Jl. Kudus Colo Km. 5, Belakang Taman Budaya Bae Krajan, Kudus
Home » , » Ketika Al Quran Tinggal Tulisan (1)

Ketika Al Quran Tinggal Tulisan (1)

“Hampir datang suatu masa kepada umat manusia bahwa Islam tidaklah ketinggalan melainkan tinggal namanya, dan Al-Quran tidaklah ketinggalan melainkan tinggal tulisan...”

Al-Quran adalah nama suatu kitab yang berisi firman Allah SWT yang diturunkan kepada nabi dan rasul-Nya yang terakhir, yaitu Rasulullah Muhammad SAW. Al-Quran diturunkan oleh Allah SWT kepada Rasulullah SAW dengan perantaraan Malaikat Jibril. Dan caranya tidaklah sekali turun, melainkan berangsur-angsur, menurut kepentingannya, sebagaimana yang dikehendaki Allah SWT.

Menurut keterangan sebagian ulama ahli tarikh, permulaan wahyu Al-Quran diturunkan pada hari ke-17 bulan Ramadhan tahun 41 Fiel, bertepatan dengan tanggal 6 Agustus 610 M. Rasulullah pada waktu itu berumur 40 tahun. Dan penghabisan Al-Quran diturunkan pada tanggal 9 Dzulhijjah tahun ke 10 Hijriyyah, bertepatan dengan 8 Maret tahun 632 M, dan saat itu Rasulullah sudah berusia 63 tahun. Masa diturunkannya Al-Quran selama 22 tahun dua bulan 22 hari.

Al-Quran diturunkan dengan berangsur-angsur bukannya tanpa alasan. Allah SWT berfirman dalam surah Al-Furqan ayat 32, “Berkatalah orang-orang yang kafir: Mengapa Al-Quran itu tidak diturunkan kepadanya sekali turun saja? Demikianlah supaya Kami perkuat hatimu dengannya dan Kami membacakannya secara tartil (teratur dan benar).”

“Dan Al-Quran itu telah Kami turunkan dengan berangsur-angsur agar kamu membacanya perlahan-lahan kepada manusia dan Kami menurunkannya bagian demi bagian.” (QS Al-Isra’ 106). 

Al-Quran diturunkan dengan berproses itu bertujuan supaya Rasulullah SAW tidak merasa berat membaca dan mengajarkannya kepada manusia, dan supaya manusia yang menerima pengajaran dari Al-Quran dapat mengerjakannya sedikit demi sedikit, ajarannya masuk ke dalam qalbu, dan mereka dapat melaksanakan setiap perintah secara sempurna dan menghindari larangan dengan tuntas.

Dalam bukunya Al-Quran dari Masa ke Masa, H. Munawar Khalil menulis, “Sebagian besar ulama ahli hadits, ahli tafsir, dan ahli tarikh telah sepakat bahwa permulaan wahyu Al-Quran yang diturunkan oleh Allah SWT kepada Rasulullah SAW adalah surah Al-‘Alaq ayat 1 sampai 5, ‘Bacalah dengan menyebut nama Tuhanmu, Yang Menciptakan. Dia telah menciptakan manusia dari segumpal darah. Bacalah, dan Tuhanmulah Yang Paling Pemurah, Yang mengajar manusia dengan perantaraan kalam. Dia mengajarkan kepada manusia apa yang tidak diketahuinya.’

Sedang wahyu penghabisan yang diturunkan ialah ayat yang sekarang termaktub dalam surah Al-Maidah ayat 5, ‘Pada hari ini telah Ku-sempurnakan untuk kamu agamamu dan telah Ku-cukupkan kepadamu nikmat-Ku, dan telah Ku-ridhai Islam itu jadi agama bagimu’.”

Dikisahkan, Nabi Muhammad SAW ketika menerima wahyu pertama kali itu sedang berada di Gua Hiraa’ dan gunungnya terkenal dengan nama “Jabal Nuur”. Saat itu Rasulullah SAW sedang mengasingkan diri dari masyarakat ramai untuk bermunajad dan beribadah. Beliau memang sering mengasingkan diri di dalam gua itu sejak pertengahan bulan Rabi’ul Awwal sampai pada bulan Ramadhan. Jadi lebih kurang enam bulan lamanya beliau sering pergi dari kota Makkah berkhalwat ke gua itu.

