“Tiadalah empat orang muslim bersaksi bahwa seorang jenazah itu orang baik, maka Allah masukkan ia ke sorga”, maka kami berkata : Bagaimana jika cuma 3 orang yang bersaksi?, beliau SAW bersabda : “walau tiga”, lalu kami berkata : jika cuma dua?, beliau bersabda : “walau dua”. Lalu kami tak bertanya jika hanya satu” (Shahih Bukhari)
Demikian riwayat Shahih Bukhari, maka riwayat ini teriwayatkan beberapa kali di dalam Shahih Bukhari dengan sighah (ucapan) yang sama. Ketika di masa khalifah Sayyidina Umar bin Khattab ra, saat itu lewatlah jenazah dan para sahabat berkata bahwa “orang ini orang yang baik” maka berkatalah Sayyidina Umar bin Khattab ra memang sepantasnya ia mendapatkan surga. Lalu lewat jenazah kedua, para sahabat berkata “ini orang yang tidak baik” maka berkatalah Sayyidina Umar bin Khattab yaitu “pantas baginya kehinaan neraka”. Para Sahabat bertanya, maka Sayyidina Umar meriwayatkan hadits ini lalu ada tambahannya : “antum syuhada’ullah fil ardh” kalian adalah saksi – saksi Allah di muka bumi. Menunjukkan dari bentuk kemuliaan hadits ini bagaimana eratnya hubungan muslimin – muslimat, satu sama lain menyaksikan kebaikan saudaranya maka itu menjadi dalil yang kuat baginya di hadapan Allah untuk diselamatkan dari kemurkaan Allah. Semakin banyak orang menyaksikan ia berbuat baik di muka bumi maka semakin kuat bahwa ia kelak akan masuk surganya Allah. Demikian hadirin – hadirat dan tentunya cermin terindah dari seindah – indah makhluknya Allah adalah Sayyidina Muhammad SAW.
Senin petang adalah waktu yang mengingatkan kepada wafatnya Sang Nabi SAW sebagaimana riwayat Shahih Bukhari, ketika para sahabat ra yang melewati kemuliaan hari – hari mulia bersama Sang Nabi SAW. Manusia yang paling ramah, manusia yang paling baik, manusia yang paling indah budi pekertinya yang tidak mau menyakiti perasaan orang lain, yang selalu menjaga perasaan teman dan musuhnya ialah Nabiyyuna Muhammad SAW yang wajahnya seindah – indah wajah, yang ketika tersenyum bagaikan “..” demikian riwayat Shahih Muslim. Ketika ditanya bagaimana wajahnya Sang Nabi SAW, lalu dijawab “..” beliau itu bagaikan matahari dan bulan purnama yang dipadukan dari indahnya wajah Nabiyyuna Muhammad SAW. Hingga berkata Sayyidina Anas bin Malik ra, diriwayatkan didalam Shahih Bukhari “ma ra aina mandharan, a’jab min wajhinnabiy SAW” belum pernah ada pemandangan yang lebih menakjubkan dari wajah Nabi Muhammad SAW. Wajah yang paling baik dan ramah, wajah yang dikatakan oleh orang – orang kuffar adalah wajah penyihir yang membuat orang – orang yang melihatnya akan cinta dan mengatakan ia adalah kebenaran. Namun disaksikan pula oleh para kuffar quraisy bahwa musuh – musuh Sang Nabi itu mereka sendiri bersaksi “innahu laysa biwajhin kaddzab” wajah beliau itu bukan wajah pendusta. Tapi mereka itu kufur kepada Sang Nabi SAW.
Senin, 12 Rabiul Awwal juga memperingatkan tentang peristiwa wafatnya beliau SAW yang terjadi pada hari senin, 12 Rabiul Awwal. Dan beliau SAW ini dikebumikan di hari ke-3 setelah wafat beliau yaitu pada hari Kamis, riwayat lainnya pada hari Rabu. Karena menunggu para sahabat yang terus berdatangan maka Imam Ibn Hajar didalam Fathul Baari bisyarah Shahih Bukhari dan beberapa para muhaddits lainnya menukil riwayat yang tsigah bahwa Rasul SAW memang mewasiatkan untuk ditunda pemakaman beliau setelah banyaknya para sahabat yang menyolatkan beliau. Maka disunnahkah apabila yang wafat para ulama atau para shalihin untuk tidak buru – buru menguburkannya karena demikianlah yang diperbuat atas imam seluruh Nabi dan Rasul ialah Sayyidina Muhammad SAW.
