, depan belakang), tidak dari sebelah bawahnya sehingga apabila ada orang sholat bila auratnya terlihat dari kerah atau lengan baju nya yang lebar maka sholatnya batal (Al-Iqnaa’ Li Assyarbiiny I/124).

Tanya: Bagaimana hukum sholat di tingkat dua sebuah masjid, sedangkan antara lantai pertama dan ke dua ada tangga tetapi berada di luar masjid? 
Jawab: hukumnya tidak sah, kecuali ujung tangga yang bawah berada dalam masjid atau ada lobang yang tembus dengan lantai bawah dan orang yang berjamaah berdiri di tepi lubang tersebut.
 ( وَإِذَا جَمَعَهُمَا مَسْجِدٌ ) وَمِنْهُ جِدَارُهُ وَرَحْبَتُهُ وَهِيَ مَا حُجِرَ عَلَيْهِ لِأَجْلِهِ ، وَإِنْ كَانَ بَيْنَهُمَا طَرِيقٌ مَا لَمْ يَتَيَقَّنْ حُدُوثَهَا بَعْدَهُ وَأَنَّهَا غَيْرُ مَسْجِدٍ ، وَمَنَارَتُهُ الَّتِي بَابُهَا فِيهِ أَوْ فِي رَحْبَتِهِ لَا حَرِيمُهُ وَهُوَ مَا يُهَيَّأُ لِإِلْقَاءِ نَحْوِ قُمَامَتِهِ ( صَحَّ الِاقْتِدَاءُ ) إجْمَاعًا ( وَإِنْ بَعُدَتْ الْمَسَافَةُ وَحَالَتْ الْأَبْنِيَةُ ) الَّتِي فِيهِ الْمُتَنَافِذَةُ الْأَبْوَابِ إلَيْهِ أَوْ إلَى سَطْحِهِ كَمَا أَفْهَمهُ كَلَامُ الشَّيْخَيْنِ ( قَوْلُهُ : أَوْ إلَى سَطْحِهِ ) أَيْ ، وَإِنْ خَرَجَ بَعْضُ الْمَمَرِّ عَنْ الْمَسْجِدِ حَيْثُ كَانَ الْبَابُ فِي الْمَسْجِدِ أَيْ أَوْ رَحْبَتِهِ كَمَا هُوَ الْفَرْضُ وَلَمْ تَطُلْ الْمَسَافَةُ عُرْفًا فِيمَا يَظْهَرُ ع ش عِبَارَةُ الرَّشِيدِيِّ قَوْلُهُ أَوْ إلَى سَطْحِهِ أَيْ الَّذِي هُوَ مِنْهُ كَمَا هُوَ ظَاهِرٌ مِمَّا يَأْتِي أَيْ ، وَالصُّورَةُ أَنَّ السَّطْحَ نَافِذٌ إلَى الْمَسْجِدِ أَخْذًا مِنْ شَرْطِ التَّنَافُذِ فَلْيُرَاجَعْ ا هـ . (Tuhfah al-Muhtaaj VIII/169 dan 173)

Tanya: Apa saja rukun sujud tilawah di luar sholat? 
Jawab: Rukun sujud Tilawah (di luar sholat) sujud syukur ada lima (Madzahib al arba'ah I/442) :
1. Niat dengan lisan
2. Takbirotul Ikhrom
3. Sujud satu kali
4. Duduk setelah sujud
5. Salam
Sedangkan bacaan pada waktu sujud adalah, "Allohumma ktubli biha 'indaka ajron, wa j'alhali 'indaka dzahron, wa dhi' anni biha wizron, waqbalha minni kama qabiltaha min 'abdika Dauda alihissalam " (Bughyah Mustarsyidin 59) .

Tanya: Makmum tidak mengetahui kalau sang imam ternyata menginjak kotoran cicak yang najis. Bagaimana sholatnya imam dan makmum tersebut, sah atau tidak? 
Jawab: Adapun jika imamnya terkena najis.dan sholat dengan najis,serta makmum tidak tahu. Dan mengatahuinya setelah salam maka hukumnya sama seperti Imam yang berhadats
(فرع) لو كان علي ثوب الامام أو بدنه نجاسة غير معفو عنها لم يعلم بها المأموم حتى فرغ من الصلاة قال البغوي والمتولي وغيرهما هو كما لو بان محدثا
Jadi dalam kasus di atas
1. Sholat Imam tidak Sah
2.Sholat Makmum yang tidak tahu ada najis pada badan Imamnya, dan baru tahu setelah salam, sholatnya sah.
Sedang jika ia sudah tahu sebelum salam, dan meneruskan sholatnya tanpa niat mufaaraqah, maka sholat si Makmum ini batal dan wajib diulang (Kang Didin dalam PISS KTB)
    demikian

Adv 1
Share this article :

Komentar baru tidak diizinkan.
 
Musholla RAPI, Gg. Merah Putih (Sebelah utara Taman Budaya Kudus eks. Kawedanan Cendono) Jl. Raya Kudus Colo Km. 5 Bae Krajan, Bae, Kudus, Jawa Tengah, Indonesia. Copyright © 2011. Musholla RAPI Online adalah portal dakwah Musholla RAPI yang mengkopi paste ilmu dari para ulama dan sahabat berkompeten
Dikelola oleh Remaja Musholla RAPI | Email mushollarapi@gmail.com | Powered by Blogger