TOKYO: Lebih dari 1.000 orang diyakini tewas dalam gempa besar dan Tsunami yang melanda sejumlah besar daerah pesisir Pasifik Jepang utara, kata kantor berita Kyodo, hari ini.
Berita Kyodo itu diturunkan ketika laporan-laporan terbaru mengenai korban bermunculan dari daerah pantai timur pulau Honshu, Jepang utara, yang terserang parah, di mana gelombang air raksasa menghancurkan lebih dari 3.000 rumah.
Badan Kepolisian Nasional Jepang mengatakan 137 orang dipastikan tewas dan 531 orang hilang, sementara polisi di Sendai, Prefektur Miyagi, secara terpisah melaporkan bahwa 200-300 mayat telah ditemukan di kawasan pantai.
Ada kekhawatiran jumlah kematian lebih besar lagi ketika laporan-laporan datang mengenai sebuah kapal dengan 100 penumpang yang terhantam Tsunami, dua kereta api hilang, dan sebuah bendungan jebol yang mengakibatkan rumah-rumah tersapu banjir.
Kementerian Pertahanan mengatakan sekitar 1.800 rumah di Minamisoma, Prefektur Fukushima, hancur, sementara di Sendai pihak berwenang mengatakan 1.200 rumah dihantam tsunami.
Di kota kecil Ofunato ke arah utara lagi, 300 rumah dilaporkan roboh atau tersapu gelombang air.
Lebih dari 180 kebakaran dilaporkan terjadi di dan sekitar Tokyo dan di Iwate, Miyagi, Akita dan Fukushima, kata Kyodo mengutip Badan Penanganan Bencana dan Kebakaran Jepang (www.bisnis.com)
Berita di atas merupakan suatu rentetan bencana yang akhir-akhir ini sedang marak terjadi. Bencana demi bencana mendera bangsa kita dan dunia ini. Mulai dari gempa bumi, tsunami, banjir bandang, tanah longsor, demam berdarah, flu burung, dan lain-lain. Musibah itu menerpa bak cerita komik berjilid-jilid. Bala’ seolah tak kenal kata “stop”. Kita semua kalang kabut.
Walau demikian, sebagai seorang muslim, kita tidak boleh berputus asa. Kita harus berkhusnuzh zhaan terhadap Allah SWT Dengan berpikir positif itu, insya Allah kita mampu menguak hikmahnya. Caranya dengan meneliti tiga kemungkinan berikut.
Pertama, semua bencana itu merupakan ujian Allah. Jika ini benar, maka kita harus bersyukur karena Allah SWT akan meningkatkan derajat bangsa kita di mata-Nya jika lulus dalam ujian itu. Dengan begitu, kita bisa tersungging karena ”naik kelas” di ”sekolah” Allah SWT setelah sabar mengahadapi tes rentetan musibah itu. Kita juga bisa tertawa lepas setelah menerima ”ijazah” dari ”tangan”-Nya di acara ”wisuda”-Nya.
Kita pun memperoleh limpahan rahmat-Nya yang tanpa batas dalam berbagai bentuk. Misalnya, alam yang makin tertata rapi dan subur kembali. Iklim yang bersahabat. Hujan tanpa angin kencang, badai, atau banjir. Kemarau tanpa kekeringan atau kebakaran hutan. Hadirnya pemimpin yang adil yang mampu mewujudkan bangsa dan negara menjadi baldatun thayyibatun wa rabbun ghafuur. Dan sebagainya. Sungguh, nikmat yang tiada tara bila musibah itu semata-mata batu ujian dari Allah SWT Karena, bila kita mampu melewatinya dengan sabar, pasti rahmat-Nya melimpah ruah di Negeri Gemah Ripah Loh Jinawi ini.
Kemungkinan kedua, musibah itu peringatan Allah SWT Jika ini yang benar, kita semua harus segera mawas diri. Apa yang telah kita perbuat sehingga Dia memukulkan ”cambuk kecil”-Nya. Mungkin kita mengaku Islam, namun belum kaaffah (paripurna). Islamnya masih sebatas Islam KTP. Kita harus berani meneliti di mana bercak-bercak diri berada. Kemudian, kita bersihkan dosa-dosa itu dengan amal ubudiyyah yang bernuansa taubatan nashuuha. Insya Allah, Dia yang Maha Pengampun berkenan memberikan ”penghapus”-Nya untuk kita pinjam menghapus noda-noda diri itu.
Yang harus sangat kita khawatirkan adalah jangan-jangan malah kemungkinan ketiga yang terjadi. Musibah yang melimpah itu azab Allah! Wah, kalau ini yang terjadi, maka harus ada akselerasi tobat kepada-Nya. Kita harus terus menerus memohon ampunan-Nya atas dosa yang kita perbuat. Sekecil apapun dosa itu harus kita istighfari setiap hari. Dengan demikian, terciptalah gerakan tobat individual warga yang menasional kepada Allah SWT Syukur-syukur bila ada political will (keinginan secara politis) dari Pemerintah dengan mewajibkan taubatan nashuuha skala nasional di tempat dan pada saat yang sama secara berjamaah. Kemudian, dilanjutkan dengan tobat harian secara pribadi.
Langkah tobat nasional itu sudah harga mati. Kita memang harus mengakui betapa banyak dosa yang telah kita perbuat. Kemudian, kita pun harus menyesali dosa yang kian hari makin menumpuk, menggunung, bahkan melimpah ruah bak air bah di samudra. Wujud penyesalan itu kita tumpahkan dalam bentuk linangan air mata yang tulus di hadapan Allah swt saat qiyaam al lail, salat tahajud, atau salat tobat.
Langkah terakhir dari ritual taubatan nasuha adalah berjanji sepenuh hati tidak akan mengulangi perbuatan dosa itu. Kita berjanji untuk tidak terperosok ke jurang nista yang sama untuk kedua kali. Cukup sampai di sini saja laku kotor itu. Kita berjanji untuk tidak meneruskan tingkah terkutuk yang bikin kita kian terpuruk.
Wujudnya, kita jangan lagi melakukan illegal logging yang membabi buta itu sebab kita manusia. Bukan babi yang buta! Kita pun jangan mendukung, apalagi melakukan dan memperjuangkan pornografi dan pornoaksi di Indonesia yang agamis ini sebab itu bak mempertemukan anjing dan kucing. Kita juga harus antikorupsi sebab korupsi terbukti membangkrutkan negara. Masih banyak lagi kemaksiatan yang harus kita hindari dan ”perangi” setiap hari, baik dengan tangan (kekuasaan), lidah (nasihat), maupun dengan hati. Tentunya, sesuai dengan tingkat kekuasaan yang diamanatkan Allah SWT kepada kita.
Akhirnya, kita memohon kepada Allah SWT agar menerima tobat-total kita semua, baik secara individual maupun nasional, agar kita dapat menuai hikmah dari musibah. Aamiin, aamiin, yaa rabbal ‘aalamiin.
Saiful Arshad via mushollarapi@gmail.com
+ comments + 1 comments
Semoga banyak orang yang mau dan mampu mengambil hikmahnya. http://www.gemabaiturrahman.com/
Posting Komentar