Berbeda dengan orang lainnya yang dirisaukan akan membuat jenazahnya rusak atau berubah. Maskudnya berubah menjadi kaku atau menjadi busuk atau lainnya maka sunnah untuk segera dikuburkan, tapi jika diketahui seorang shalihin dengan wajah yang cerah saat wafat atau terlihat keanehan pada jenazah misalnya wangi atau lainnya maka sunnah ditunda sampai beberapa waktu agar orang lain bisa menyalatkannya sebelum dimakamkan.
Dan hari senin itu dikatakan oleh Sayyidina Hasan bin Tsabit di dalam Sirah Ibn Hisyam “adakah hari yang menyedihkan sepanjang masa melebihi hari wafatnya Nabi Muhammad SAW”. Hari yang merenggut jiwa para sahabat, mereka yang selalu dihibur dan dibimbing oleh Sang Nabi. Dikatakan oleh Sayyidina Hasan bin Tsabit di dalam syairnya “laqad ghayyabu hilman wa ‘ilman wa rahamatan, asyiyyatan allauwhu tsaraa Laa yuwassadu.” mereka para sahabat muhajirin dan anshar kehilangan sang pembawa kasih sayang Illahi. “Hilman wa hilman warahmatan” orang yang sangat lembut, orang yang sangat sopan, orang yang menjadi samudera ilmu. Disatu sore itu ketika jasad beliau diturunkan ke dalam bumi, direbahkan tubuh seindah – indah tubuh, dibaringkan tanpa berbantalkan sesuatu kecuali tanah. Berkata Sayyidina Hasan bin Tsabit “para sahabat terlihat berdiri mematung setelah pemakaman Sang Nabi SAW, mereka melihat pusara Sang Nabi SAW dan satu – persatu meninggalkan pusara dan hujan rintik – rintik turun diatas kuburan Sang Nabi SAW. Berkata Hasan bin Tsabit “aku berdiri dengan berdiri yang lama sekali, airmataku terus mengalir dengan derasnya diatas gerimis yang turun, diatas pusara Sang Nabi. Malam pertama kami berpisah dengan Sang Nabi”. Demikian hadirin – hadirat yang dimuliakan Allah.
Ketika sampai kabar kepada Sayyidina Abu Bakar Ashshiddiq ra diriwayatkan didalam Shahih Bukhari bahwa Rasul SAW telah wafat maka beliau datang dengan berpegangan kepada putranya untuk melihat jasad yang telah terbujur lantas ia pun memeluk dan mencium dada Sang Nabi dan menangis “wahai Sang Nabi demi ayahku, demi engkau dan demi ibuku, engkau ini tidak akan pernah lagi merasakan wafat setelah ini” dan beliau menangis di dada Sang Nabi. Hadirin – hadirat, berkata Sayyidina Ali bin Abi Tholib kw ketika memandikan Sang Nabi seraya berkata “kau ini di masa hidupmu wangi dan di masa wafatmu pun wangi wahai Rasul”. Hadirin – hadirat, diriwayatkan didalam Sirah Ibn Hisyam ketika salah seorang sahabat melihat jasad yang telah diturunkan ke dalam liang lahat itu maka ia berkata “aku melemparkan cincinku ke dalam makam lalu aku berkata cincinku terjatuh, maka ia masuk ke makam untuk mengambil cincin tapi bukan untuk mengambil cincin tapi ingin mencium wajah Nabi Muhammad SAW untuk yang terakhir kalinya”. Hingga ia berkata “akulah yang terakhir mencium wajah Rasulullah SAW”.
