Jl. Kudus Colo Km. 5, Belakang Taman Budaya Bae Krajan, Kudus
Home » » Mengapa Kita hasut ?

Mengapa Kita hasut ?

Ketahuilah ! Sesungguhnya hasd adalah buah atau hasil yang timbul dari unek-unek jelek terhadap orang lain, dendam atau kemarahan yang tertahan, la merupakan cabang dari kemarahan, sedangkan marah adalah pangkal dari hasd yang kemudian akan menimbulkan pelbagai kejelekan yang bermacam-macam. Dalam sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Abu Dawud dari Abu Ghurairah Ra. dan Ibn Majah dari Anas, Rasulullah SAW bersabda: “Hasad (dengki) itu dapat menggerogoti amal baik, sebagaimana api memakan kayu bakar “.

Sesungguhnya dengki itu tidak ada kecuali terhadap kenikmatan yang telah diberikan Allah kepada orang lain, sehingga apabila ada orang lain yang mendapat kenikmatan dari Allah Swt., maka orang yang hasd akan berada dalam dua keadaan.

Pertama ia akan benci terhadap kenikmatan yang telah diperoleh orang lain tersebut sambil berharap agar kenikmatan itu segara hilang. Hal yang demikian inilah (benci terhadap nikmat dan suka terhadap hilangnya nikmat) yang disebut hasd atau dengki.

Kedua, ia (orang yang hasd) tidak benci terhadap ada atau hilangnya kenikmatan yang diperoleh orang lain, tapi ia berharap agar ia juga mendapat kenikmatan serupa sebagaimana yang diperoleh oleh orang lain. Hal yang kedua ini disebut Ghibthah, dan terkadang Ghibthah dalam suatu saat disebut berlomba-lomba atau bersaing, maka berlomba-lomba itujuga kadang disebut dengki, sedangkan dengki adalah juga disebut persaingan. Dua istilah yang salah satu maknanya bisa ditaruh pada pada makna istilah yang lain.

Dari dua keadaan tadi, maka yang pertama (berharap hilangnya kenikmatan yang diperoleh orang lain) hukumnya adalah haram dalam segala keadaan kecuali hasd (dengki) terhadap kenikmatan yang diperoleh oleh orang dzolim atau orang kafir, yang mana kenikmatan tersebut digunakan oleh orang-orang kurang ajar tersebut untuk mengobarkan fitnah dan perpecahan, merusak kerukunan dan menyakiti makhluk lain. Kebencianmu terhadap nikmat yang telah diperoleh orang-orang macam ini dan senang terhadap hilangnya kenikmatan mereka, sungguh tidak berbahaya. Karena Sesungguhnya engkau tidak benci dan irihati dari segi nikmat yang mereka peroleh, akan tetapi benci terhadap kelakuan mereka yang menggunakan kenikmatan tersebut hanya sebagai alat berbuat kerusakan di muka bumi. Dan ketika engkau merasa aman akan kerusakan yang mereka perbuat, niscaya engkau tidak merasa susah dengan nikmat yang diperolehnya.

Dasar-dasar hukum keharaman hasd dalam bentuk yang pertama ini adalah dari pelbagai hadits yang kami nukilkan dan juga karena Sesungguhnya dengki pada hakekatnya adalah marah terhadap qodio’ (ketentuan) Allah SWT., yang telah menetapkan dan menentukan tentang kelebihan dan keutamaan sebagian hamba-hambanya terhadap hamba yang lainnya. Dari itulah, maka tidak ada kemaafan dan kelonggaran terhadap orang-orang yang hasd. Adakah kemaksiatan yang melebihi (dosanya) daripada kebencianmu terhadap kegembiraan seorang muslim, sedangkan hal itu (kegembiraan) tidak membahayakanmu? Dalam Al Qur’an Allah SWT mengisyaratkan : “Jika kamu mendapat kenikmatan, niscaya mereka (orang-orang yang hasd) bersedih hati danjika kamu mendapat bencana, niscaya mereka (orang-orang yang hasd) bergembira karenanya.

Kegembiran yang dimaksud di dalam ayat di atas adalah Syamatah (bersuka cita di atas penderitaan orang lain), sedangkan dengki itu tidak bisa dipisahkan artinya dengan Hasd. Sedangkan keadaan yang kedua (tidak benci terhadap ada atau hilangnya kenikmatan yang diperoleh orang lain, tapi ia berharap agar iajuga mendapat kenikmatan serupa sebagaimana yang diperoleh oleh orang lain) atau yang biasajuga disebut dengan istilah Ghibthah atau Munafasah (berlomba-lomba) hukumnya adalah tidak haram, bahkan bisa saja menjadi wajib, sunnah atau mubah. Sekali lagi, kadang-kadang Ghibthah atau Munafasah itu disebut Hasd, atau sebaliknya, Hasd disebut Ghibthah dan Munafasah tergantung kemana arti dari masing-masing istilah itu diarahkan setelah kita mengetahui devinisinya masing-masing.

