Jl. Kudus Colo Km. 5, Belakang Taman Budaya Bae Krajan, Kudus
Home » , » Adab Dalam Majelis

Adab Dalam Majelis

Majelis Taklim, majelis dzikir dan majelis yang dibaca didalamnya Kalam salaf sholeh adalah tempat Allah Ta’ala menurunkan rahmat dan anwar (cahaya). Disanalah hati-hati menjadi khusyuk dan tenang. Disana pula tempat seorang hamba menimba ilmu dan hikmah yang akan dibawa sebagai bekal di akhirat, menghadap Allah SWT.

Karena begitu mulianya majelis tersebut, maka siapapun yang hadir disana harus memasang niat yang baik, jangan terbesit sedikitpun niat yang kotor. Demikian pula, sangat ditekankan agar mereka beradab di majelis tersebut. Dengan adab atau etika inilah mereka akan mendapatkan asraar (rahasia) dan anwaar yang sempurna dari majelis tersebut. Keberkahan akan meliputi mereka dan ilmu akan masuk pada hati mereka.

Adab atau etika memang harus ada pada setiap acara. Setiap perbuatan dan kelakuan kita, harus senantiasa dihiasi dengan akhlak atau adab yang baik. Sebab adab inilah yang menjadikannya mulia di hadapan Allah.

Beradab kepada Allah, kepada Rasulullah, kepada sahabat dan kepada Auliya serta ulama, harus selalu ada dan tertanam di hati kita. Disini akan kami nukilkan kalam dari salaf kita tentang adab yang harus dipakai dalam suatu majelis.

Dalam suatu rauhah (majelis taklim) yang dihadiri oleh Al-Habib Abdul Bari' bin Syeikh Alaydrus, seorang munsyid membacakan sebuah qoshidah Al-Habib Abdullah bin Alwi Alhaddad. Setelah qoshidah itu
selesai dilantunkan, berkata Al-Habib Abdul Bari' bin Syeikh Alaydrus :

Jika ada seseorang yang asyik berbicara pada saat dilantunkan suatu qosidah yang digubah oleh Salaf, maka hal itu akan berarti dia merasa yakin bahwa dia punya omongan lebih baik dari kalam Salaf. Atau bisa berarti dia menolak kalam tersebut.

Begitu juga jika seseorang asyik berbicara pada saat yang lain lagi membacakan Fatihah atau berdoa, maka hal itu menunjukkan sesungguhnya dia tidak mau mendapatkan pahala dari Fatihah atau doa yang dibacakan itu.

Didalam atsar dikatakan, Jika ada seseorang asyik berbicara ketika yang lainnya sedang membaca Al-Qur'an, maka Allah menyuruh seorang Malaikat dan Malaikat tersebut akan berkata kepada yang lagi asyik berbicara, "Diamlah wahai musuh Allah," sampai ia tidak bicara lagi. Jika ia masih tetap berbicara, Malaikat tadi akan berkata kepadanya, "Diamlah wahai orang yang sungguh dibenci oleh Allah," sampai ia berhenti berbicara. Jika ia masih juga tetap berbicara, Malaikat itu akan berkata kepadanya, "Diamlah wahai orang yang sungguh dilaknat oleh Allah."

Kalam Rasulullah SAW bersesuaian dengan Al-Qur'an. Begitu juga dengan kalam salaf bersesuaian mengikuti kalam Rasulullah SAW. Karena mereka tidaklah berbicara kecuali dengan ijin robbani. Begitulah ilmu tidak akan bisa didapatkan kecuali dengan adab, maka marilah kita menjaga adab dalam majelis.

“Di zaman ini, hanya ada sedikit orang yang menunjukkan adab luhur dalam majelis. Bahkan dalam majelis ilmu sekalipun tidak kalian temukan adab yang sempurna. Sesungguhnya rumah memiliki hak, pemilik rumah memiliki hak, teman duduk memiliki hak, dan hak itu menjadi semakin besar sewaktu duduk di hadapan orang yang berilmu. Kau lihat seseorang membentak saudaranya karena kesalahan yang sangat kecil, seakan-akan ia adalah budaknya. Padahal makhluk itu adalah tanggungan Allah. Kakek mereka adalah Adam dan Adam berasal dari tanah, lalu apa yang akan ia sombongkan!“

“Setiap majelis perlu adab. Rumah perlu adab, makan perlu adab, tuan rumah perlu adab, teman duduk juga perlu adab. Kami sama sekali tidak berminat pada majelis kaum awam, karena majelis itu tidak diselenggarakan dengan adab yang mulia. Jika ada seseorang yang datang mereka berdiri dan bersalaman, atau menghentikan bacaan, padahal orang itu datang tidak lain untuk mendengarkan. Jika datang seorang lelaki yang terpandang mereka bangun dan berkata, “Silahkan, kemari. Dan yang lain berkata, “Silahkan, kemari. Orang yang duduk di sampingmu mengipasimu.“

Gerakan-gerakan mereka dan kegaduhan yang mereka timbulkan menghapus keberkahan majelis. Keberkahan majelis bisa diharapkan apabila yang hadir beradab dan duduk di tempat yang mudah mereka capai. Jadi, keberkahan majelis itu intinya adalah adab. Sedang adab dan pengagungan (ta’dim) letaknya di hati.“

Kadang kala aku memaksakan diri untuk berbicara tentang berbagai hal yang sebenarnya tidak pantas dibicarakan di majelisku; sebenarnya aku sama sekali tidak ingin membicarakannya. Namun, demi mengambil hati orang-orang yang duduk bersamaku, maka kupaksakan diriku untuk berbuat demikian.“

Jika kamu sekalian hadir di suatu majlis dan di majlis itu dihadiri oleh salah seorang sholihin, maka jagalah adab. Dan jadilah kamu seperti orang mati di hadapan orang yang akan memandikannya, agar engkau tidak tercegah dari mendapatkan kebajikan dan berkah.

