Jl. Kudus Colo Km. 5, Belakang Taman Budaya Bae Krajan, Kudus
Home » » Memahami Bid'ah Hasanah dan Bid'ah Dholalah (1)

Memahami Bid'ah Hasanah dan Bid'ah Dholalah (1)

Jaman sekarang ini, tak jarang kita dengar, terutama dari beberapa kalangan anak muda khususnya mahasiswa ataupun pelajar-pelajar yang mengikuti rohis-rohis maupun kegiatan politik keislaman di sekolahnya, mengucapkan kata-kata bid'ah atau sesat kepada orang-orang yang melakukan kegiatan-kegiatan tertentu seperti membaca surah Yasiin, ziarah kubur, maupun peringatan-peringatan keagaamaan seperti Isra' Mi'raj, Maulid Nabi SAW, Nuzulul Qur'an, Halal Bihalal, dan lain-lain. Sehingga sebagai orang tua, hendaknya kita berhati-hati dengan kegiatan-kegiatan anak-anak kita baik di sekolahnya maupun di kampus sekalipun itu keorganisasian atau kegiatan keagamaan islam. Orang tua tetap harus menjelaskan dan mengawasi anaknya sehingga tidak terpengaruh oleh paham mencaci, membid'ahkan, dan menyesatkan sembarangan semacam itu.

Nabi SAW memperbolehkan kita melakukan Bid’ah hasanah selama hal itu baik dan tidak menentang syariah (Al qur'an dan As Sunnah), sebagaimana sabda beliau SAW berikut ini :

مَنْ سَنَّ فِي الْإِسْلَامِ سُنَّةً حَسَنَةً فَلَهُ أَجْرُهَا وَأَجْرُ مَنْ عَمِلَ بِهَا بَعْدَهُ مِنْ غَيْرِ أَنْ يَنْقُصَ مِنْ أُجُورِهِمْ شَيْءٌ وَمَنْ سَنَّ فِي الْإِسْلَامِ سُنَّةً سَيِّئَةً كَانَ عَلَيْهِ وِزْرُهَا وَوِزْرُ مَنْ عَمِلَ بِهَا مِنْ بَعْدِهِ مِنْ غَيْرِ أَنْ يَنْقُصَ مِنْ أَوْزَارِهِمْ شَيْءٌ
“Barangsiapa membuat buat hal baru yang baik dalam Islam, maka baginya pahalanya dan pahala orang yang mengikutinya dan tak berkurang sedikit pun dari pahalanya, dan barangsiapa membuat buat hal baru yang buruk dalam Islam, maka baginya dosanya dan dosa orang yang mengikutinya dan tak dikurangkan sedikitpun dari dosanya” (Shahih Muslim Bab Zakat dan Bab Al ‘Ilm). Demikian pula diriwayatkan pada Shahih Ibn Khuzaimah, Sunan Baihaqi Alkubra, Sunan Addarimiy, Shahih Ibn Hibban dan banyak lagi). Hadits ini menjelaskan makna Bid’ah Hasanah dan Bid’ah Dhalalah.

Perhatikan hadits beliau SAW, bukankah beliau SAW menganjurkan?, maksudnya bila kalian mempunyai suatu pendapat atau gagasan baru yang membuat kebaikan atas Islam, maka perbuatlah. Alangkah indahnya bimbingan Nabi SAW yang tidak mencekik ummat, beliau SAW tahu bahwa ummatnya bukan hidup untuk 10 atau 100 tahun, tapi ribuan tahun akan berlanjut dan akan muncul kemajuan zaman, modernisasi, kematian ulama, merajalela kemaksiatan, maka tentunya pastilah diperlukan hal - hal yang baru demi menjaga muslimin lebih terjaga dalam kemuliaan. Demikianlah bentuk kesempurnaan agama ini, yang tetap akan bisa dipakai hingga akhir zaman. Dan inilah makna ayat : “Alyauma akmaltu lakum dinukum .. (dst)” “hari ini KU-sempurnakan untuk kalian agama kalian, KU-sempurnakan pula kenikmatan bagi kalian, dan KU-ridhai Islam sebagai agama kalian”. (QS. Al-Maidah : 3). Maksudnya semua ajaran telah sempurna, tak perlu lagi ada pendapat lain demi memperbaiki agama ini, semua hal yang baru selama itu baik sudah masuk dalam kategori syariah dan sudah direstui oleh Allah dan Rasul-Nya, alangkah sempurnanya Islam.

