قال رسول الله صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : مَا الْعَمَلُ، فِي أَيَّامٍ، أَفْضَلَ مِنْهَا، فِي هَذِهِ، قَالُوا، وَلَا الْجِهَادُ، قَالَ: وَلَا الْجِهَادُ، إِلَّا رَجُلٌ خَرَجَ، يُخَاطِرُ بِنَفْسِهِ، وَمَالِهِ، فَلَمْ يَرْجِعْ بِشَيْءٍ
(صحيح البخاري)
“Sabda Rasulullah : Tiada amal dalam hari hari lebih mulia dari hari hari ini (1-10 dzulhijjah), mereka bertanya: tidak juga Jihad fii sabilillah wahai Rasulullah?, Rasul bersabda: tidak juga jihad fi sabilillah kecuali orang yang berjihad dengan dirinya dan semua hartanya, dan tak kembali dg sesuatupun (harta dan nyawanya tak kembali). (Shahih Bukhari).
Limpahan puji kehadirat Allah subhanahu wata'ala yang telah bersumpah dengan kemuliaan 10 hari bulan dzulhijjah.
وَاْلفَجْرِ , وَلَيَالٍ عَشْرٍ ,
Demi waktu fajar, (yaitu waktu Idul Adha yaitu fajar 10 Dzulhijjah), Demi malam malam yang sepuluh, (1-10 dzulhijjah).
وَاشَّفْعِ وَالْوَتْرِ
Demi yang ganjil dan genap, (maksudnya tiada perbedaan antara ganjil dan genapnya kesemuanya 10 malam itu penuh dengan keluhuran), terikatlah kita kepada sabda Nabi kita Muhammad shallallahu 'alaihi wasallam yang baru saja kita baca tadi :
مَا الْعَمَلُ، فِي أَيَّامٍ ، أَفْضَلَ مِنْهَا ، فِي هَذِهِ،
tidak ada suatu amal perbuatan, maksudnya sangat besar ibadah pahalanya itu dilipat gandakan oleh Allah subhanahu wata'ala) selain hari - hari ini, yaitu 10 hari di bulan dzulhijjah mulai tanggal 1 hingga tanggal 10 dzulhijjah.
Dijelaskan oleh Al Imam Hujjatul islam Ibn Hajar dan juga didalam syarah nawawi ala shahih muslim, juga para muhaditsin lainnya kalau amal - amal ibadah di 10 hari ini adalah dilipat gandakaan bukan 10 kali lipat tapi 700 kali lipat. Sekali kau menyebut Alhamdulillah tertulis 700 kali kau menyebutnya, sekali kau bershalawat maka terhitung 700 kali bershalawat kepada Nabi shallallahu 'alaihi wasallam, sekali kau berdoa kepada Allah terhitung 700 kali kau berdoa pada Allah subhanahu wata'ala, inilah rahasia keluhuran namun, dijelaskan oleh Hujjatul islam Al Imam Ibn Hajar Al Asqalaniy didalam kitabnya Fathul Baari bahwa terdapat ikhtilaf akan pemahaman hadits ini karna sebagian hadits merujuk bahwa yang dimaksud hadits ini adalah bukan 10 malam pertama bulan dzulhijjah tetapi hari - hari tasyrik yaitu justru sesudah dzulhijjah, Namun kesimpulan dari dua pendapat ini adalah dari mulai 1 dzulhijjah sampai hari tasyrik berakhir kesemuanya termasuk ke dalam hadits ini dan inilah yang sempurna dari yang memaknai hadits ini yang paling sempurna daripada membijaksana yaitu mengambil kesempurnaan dari keseluruhan yang khilaf hingga dari mulai 1 dzulhijjah sampai berakhirnya hari tasyrik, sudah terlipat gandakan amal pahala kita 700 kali lipat.
Maka kita pun berdoa (sebagaimana doa nabi ) :
اَللَّهُمَّ اجْعَلْ لِّي نُورًا فِي قَلْبِي
“Wahai Allah jadikanlah sanubari kami dipenuhi cahaya, jadikanlah telinga kami dipenuhi cahaya" (maksudnya pendengaran kita selalu menjadi sebab bercahayanya jiwa kita, bukan maksudnya pendengaran atau telinga kita bercahaya), maksudnya apapun yang kita dengar Allah menutup hal - hal yang hina masuk kedalam pemikiran tapi Allah menjadikan hal - hal yang mulia berlipat ganda maknanya. Mendengar satu hadits atau satu ayat maka telinga menyampaikannya kedalam pemikiran, pemikiran memahaminya jauh lebih besar dari yang di sampaikan oleh telinga. Hadirin hadirat, dan juga menjadikan penglihatan kita bercahaya, maksudnya membuat apa yang kita lihat tembok, warna, bentuk kesemuanya mengenalkan kita kepada sang Maha bercahaya menuntun kita dan membuat kita semakin ingat kepada Yang Maha bercahaya “Allah”. Yang Maha Bercahaya dan Maha Menciptakan cahaya, Cahaya Allah bukan menerangi mata, tetapi menerangi jiwa, cahaya Allah tidak bisa dilihat mata namun dilihat jiwa. Hadirin hadirat sebagaimana sabda Nabi Muhammad shallallahu 'alaihi wasallam. Setelah manusia melewati derajat iman ia akan melewat sampai kederajat ihsan,
الْإِحْسَانُ أَنْ تَعْبُدَ اللَّهَ كَأَنَّكَ تَرَاهُ فَإِنْ لَمْ تَكُنْ تَرَاهُ فَإِنَّهُ يَرَاكَ
Al Ihsan Agar kau beribadah seakan kau melihat Allah, jika kau tak melihat Nya maka Dia Melihatmu (Shahih Bukhari) “.