Diceritakan bahwa suatu saat ada majlis di rumah Al-Habib Hasan bin Sholeh Al-Bahr yang dihadiri oleh para ulama besar dari Alawiyyin seperti Al-Habib Abdullah bin Husin Bin Thohir, Al-Habib Abdullah bin Husin Bilfagih dan Al-Habib Abdullah bin Umar Bin Yahya. Pada saat itu timbul suatu permasalahan ilmiyyah dan fiqhiyyah. Masing-masing orang mengeluarkan pendapatnya sampai terjadi khilaf dan perdebatan di antara mereka. Kecuali Al-Habib Abdullah bin Husin Bilfaqih yang terdiam tidak mengucap satu kalimat pun disebabkan menghormati majlis tersebut.

Setelah selesai majlis dan yang hadir sudah keluar semua, seseorang mendatangi Al-Habib Abdullah bin Husin Bilfaqih sambil mencelanya dan berkata,

"Kenapa anda diam saja di majlis itu sedangkan saat itu terjadi perbincangan mengenai masalah fiqhiyyah dan ilmiyyah?"

Beliau pun menjawab,

"Sesungguhnya di majlis tadi tercurahkan asraar, anwaar dan istimdaad (anugerah-anugerah), khairaat (kebaikan) dan barokaat (keberkahan), bukanlah suatu majlis khilafiyah dan perdebatan. Kalau engkau ingin tahu pendapatku tentang masalah tadi maka berkumpullah kamu sekalian dan akan aku jelaskan dalil-dalil dan ta'lil (hujjah), kesalahan dan kebenaran. Sesungguhnya majlis di tempat Al-Habib Hasan bin Sholeh Al-Bahr tidak sebaiknya engkau men-taqrir suatu masalah (khilafiyah dan perdebatan). Akan tetapi yang baik adalah taaddub (beradab)."

Wahai saudaraku, beradablah ketika mendengarkan pembicaraan. Janganlah sekali- kali kamu hentikan atau dan sangkal ucapan seseorang di hadapan khalayak ramai. Perbuatan itu sangat buruk. Jika temanmu salah, dan kesalahannya tidak membahayakan, maka maafkanlah. Jangan kamu tunjukkan kesalahannya di hadapan orang banyak. Jika ingin menegur kesalahannya, tunggulah hingga tinggal kalian berdua. Jika kesalahannya adalah kesalahan yang wajib dikoreksi di hadapan orang banyak agar tidak mempengaruhi pikiran mereka, maka lakukanlah dengan lemah lembut dan penuh kasih sayang, jangan dengan kasar. Jika teguran itu membuatnya malu, maka itu adalah salahnya sendiri. Dia yang berbuat, (dia harus berani menanggung akibatnya)".

Jika kamu seorang pemimpin dan pemuka masyarakat, bicaralah dengan lemah lembut, tenagkanlah nafs-mu, jauhilah sikap ‘ujub dan tajjabur (sombong). Sebab, sikap itu akan memadamkan cahaya dan kilauan ilmumu. Jika kamu ingin selalu senang (rohah), memperoleh pujian dan pahala, maka jangan debat lawan bicaramu, dan jangan mengungkit-ungkit kesalahan-kesalahan kaum sholihin. Jika ucapanmu disangkal, tetaplah berteguh hati, jangan mengeluh. Jika kamu temui hal-hal yang tidak kamu sukai, maka tanggunglah perasaan itu dan jangan membalas, karena yang demikian itu adalah sikap orang-orang yang teguh dan suka ber-riyadhoh; sikap kaum sholihin yang kuat. Betapa banyak ucapan yang jawabannya adalah diam.”

Seorang penyair berkata, "Tidak semua ucapan perlu jawaban. Untuk ucapan yang kau benci, diamlah jawabnya"


Sumber: (1) kitab Bahjatun Nufus fi kalam Al-Habib Abdul Bari' bin Syeikh Alaydrus, disusun oleh Al-Habib Muhammad bin Saggaf bin Zain Al-Hadi, hal. 84-85 (2) Kunuzus Sa'adatil Abadiah, Habib Muhsin bin Abdullah Assegaf (3) kitab Memahami Hawa Nafsu, Sayid Muhammad bin Abdullah Alaydrus, hal. 31
Adv 1
Share this article :

Posting Komentar

 
Musholla RAPI, Gg. Merah Putih (Sebelah utara Taman Budaya Kudus eks. Kawedanan Cendono) Jl. Raya Kudus Colo Km. 5 Bae Krajan, Bae, Kudus, Jawa Tengah, Indonesia. Copyright © 2011. Musholla RAPI Online adalah portal dakwah Musholla RAPI yang mengkopi paste ilmu dari para ulama dan sahabat berkompeten
Dikelola oleh Remaja Musholla RAPI | Email mushollarapi@gmail.com | Powered by Blogger