Betapa segarnya, membasahi kerongkongan leher dengan segelas air dingin di
siang hari yang sangat panas. Betapa nikmatnya, memenuhi perut dengan sepiring
nasi hangat dan lauk lezat di saat rasa lapar melanda hebat. Wuh, betapa segar
dan nikmatnya.
Kesegaran dan kenikmatan itu makin terasa lebih, bila kita sedang bepergian, seperti halnya mudik maupun liburan di waktu musim libur sekolah seperti saat ini.
Kesegaran tubuh adalah syarat mutlak untuk meneruskan perjalanan. Demi kelancaran,
tak ada salahnya bila anda mempersiapkan terlebih dahulu bekal makan dan
minuman untuk melepas lapar dan dahaga di tengah perjalanan nanti. Kalaupun
terasa repot, anda tak perlu khawatir berlebihan, banyak rumah makan dari kelas
warteg sampai restoran tersedia di sepanjang jalan.
Selesaikah permasalahan? Jawabnya bergantung bagaimana cara anda
menyikapinya. Jika anda termasuk orang yang “gampangan,” maka jawabnya adalah
beres. Saat dahaga atau lapar menyerang, sementara tak ada bekal yang anda
bawa, tentu saja anda akan mencari warung atau rumah makan yang ada sebagai
ajang pelampiasan.
Permasalahan menjadi berbeda jika anda tergolong orang yang sedikit “wira’i”
(berhati-hati). Kasus lapar dan dahaga di tengah perjalanan bisa menjadi kasus
rumit dan sedikit njlimet, karena rumah-rumah makan yang ada di pinggir jalan
dipandang tak pantas dijadikan persinggahan. Namun, di kota-kota besar, Surabaya, Jakarta, ataupun Semarang misalnya, atau
daerah-daerah pedesaan, orang-orang “gampangan” itu lebih mudah dijumpai dari
pada orang “wira’i”.
Selektif Dalam Memilih
Banyak alasan yang seharusnya menjadi landasan bagi setiap orang agar berhati-hati dalam memenuhi hajat perutnya di rumah-rumah makan, baik kelas restoran apalagi trotoar. Alasan pertama adalah soal kesehatan. Anda harus selektif dalam memilih warung makan yang akan anda kunjungi. Menyantap hidangan di sembarang tempat tanpa mempertimbangkan faktor kesehatan terlebih dahulu adalah tindakan ceroboh dan sama saja dengan mencari penyakit.
Tingkat kebersihan yang diterapkan oleh banyak pengelola warung-warung
makan, masih belum memenuhi kelayakan standar kesehatan. Keadaan ini diperparah
dengan tabiat konsumen yang juga tak peduli dengan budaya hidup sehat. Konsumen
merasa tak perlu kehilangan selera makan hanya karena tempat yang kurang
representatif. Biarpun di pinggir jalan yang sempit dan kumuh tak jadi soal,
yang penting harga toleran. Konsumen juga merasa tak perlu jijik melihat gelas
minuman dan piring beirisikan makanan yang mereka pegang adalah bekas dipakai
orang banyak (pembeli lain), yang cara pembersihannya hanya sekedar di celupkan
dalam satu atau dua timba air saja.
Jelas sekali, penanganan kebersihan di banyak warung-warung makan masihlah
sangat memprihatinkan. Menurut dr. Kahari Mudzakir, dokter tetap di Ponpes
Langitan mengatakan, untuk mensterilkan gelas dan piring yang kotor adalah
dengan menggunakan air yang hangat. Terlebih untuk mangkok atau piring dari
plastik, keduanya harus dibersihkan dengan menggunakan cream pembersih yang
mengandung isolite, cream yang berguna untuk membunuh kuman.
Standar kebersihan yang memprihatinkan dan ketidakpedulian konsumen akan hal
itu adalah pengaruh buruk dan sangat beresiko terhadap munculnya gangguan
kesehatan. Gelas dan piring yang di cuci dengan ala kadarnya sangatlah rentan
akan bakteri-bakteri penebar penyakit. Makanan dan minuman yang kotor dapat
meyebabkan diare dan gangguan pencernaan. Kondisi ini memang tidak begitu
berbahaya bagi konsumen dengan daya kekebalan tubuh yang tinggi. Tidak dengan
anak kecil atau orang dengan daya tahan tubuh yang rendah, mereka sebaiknya
jangan coba-coba makan di warung-warung makan yang tidak sehat.
Sedikit Tetap Haram
Masalah, tidak hanya timbul dari makanan dan minuman yang kotor saja, bahaya lain yang lebih besar justru datang dari gelas dan piring yang terlihat bersih, bahkan tempat makannya pun tergolong kelas rada mewah. Banyak konsumen yang tanpa sadar terjebak di dalamnya. Adalah alkohol yang menjadi bahaya lebih besar dari sekedar makanan dan minuman yang kotor. Bila anda tidak teliti saat memilih rumah makan, alkohol yang jelas-jelas haram itu bisa saja masuk ke dalam perut tanpa anda sadari. Hal ini di karenakan gelas dan piring anda terkontaminasi dengan alkohol yang telah di konsumsi oleh pembeli sebelum anda.
Hindarilah warung-warung makan yang menyediakan minuman beralkohol. Meski
menurut kesehatan jumlah alkohol yang sedikit tidak membahayakan bagi tubuh,
namun hukum Islam mengatakan secara jelas, sedikit atau banyak, khomer (minuman
beralkohol) adalah haram. Masih menurut dr. Kahari Mudzakir, untuk mensterilkan
paralatan makan dari alkohol adalah dengan merendam dalam air yang panas. Bila
seseorang terbiasa mengkonsumsi alkohol dari gelas atau piring yang ia pakai di
warung-warung makan, untuk jangka waktu yang panjang di khawatirkan bisa
menimbulkan ketagihan. Pengaruh buruk lain dari alkohol adalah kemampuannya
membunuh kesuburan sperma.
Dari perspektif fiqh memang di ma’fu (dimaafkan) karena ketidaktahuan akan
keberadaan sisa-sisa alkohol pada gelas atau piring yang dipergunakan. Namun,
dalam diskursus tasawuf tidaklah sesederhana itu, alkohol yang najis itu jelas
membuat najis seluruh piring, gelas, bahkan makanan yang ada di dalamnya. Bila
demikian, tanpa disadari sesorang pembeli telah mengkonsumsi makanan yang
terkena najis. Lebih dalam lagi, makanan dan minuman yang kotor, terlebih najis
akan merasuk ke dalam daging dan darah. Sekali lagi, hati-hati dan lebih
selektiflah dalam mencari tempat-tempat makan. Perhatikan tingkat kebersihan
dan kesuciannya. Warung (rumah makan) yang bersih belum tentu jadi cerminan
warung yang suci, karena di dalamnya terdapat makanan dan minuman yang najis,
alkohol misalnya.
Penulis adalah Santri di Ponpes Langitan
Posting Komentar