Mereka bertanya mana yang lebih baik kita ikuti pemahaman para Sahabat atau pemahaman Imam Mazhab ? Tentulah kita tidak bisa bertemu dengan para Sahabat untuk mengetahui pemahaman mereka. Yang tertinggal pada saat ini adalah lafaz / tulisan perkataan para Sahabat. Tentulah permasalahan bukan pada perkataan para Sahabat namun letak permasalahan adalah siapakah yang berupaya memahami lafaz / tulisan perkataan para Sahabat
Apakah mengikuti pemahaman dengan akal pikiran sendiri? Apakah "ulama-ulama" yang mereka ikuti benar-benar berkompetensi untuk berijtihad dan beristinbat atau berkompetensi sebagai Imam Mujtahid?. Kesepakatan jumhur ulama dari dahulu sampai saat ini bahwa ulama yang berkompetensi sebagai Imam Mujtahid Mutlak adalah para Imam Mazhab yang empat.
Para Imam Mazhab mengetahui hadits lebih banyak daripada yang telah dibukukan. Hadits yang telah dibukukan hanya sebagian saja, sebagian lagi dalam hafalan. Boleh dikatakan sudah semakin sukar untuk menjadi Imam Mujtahid Mutlak. Para ahli hadits terdahulu walaupun mereka berkompetensi memvalidasi sanad hadits, menganalisa matan/redaksi hadits namun mereka tetap mengikuti pendapat Imam Mazhab.
Lebih baik kita mengikuti pemahaman pemimpin ijtihad (imam mujtahid mutlak) dalam memahami perkataan Sahabat. Para Imam Mazhab mengetahui pemahaman para Sahabat melalui (minimal) Tabi'ut tabi'in. Berikut rantai sanad guru Imam Syafi'i Rahimahullah.
1. Baginda Nabi Muhammad Shallallahu alaihi wasallam
2. Baginda Abdullah bin Umar bin Al-Khottob ra
3. Al-Imam Nafi’,Tabi’ Abdullah bin Umar ra
4. Al-Imam Malik bin Anas ra
5. Al-Imam Syafi'i’ Muhammad bin Idris ra
Baginda Nabi Muhammad Shallallahu alaihi wasallam menyampaikan pemahaman beliau kepada baginda Abdullah bin Umar bin Al-Khottob ra selanjutnya pemahaman disampaikan kepada Al-Imam Nafi’,Tabi’ Abdullah bin Umar ra selanjutnya pemahaman disampaikan kepada Al-Imam Malik bin Anas ra selanjutnya pemahaman disampaikan kepada Al-Imam Syafi'i Muhammad bin Idris ra selanjutnya pemahaman disampaikan kepada murid-murid beliau terus berlanjut melalui lisan ke lisan para pengikut Imam Syafi'i Rahimahullah
Lebih baik mengikuti pemahaman Imam Mazhab, pemahaman yang dihantarkan melalui lisan ke lisan atau sanad ilmu atau sanad guru. Bukan pemahaman melalui memahami lafaz/ tulisan yang kemungkinan besar bercampur dengan akal pikiran sendiri serta kemungkinan terkena ghazwul fikri (perang pemahaman) dari kaum Zionis Yahudi.
Coba kita perhatikan mereka yang memahami tidak melalui pemahaman Imam Mazhab. Berikut dua ulama yang memahami hadits Rasulullah yang artinya, “Tidak ada bayangan kecuali bayangan yang diciptakan oleh Allah.”
Ulama pertama berpendapat, “Benar (Allah punya bayangan), sebagaimana itu disebutkan dalam hadits. tetapi kita tidak tahu tata cara dari seluruh sifat-sifat Allah lainnya, pintunya jelas satu bagi Ahlussunnah Wal Jama’ah (yaitu itsbat/menetapkan saja)”. Kesimpulan ulama ini adalah “Allah memiliki bayangan yang sesuai bagi-Nya”
Ulama kedua berpendapat, “Sabda Rasulullah “La Zhilla Illa Zhilluh” artinya “Tidak ada bayangan kecuali bayangan yang diciptakan oleh Allah”. “Makna hadits ini bukan seperti yang disangka oleh sebagian orang bahwa bayangan tersebut adalah bayangan Dzat Allah, ini adalah pendapat batil (sesat), karena dengan begitu maka berarti matahari berada di atas Allah. Di dunia ini kita membuat bayangan bagi diri kita, tetapi di hari kiamat tidak akan ada bayangan kecuali bayangan yang diciptakan oleh Allah supaya berteduh di bawahnya orang-orang yang dikehendaki oleh-Nya dari para hamba-Nya”.
Ulama kedua telah membedakan antara terjemahan dengan makna yang lebih sesuai bagi Allah Azza wa Jalla, daripada ulama pertama yang berpendapat bahwa Allah memliki bayangan yang sesuai bagi-Nya.
Metodologi pemahaman yang dipergunakan oleh ulama pertama yang kami sebut dengan metodologi “terjemahkan saja” atau memahami secara harfiah/dzahir nya nash/lafazh/tulisan. Metodologi “terjemahkan saja” akan menemukan kesulitan pula dalam memahami contohnya perkataan Rasulullah yang artinya “Sesungguhnya pintu-pintu surga terletak di bawah bayangan pedang” (HR Muslim 3521)
Apa yang dialami oleh ulama yang pertama terjadi juga dengan ulama yang lainnya ketika mereka memahami. Allah berfirman yang artinya : “Hai iblis, apakah yang menghalangi kamu sujud kepada yang telah Ku-ciptakan dengan kedua tangan-Ku. Apakah kamu menyombongkan diri ataukah kamu (merasa) termasuk orang-orang yang (lebih) tinggi?”. (Surat Shaad: 75).
Zon Jonggol via Pustaka Ilmu Sunniyah Salafiyah (PISS KTB)
Posting Komentar