Terdapat tiga jenis perjalanan yang diberikan Allah kepada makhluk-Nya, yaitu perjalanan dari Allah, perjalanan kepada-Nya, dan perjalanan bersama-Nya. Mereka yang melakukan perjalanan dari Allah, keuntungan yang akan didapatkannya adalah sebatas apa yang diperolehnya dalam perjalanan tersebut. Mereka yang melakukan perjalanan bersama Allah, tidak akan mendapatkan keuntungan kecuali apa yang ada dalam dirinya. Kedua perjalanan ini pasti mempunyai tujuan dan memerlukan ayunan langkah untuk mencapainya, kecuali perjalanan orang yang sesat yang tidak mempunyai tujuan yang pasti.
Terdapat tiga jenis perjalanan yang diberikan Allah kepada makhluk-Nya, yaitu perjalanan dari Allah, perjalanan kepada-Nya dan perjalanan bersama-Nya. Mereka yang melakukan perjalanan dari Allah, keuntungan yang akan didapatkannya adalah sebatas apa yang diperolehnya dalam perjalanan tersebut. Mereka yang melakukan perjalanan bersama Allah, tidak akan mendapatkan keuntungan kecuali apa yang ada dalam dirinya.
Kedua perjalanan ini pasti mempunyai tujuan dan memerlukan ayunan langkah untuk mencapainya, kecuali perjalanan orang yang sesat yang tidak mempunyai tujuan yang pasti. Jalan yang dilalui seorang musafir adalah darat dan laut. Allah berfirman "Dialah Tuhan yang menjadikan kamu dapat berjalan di daratan dan lautan" (Yunus : 22). Allah mendahulukan kata "darat" sebelum "laut" menujukkan bahwa seorang musfir tidak akan bepergian melewati laut kecuali terpaksa. Umar bin Khattab pernah mencela : "Seandainya tidak ada ayat ini, tentu aku akan melarang orang bepergian melewati laut".
Seandainya ayat yang menganjurkan bepergian hanya sabda Allah "Tidakkah kamu memperhatikan bahwa sesungguhnya kapal itu berlayar di laut dengan ni'mat Allah, supaya diperlihatkan-Nya kepadamu sebagian dari tanda-tanda kekuasaan-Nya. Sesungguhnya dari itu semua (apa yang kalian lihat) adalah tanda-tanda bagi mereka yang sangat sabar dan banyak bersyukur" (Luqman : 31), tentu ayat (surah Yunus) di atas juga cukup menjadi jawabannya.
Setiap perjalanan pasti akan melewati bahaya, kecuali perjalanan yang ditanggung oleh Allah, seperti perjalanan Isra'. Orang yang diperjalankan atau diajak berpergian oleh Allah pasti akan selamat, sementara orang yang berpergian sendiri pasti akan melewati mara bahaya. Karena "wujud" sumbernya adalah "gerak", maka demikian halnya Allah tidak akan terselimuti oleh sifat diam dan berhenti, karena itu mencerminkan ketidak-adaan (hampa). Demikian lah perjalanan ini selalu terjadi di alam langit (atas) dan alam bumi (bawah). Hakekat ilahiyah juga demikian, selalu diwarnai perjalanan pergi dan perjalanan pulang. Kita tahu bahwa Allah turun ke langit dunia dan kita tahu bahwa Allah bersinggasana di atas langit, seperti yang diceritakan oleh ayat-ayat-Nya. Kita tahu itu dengan tanpa perumpamaan dan persamaan.
dikutip dari Kitab Al-Isfar 'an-Nataijil Asfar
Posting Komentar