Munafasah yang diartikan dalam arti yang sesungguhnya; berlomba-lomba, bukan Hasd hukumnya boleh kita lakukan. Sebagaimana Firman Allah SWT. :”Dan untuk yang demikian itu, orang hendaknya berlomba-lomba” QS. Al Muthoffifiin : 26 Dalam Ayat lain Allah juga berfirman :”Berlomba-lombalah kamu kepada mendapatkan ampunan dari Tuhanmu ” QS. Al Hadid : 31.

Sesungguhnya yang disebut berlomba-lomba itu adalah rasa takut akan kehilangan sesuatu, seperti dua orang hamba sahaya yang saling berlomba untuk memberikan pelayanan yang paling sempuma kepada tuannya, karena masing-masing merasa takut kehilangan “tempat” di hadapannya, dan -tentu- yang lebih baik pelayanannya akan mendapatkan “tempat” yang lebih pula (di mata tuannya) melebihi dari yang lainnya. Bagaimana hal tersebut disebut Hasd? sementara Rasulullah SAW Telah bersabda : “Tidak disebut Hasd, kecuali dalam dua hal, yaitu : Orang yang dikaruniai harta oleh Allah Swt. lalu la menguasakan harta itu untuk dihabiskan dalam kebenaran, dan seorang laki-laki yang diberi ilmu oleh Allah Swt. kemudian ia mengamalkan dan mengajarkannya kepada manusia “. Kemudian Rasulullah SAW menafsiri hadits di atas dalam hadits yang diriwayatkan oleh Abi Kabsyah al Anmari. Rasulullah bersabda: “Perumpamaan dari ummat ini adalah seperti empat macam golongan, yaitu : Seorang laki-laki yang dianugrahi Harta dan Ilmu, lalu dia mengamalkan ilmunya pada harta yang dimilikinya, dan seorang yang diberi ilmu tapi tidak diberi harta, Lalu orang ini berkata “Hai Tuhanku ! kalau saja aku mempunyai harta sebagaimana yang dipunyai sifulan, niscaya soya akan beramal dengan hartaku sebagaimana si Fulan beramal (dengan hartanya). Maka kedua laki-laki ini sama-sama mendapat pahala yang sama.”Keinginan yang muncul dari laki-laki kedua ini adalah agar ia mempunya harta sebagaimana laki-laki yang pertama supaya ia bisa beramal sepertinya tanpa ada perasaan senang akan hilanya harta laki-laki pertama.

Kemudian Rasulullah meneruskan sabdanya : “Dan seorang laki-laki yang diberi harta tapi tidak diberi Ilmu, sehingga ia membelanjakan hartanya pada perbnatan-perbnatan maksiat kepa Allah Swt. dan seorang laki-laki yang diberi ilmu dan harta, lalu ia berkata “Kalau saja soya mempunya harta sebagaimana yang dipunyai si Fulan, niscaya soya akan menggunakan harta tersebut untuk berbvat maksiat”, maka keduanya sama-sama dalam mendapatkan dosa.”

Maka Rasulullah mencela laki-laki tersebut dari segi keinginannya dalam perbuatan maksiat, tidak dari segi keinginannya mendapatkan kenikmatan harta sebagaimana si Fulan itu. Oleh sebab itu, mengapa kita hams hasud? Mengapa kita sesama saudara seiman seagama seringkali saling dengki, in hati atau bersaing dengan persaingan yang tidak sehat, persaingan yang bukan didasari keinginan bisa beramal baik sebagaimana orang yang disaingi, tapi kebanyakan dari kita saling bersaing dengan didasari nafsu belaka, bahkan cenderung niat yang mendasari persaingan itu adalah saling menjatuhkan antara satu dan lainnya sekaligus mengharap kejatuhannya. Sedangkan Allah Swt. dengan jelas telah melarang hal itu. Allah Swt. berfirman : “Janganlah engkau saling menghasud, saling memutuskan hubungan, saling bend, dan saling berpaling, jadilah engkau semw hamba Allah yang bersaudara ” Dengan jelas Allah melarang hambanya melakukan penghasudan, pemutusan hubungan kekeluargaan, kebencian saling berpaling antara satu dan lainnya.