Melihat Allah tentunya bukan dengan bentuk karena bentuk hanya untuk mahkluk, Allah Maha suci dari segala bentuk, namun kewibawaan Nya lah yang telihat oleh sanubari, keindahan terlihat oleh sanubari, cahaya keluhuran terlihat oleh sanubari sehingga semakin sanubari mengenal Allah semakin ia merasa kewibawaan Allah, semakin ia merasa seluruh alam semesta seakan tiada yang ada hanya Allah, walaupun ia, makan, minum, berbicara, bekerja, berumah tangga namun jiwanya tidak mau lepas lagi dari Allah.
Berkata Syekh Al Imam Ahmad al Alawiy mereka berkata mereka manusia melihat kami duduk berbicara diantara mereka padahal jiwa kami ada di puncak puncak tertinggi, selalu bersama keluhuran ilahi, selalu didalam dzikir, selalu didalam ingat kepada Allah selalu di dalam kemuliaan Allah, selalu asyik dalam samudera kerinduan Allah, jiwa seperti inilah yang membuat iblis melarikan diri menjauh sebagaimana terhadap Sayyidina Umar bin Khattab radhiyallahu'anhu dan dikatakan Al Imam Ibn Hajar Al Asqalaniy didalam kitabnya Fathul Baari bahwa ini bukan hanya kepada sayyidina Umar saja tapi terhadap banyak juga para sahabat lainnya.
Diriwayatkan dalam riwayat yang kuat, bahwa ketika syaiton ingin menggoda seseorang yang ingin melakukan shalat maka ia terhalang untuk mendekat kepadanya selalu mundur dan mundur tidak bisa mendekat, dan disebelah orang yang shalat itu ada yang sedang tidur maka ketika ditanyakan kepada syaiton : “kenapa kamu terus mundur maju mundur tidak bisa mendekat pada orang yang shalat?” maka syaiton menjawab : “bukan orang yang shalat yang tidak bisa kudekati, tapi orang yang tidur ini nafasnya membakarku sehingga membuat aku tidak bisa mendekati orang yang sedang shalat itu, si tidur ini penuh dengan makrifah billah jiwanya, nafasnya penuh dengan dzikir dan saat ia tidur ia tidak lupa membaca doa - doa dan dzikir, tidak lepas dari surat/ayat al kursi, tasbih, tahmid, dan tahlil dan diakhiri dengan :
لآاِلَهَ اِلاَّاللهُ وَحْدَهُ لاَشَرِيْكَ لَهُ,لَهُالْمُلْكُ وَلَهُ الْحَمْدُ يُحْيِيْ وَيُمِيْتُ وَهُوَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيْرٌ
Hari- hari yang penuh dengan cahaya keluhuran ini maka bercahayalah, bergemilanglah dengan cahaya keridoan ilahi, terang benderanglah dengan cahaya ketaatan, terang benderanglah dengan dzikir, terang benderanglah dengan sujud, singkirkan dulu dosa - dosa yang sudah niat kau buat nanti waktunya akan datang dan semoga tidak akan pernah datang waktu untuk berbuat dosa, kehabisan waktu untuk terus didalam cahaya luhur dan dengan cahaya luhur ini kau bisa diberi apa yang kau cita - citakan dan lebih dari yang kau cita - citakan.
sebagaimana dikatakan oleh Al Imam Fakhrul wujud Abubakar bin Salim “tinggalkan cita - cita mu jika kalian ingin cita - cita kami, namun setelah kalian mengikuti cara yang benar cahaya yang luhur dari tuntunan sang Nabi yang bercahaya luhur, maka kalian akan lihat cita cita kalian itu berdatangan kepada kalian”. mereka mendapatkan apa yang mereka cita citakan, yang dahulu mereka tinggalkan demi mencapai keridhoan Allah, maka cita citaannya diberikan oleh Allah subhanahu wata'ala . Hal itu di Dunia dan di akhirah, kalau akhirah sudah jangan bicara lagi.
Habib Munzir Al Musawwa
Posting Komentar