Diriwayatkan didalam Shahih Bukhari ketika Sayyidina Abu Bakar Ashshiddiq telah melewati hari – harinya sampai pada hari wafatnya seraya berkata kepada putrinya Sayyidatuna Aisyah ummul mukminin “wahai Aisyah Nabi SAW itu wafat hari apa? Maka berkata Aisyah “yaumul itsnain” hari senin. Lalu berkata Abu Bakar Ashshiddiq ra “fa ayyu yaum hadza?” ini hari apa? Maka berkata Aisyah “hari senin wahai Ayah” maka berkata Abu Bakar Ashshiddiq “arju baina hadza” berarti hari ini aku berharap wafat. Demikian riwayat Shahih Bukhari seraya berkata kepada putrinya Aisyah “wahai Aisyah, Rasulullah dikafani dengan berapa kain kafan?” maka Aisyah berkata “3 lembar wahai Ayah. Kita sudah punya 2 yang 1 lagi kotor, kita beli saja yang baru” maka berkata Sayyidina Abu Bakar Ashshiddiq “yang pakaian baru itu lebih berhak adalah orang yang hidup bukan mayyit, aku pilih itu saja dibersihkan”. Demikian sederhana wafatnya Sayyidina Abu Bakar Ashshiddiq yang juga pada hari senin.
Setelah kejadian wafatnya Sang Nabi SAW, Sayyidina Abu Bakar Asshiddiq yang berusaha menenangkan sahabat sehingga para sahabat tenang didalam genggaman bai’at beliau ra. Namun beliau ini orang yang sangat mencintai Sang Nabi dan beliaulah yang mundur memberikan kesempatan kepada Sang Nabi menjadi imam ketika Sang Nabi terlambat beliau mundur kepada posisi sebagai masbuk untuk Rasul SAW maju menjadi imam dan tidak pernah terjadi kecuali perbuatan Abu Bakar Ashshiddiq ra.
Diriwayatkan didalam riwayat yang tsigah bahwa ketika Sayyidina Abu Bakar Ashshiddiq wafat tercium bau hati yang terbakar dari mulutnya. Hati kalau terbakar,bau hangus sedikit tercium dari mulutnya. Ada 2 riwayat, 1 mengatakan itu adalah racun yang dimakannya bersama Rasul SAW mendahului tangan Sang Nabi SAW yaitu didahului oleh Abu Bakar Ashshiddiq, dicoba dulu beracun tidak? ternyata beracun. Rasul SAW berkata “jangan makan ini, makanan ini sudah diberi racun” maka Abu Bakar Ashshiddiq mengeluarkannya sisa makanan dan tertelan sedikit dan itu yang membuatnya sakit dan sakit dan akhirnya wafat dalam keadaan hati yang terbakar hangus yang tercium dari mulutnya. Dan riwayat yang ke-2 mengatakan bahwa hati itu hangus karena rindunya kepada Sang Nabi SAW.
Ketika cinta telah memenuhi jiwa dan berpisah dengan kekasih yang paling berhak dicintai dari seluruh cinta, ialah Sayyidina Muhammad SAW. Maka teriwayatkan putri beliau SAW didalam Shahih Bukhari, Sayyidatuna Fatimahtuzzahra dipanggil oleh Sang Nabi sebelum Sang Nabi wafat “wahai putriku tercinta aku ingin pamit dan meninggalkanmu” maka menangislah Sayyidatuna Fatimahtuzzahra karena Ayahnya pamit lantas ia pun tersenyum. Sayyidatuna Aisyah melihat Fatimah menangis lalu tersenyum, “kenapa wahai putri Rasulillah?” Sayyidatuna Fatimahtuzzahra tidak boleh bicara tapi nanti sampai tiba waktunya. Setelah Nabi SAW wafat lalu ditanya kenapa? Saat itu Rasul membisikkan di telingaku bahwa “aku mau pamit, aku mau wafat wahai Fatimah meninggalkanmu dan wahai Fatimah kau ini orang pertama disisiku yang akan menemuiku setelah aku wafat”. Maka Sayyidatuna Fatimahtuzzahra tersenyum.
Diantara para sahabat, ada yang menyimpan sehelai rambut sebagaimana riwayat Shahih Bukhari. Ditanya “ini rambut siapa?”, sahabat itu berkata “ini sehelai rambutnya Nabi SAW” maka berkatalah para sahabat lainnya “bagiku sehelai rambut ini lebih baik dari dunia dan segala isinya”. Demikian Saudara-saudara yang dimuliakan Allah, para Imam – imam besarpun demikian.
Habib Munzir Al Musawwa
Posting Komentar