Bila yang dimaksud adalah tidak ada lagi penambahan, maka pendapat itu kurang tepat, karena setelah ayat ini masih ada banyak ayat – ayat lain turun, masalah hutang dan lain-lain. Berkata Para Mufassirin bahwa ayat ini bermakna Makkah Almukarramah sebelumnya selalu masih dimasuki orang musyrik mengikuti hajinya orang muslim, mulai kejadian turunnya ayat ini, maka Musyrikin tidak lagi masuk Masjidil Haram, dan membuat kebiasaan baru yang baik boleh - boleh saja.

Namun tentunya bukan membuat agama baru atau syariat baru yang bertentangan dengan syariah dan sunnah Rasul SAW, atau menghalalkan apa - apa yang sudah diharamkan oleh Rasul SAW atau sebaliknya. Inilah makna hadits beliau SAW : “Barangsiapa yang membuat – buat hal baru yang berupa keburukan...(dst)”, inilah yang disebut Bid’ah Dhalalah.

Beliau SAW telah memahami itu semua, bahwa kelak zaman akan berkembang, maka beliau SAW memperbolehkannya (hal yang baru berupa kebaikan), menganjurkannya dan menyemangati kita untuk memperbuatnya, agar ummat tidak tercekik dengan hal yang ada di zaman kehidupan beliau SAW saja, dan beliau SAW telah pula mengingatkan agar jangan membuat buat hal yang buruk (Bid’ah Dhalalah).

Mengenai pendapat yang mengatakan bahwa hadits ini adalah khusus untuk sedekah saja, maka tentu ini adalah pendapat mereka yang dangkal dalam pemahaman syariah, karena hadits dibatas jelas – jelas tak menyebutkan pembatasan hanya untuk sedekah saja, terbukti dengan perbuatan bid’ah hasanah oleh para Sahabat dan Tabi’in seperti berikut ini:

أَنَّ زَيْدَ بْنَ ثَابِتٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ قَالَ
أَرْسَلَ إِلَيَّ أَبُو بَكْرٍ مَقْتَلَ أَهْلِ الْيَمَامَةِ فَإِذَا عُمَرُ بْنُ الْخَطَّابِ عِنْدَهُ قَالَ أَبُو بَكْرٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ إِنَّ عُمَرَ أَتَانِي فَقَالَ إِنَّ الْقَتْلَ قَدْ اسْتَحَرَّ يَوْمَ الْيَمَامَةِ بِقُرَّاءِ الْقُرْآنِ وَإِنِّي أَخْشَى أَنْ يَسْتَحِرَّ الْقَتْلُ بِالْقُرَّاءِ بِالْمَوَاطِنِ فَيَذْهَبَ كَثِيرٌ مِنْ الْقُرْآنِ وَإِنِّي أَرَى أَنْ تَأْمُرَ بِجَمْعِ الْقُرْآنِ قُلْتُ لِعُمَرَ كَيْفَ تَفْعَلُ شَيْئًا لَمْ يَفْعَلْهُ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ عُمَرُ هَذَا وَاللَّهِ خَيْرٌ فَلَمْ يَزَلْ عُمَرُ يُرَاجِعُنِي حَتَّى شَرَحَ اللَّهُ صَدْرِي لِذَلِكَ وَرَأَيْتُ فِي ذَلِكَ الَّذِي رَأَى عُمَرُ قَالَ زَيْدٌ قَالَ أَبُو بَكْرٍ إِنَّكَ رَجُلٌ شَابٌّ عَاقِلٌ لَا نَتَّهِمُكَ وَقَدْ كُنْتَ تَكْتُبُ الْوَحْيَ لِرَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَتَتَبَّعْ الْقُرْآنَ فَاجْمَعْهُ فَوَاللَّهِ لَوْ كَلَّفُونِي نَقْلَ جَبَلٍ مِنْ الْجِبَالِ مَا كَانَ أَثْقَلَ عَلَيَّ مِمَّا أَمَرَنِي بِهِ مِنْ جَمْعِ الْقُرْآنِ قُلْتُ كَيْفَ تَفْعَلُونَ شَيْئًا لَمْ يَفْعَلْهُ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ هُوَ وَاللَّهِ خَيْرٌ فَلَمْ يَزَلْ أَبُو بَكْرٍ يُرَاجِعُنِي حَتَّى شَرَحَ اللَّهُ صَدْرِي لِلَّذِي شَرَحَ لَهُ صَدْرَ أَبِي بَكْرٍ وَعُمَرَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا فَتَتَبَّعْتُ الْقُرْآنَ أَجْمَعُهُ ...
“Bahwa Sungguh Zeyd bin Tsabit RA berkata : Abubakar RA mengutusku Ketika terjadi pembunuhan besar - besaran atas para sahabat (Ahlul Yamaamah), dan bersamanya Umar bin Khattab RA berkata Abubakar : “Sungguh Umar RA telah datang kepadaku dan melaporkan pembunuhan atas ahlulyamaamah dan ditakutkan pembunuhan akan terus terjadi pada para Ahlulqur’an, lalu ia menyarankan agar Aku (Abubakar Asshiddiq RA) mengumpulkan dan menulis Alqur’an, aku berkata : "Bagaimana aku berbuat suatu hal yang tidak diperbuat oleh Rasulullah??, maka Umar berkata padaku bahwa “Demi Allah ini adalah demi kebaikan dan merupakan kebaikan, dan ia terus meyakinkanku sampai Allah menjernihkan dadaku dan aku setuju dan kini aku sependapat dengan Umar, dan engkau (zeyd) adalah pemuda, cerdas, dan kami tak menuduhmu (kau tak pernah berbuat jahat), kau telah mencatat wahyu, dan sekarang ikutilah dan kumpulkanlah Alqur’an dan tulislah Alqur’an!” berkata Zeyd: “Demi Allah sungguh bagiku diperintah memindahkan sebuah gunung daripada gunung - gunung tidak seberat perintahmu padaku untuk mengumpulkan Alqur’an, bagaimana kalian berdua berbuat sesuatu yang tak diperbuat oleh Rasulullah SAW?”, maka Abubakar RA mengatakannya bahwa hal itu adalah kebaikan, hingga ia pun meyakinkanku sampai Allah menjernihkan dadaku dan aku setuju dan kini aku sependapat dengan mereka berdua dan aku mulai mengumpulkan Alqur’an”. (Shahih Bukhari hadits No.4402 dan 6768).

Bila kita perhatikan konteks diatas Abubakar Asshiddiq RA mengakui dengan ucapannya: “sampai Allah menjernihkan dadaku dan aku setuju dan kini aku sependapat dengan Umar”. Hatinya jernih menerima hal yang baru (bid’ah hasanah) yaitu mengumpulkan Alqur’an, karena sebelumnya Alqur’an belum dikumpulkan menjadi satu buku, tapi terpisah - pisah di hafalan sahabat, ada yang tertulis di kulit onta, di tembok, dihafal dan lain-lain. Ini adalah Bid’ah hasanah, justru mereka RA berdualah yang memulainya.