Suatu Saat Anas Ra. dan para sahabat sedang duduk bersama Rasulullah, kemudian Rasulullah bersabda “Telah datang kepadamupada saat ini, seorang laki-laki ahli sorga ” Anas bercerita bahwa pada saat itu sedang datang seorang dari sahabat anshar yang sedang membersihkan jenggotnya dari bekas air wudlu sambil menggantungkan sandal pada tangan kanannya, kemudian orang itu mengucapkan salam. Dan pada esok harinya, Rasulullah kembali bersabda seperti itu lagi, ketika sahabat anshar tersebut datang. Begitujuga pada hari ketiga, ketika sahabat itu datang Rasulullah pun kembali bersabda “Telah datang seorang laki-laki ahli sorga” Ketika Rasulullah berdiri, Abdullah bin Amr bin al ‘Ash membuntuti sahabat anshar tersebut seraya berkata “Saya telah mencaci maki ayahku dan saya bersumpah tidak akan masuk ke rumahnya selama tiga hari, kalau saja engkau merasa kasihan terhadapku sehingga aku bisa bermalam dirumahmu selama tiga hari, maka itu akan saya lakukan” Orang anshar tersebut menjawab “Baik, silahkan”, Maka Abdullah bin Amr bin al ‘Ash bermalam di rumah orang tersebut selama tiga hari, selama itu Abdullah bin Amr bin al ‘Ash tidak pemah mendapati orang tersebut melakukan Sholat malam kecuali ia hanya mengetahui bahwa orang tersebut selalu menyebut Allah ketika ia sedang berbalak-balik (berganti pososi) di atas tempat tidumya, dan dia pun tidak melaksanakan sholat sunnah Fajr. Abdullah bin Amr bin al Ash menambahkan “Saya tidak menemuakan ia beramal, hanya saja saya tidak pemah mendengar perkataannya kecuali perkataan yang baik” Setelah selesai bermalam tiga hari di rumah sahabat anshar itu, hampir saja saya meremehkan amalnya. Kemudian saya berkata kepadanya “Hai hamba Allah!, sebenamya antara aku dan orang tuaku tidak terjadi apa-apa, tidak ada kemarahan dan putus hubungan, tapi saya hanya mendengar Rasulullah telah bersabda begini dan begini terhadapmu. Oleh sebab itu, saya ingin meneliti amal baikmu, tapi temyata saya tidak menemukan engkau melakukan amal yang banyak. Lalu apakah gerangan yang membuatmu menjadi demikian (disebut ahli sorga oleh Rasulullah)? Maka sahabat anshar tersebut menjawab “Saya tidak banyak melakukan
amalan selain apa yang pemah engkau saksikan itu” Ketika saya berpaling darinya, maka ia memanggilku dan berkata “Tidaklah amal yang aku lakukan selain apa telah kamu saksikan, hanya saja aku tidak pemah mempunyai tipu muslihat dan kedengkian terhadap seorang pun dari kaum muslimin atas kebaikan yang telah diberikan oleh Allah kepada mereka” Abdullah bin Amr berkata kepadanya “Itulah yang menyebabkanmu menjadi begini (disebut ahli sorga) Dan itulah yang saya tidak bisa melakukannya”.

Dengan hadits yang panjang tadi maka bisa dipahami, betapa meninggalkan kedengkian adalah merupakan amal yang bisa menyamai amal baik atau justru bisa mengalahkan amal-amal yang lain bahkan sebagaimana sahabat anshar tadi disebut ahli sorga oleh Rasulullah karena ia mampu mengendalikan hatinya dari sifat hasd atau dengki. Terus, mengapa kita selalu enjoy saja mengusili kanikmatan-kenikmatan yang diperoleh oleh sesama saudara muslim kita, seolah-olah itu adalah hal yang lumrah dan sah-sah saja? Tidakkah apa yang ada di dalam Al Qur’an dan Hadits itu harus kitajadikan acuan sepanjang kita masing merasa sebagai seorang Muslim dan Mukmin? Ataukah kita betul-betui ingin lari dari kedua petunjuk tadi ? Tentujawabannya ada di benak kita masing masing. Semakin sering kita tidak menghiraukan ajaran-ajaran atau larangan dari kedua petunjuk tadi, maka semakinjauh kita lari dari-Nya. Na ‘udzu billahi min dzalik. Wallahu A’lam.




Ditulis oleh santri Ngaji Ikhya’ di Pesantren Langitan
Adv 1
Share this article :

Posting Komentar

 
Musholla RAPI, Gg. Merah Putih (Sebelah utara Taman Budaya Kudus eks. Kawedanan Cendono) Jl. Raya Kudus Colo Km. 5 Bae Krajan, Bae, Kudus, Jawa Tengah, Indonesia. Copyright © 2011. Musholla RAPI Online adalah portal dakwah Musholla RAPI yang mengkopi paste ilmu dari para ulama dan sahabat berkompeten
Dikelola oleh Remaja Musholla RAPI | Email mushollarapi@gmail.com | Powered by Blogger