Kita perhatikan hadits yang dijadikan dalil menafikan (menghilangkan) Bid’ah Hasanah mengenai semua bid’ah adalah kesesatan. Diriwayatkan bahwa Rasul SAW selepas melakukan shalat subuh beliau SAW menghadap kami dan menyampaikan ceramah yang membuat hati berguncang, dan membuat airmata mengalir, maka kami berkata : “Wahai Rasulullah.. seakan-akan ini adalah wasiat untuk perpisahan.., maka beri wasiatlah kami..” maka Rasul SAW bersabda, “Kuwasiatkan kalian untuk bertakwa kepada Allah, mendengarkan dan taatlah walaupun kalian dipimpin oleh seorang Budak Afrika, sungguh diantara kalian yang berumur panjang akan melihat sangat banyak ikhtilaf (perbedaan pendapat), maka berpegang teguhlah pada sunnahku dan sunnah khulafa’urrasyidin yang mereka itu pembawa petunjuk, gigitlah kuat – kuat dengan geraham kalian (suatu kiasan untuk kesungguhan), dan hati - hatilah dengan hal - hal yang baru, sungguh kebanyakan yang Bid’ah (hal baru) itu adalah kesesatan”. (Mustadrak Alasshahihain hadits No.329).

Jelaslah bahwa Rasul SAW menjelaskan pada kita untuk mengikuti sunnah beliau dan sunnah Khulafa’urrasyidin, dan sunnah beliau SAW telah memperbolehkan hal yang baru selama itu baik dan tak melanggar syariah sesuai dengan hadist pertama tadi. Dan sunnah khulafa’urrasyidin adalah anda lihat sendiri bagaimana Abubakar Asshiddiq dan Umar bin Khattab menyetujui bahkan menganjurkan, bahkan memerintahkan hal yang baru, yang tidak dilakukan oleh Rasul SAW yaitu pembukuan Alqur’an, lalu pula selesai penulisannya dimasa Khalifah Utsman bin Affan RA, dengan persetujuan dan kehadiran Ali bin Abi Thalib KW dan seluruh sahabat Radhiyallahu’anhum.

Sempurnalah sudah keempat makhluk termulia di ummat ini, khulafa’urrasyidin melakukan bid’ah hasanah, Abubakar Asshiddiq RA di masa kekhalifahannya memerintahkan pengumpulan Alqur’an, lalu kemudian Umar bin Khattab RA pula dimasa kekhalifahannya memerintahkan tarawih berjamaah dan seraya berkata, “Inilah sebaik - baik Bid’ah!” (Shahih Bukhari hadits No.1906) lalu pula selesai penulisan Alqur’an dimasa Khalifah Utsman bin Affan RA hingga Alqur’an kini dikenal dengan nama “Mushaf Utsmaniy”, dan Ali bin Abi Thalib KW menghadiri dan menyetujui hal itu dan seluruh sahabat Radhiyallahu’anhum.

Demikian pula hal yang dibuat - buat tanpa perintah Rasul SAW adalah dua kali adzan di Shalat Jumat, tidak pernah dilakukan di masa Rasul SAW, tidak dimasa Khalifah Abubakar Asshiddiq RA, tidak pula di masa Umar bin khattab ra dan baru dilakukan di masa Utsman bn Affan RA, dan diteruskan hingga kini (Shahih Bukhari hadits No.873). Seluruh madzhab mengikutinya.

Lalu siapakah yang salah dan tertuduh? Siapakah yang lebih mengerti larangan Bid’ah? Adakah pendapat mengatakan bahwa keempat Khulafa’urrasyidin (sahabat-shabat utama yang telah dijamin Rasul SAW masuk surga) ini tak faham makna Bid’ah? Tentu dengan batasan seperti yang telah disampaikan Rasul SAW dengan tidak melanggar Alqur'an dan Assunnah, lebih-lebih membuat syariat baru ataupun kemusyrikan.


Sebagian besar diambil dari tanya jawab dengan Habib Munzir Al Musawwa
Adv 1
Share this article :

Posting Komentar

 
Musholla RAPI, Gg. Merah Putih (Sebelah utara Taman Budaya Kudus eks. Kawedanan Cendono) Jl. Raya Kudus Colo Km. 5 Bae Krajan, Bae, Kudus, Jawa Tengah, Indonesia. Copyright © 2011. Musholla RAPI Online adalah portal dakwah Musholla RAPI yang mengkopi paste ilmu dari para ulama dan sahabat berkompeten
Dikelola oleh Remaja Musholla RAPI | Email mushollarapi@gmail.com | Powered by Blogger