Kemudian pada suatu malam di bulan Ramadhan dalam keadaan sunyi senyap, gelap gulita, dan seorang diri, beliau didatangi Malaikat Jibril, yang sebelumnya tidak pernah beliau kenal. Malaikat Jibril memberi tahu beliau bahwa malam itu beliau telah diangkat menjadi rasul Allah dan mulai diberi wahyu yaitu diawali dengan lima ayat surah Al-Alaq.

Adapun wahyu yang penghabisan diturunkan kepada Rasulullah SAW, menurut beberapa riwayat yang banyak disepakati para ulama, ialah pada waktu Rasulullah SAW mengerjakan ibadah haji wada’ di Padang Arafah bersama-sama kaum muslimin pada 9 Dzulhijjah tahun ke 10 Hijriyyah. Hanya berselang 81 hari dari wafatnya Nabi.

Riwayat hidup Nabi Muhammad SAW telah menunjukkan dengan jelas bahwa beliau tidak pernah ikut perlombaan karang-mengarang syair, membikin pidato, dan sebagainya, yang telah menjadi kebiasaan turun-temurun bangsa Arab pada umumnya di kala itu, terutama suku bangsanya sendiri, Quraisy. Betul bahwa Rasulullah SAW sejak kecil sudah fasih, lancar lidahnya, tetapi kefasihan itu adalah sesuatu yang biasa bagi orang Arab.

Demikianlah keadaan pribadi Rasulullah sebelum diangkat menjadi rasul Allah atau sebelum beliau menerima wahyu Allah.

Kemudian setelah beliau menjadi rasul dan Al-Quran telah diturunkan sedikit demi sedikit, segala yang menjadi kebesaran bangsa Arab di kala itu berangsur-angsur lenyap. Mereka umumnya menjadi lemah menghadapi semangat yang menyala-nyala yang terkandung di dalam ayat-ayat Al-Quran, yang ketajaman susunan kata-katanya bisa menembus jiwa siapa pun yang mendengarkannya.

Di kala Al-Quran diturunkan kepada Rasulullah SAW, tidak sedikit bangsa Arab yang ahli dalam kesusastraan Arab yang ahli menyusun kata-kata untuk berpidato denga bahasa yang halus, fasih, dan indah. Begitu juga para penyairnya, sangatlah terkenal.

Namun apa yang terjadi setelah Al-Quran diturunkan? Tidak seorang pun yang dapat mengimbangi satu ayat pun dalam Al-Quran.

Allah SWT menyatakan dengan firman-Nya melalui perantaraan Nabi-Nya, mereka yang menentang Al-Quran dipersilakan membuat satu ayat saja yang bisa mengimbangi atau yang serupa dengan ayat Al-Quran, tapi tidak satu pun mereka yang mampu menjawab tantangan tersebut.

Untuk mengetahui kehalusan dan keindahan bahasa Al-Quran itu bukan perkara mudah. Mereka yang belum pernah mempelajari bahasa Arab dengan sungguh-sungguh tentu tidak akan dapat membedakan kehalusan dan keindahan ayat-ayat Al-Quran dengan keindahan dan kehalusan bahasa Arab yang terkandung dalam kitab-kitab Arab umumnya.

“Bulan Ramadhan itu yang di dalamnya diturunkan permulaan Al-Quran sebagai petunjuk bagi manusia dan penjelasan-penjelasan mengenai petunjuk-petunjuk itu dan pembeda antara yang hak dan yang bathil.” (QS Al-Baqarah: 185).

Al-Quran diturunkan ke langit dunia dari Lauh Al-Mahfuz pada bulan Ramadhan. Bulan Ramadhan mendapat kemuliaan karena firman Allah SWT diturunkan pada bulan ini.

Oleh sebab itu Rasulullah SAW belajar Al-Quran bersama Jibril pada bulan Ramadhan. Setiap malamnya Rasulullah SAW mendengarkan bacaan Jibril, mentadabburinya, membacanya, dan mengambil ibrah darinya. Rasulullah SAW hidup dengan Al-Quran dan menenteramkan hati dengannya.

Orang yang tengah berpuasa dan membaca Al-Quran, berarti telah menyatukan keintiman hubungan antara bulan Ramadhan dan Al-Quran, maka ia benar-benar hidup bersama Al-Quran. “Ini adalah sebuah kitab yang Kami turunkan kepadamu penuh dengan berkah supaya mereka memperhatikan ayat-ayatnya dan supaya mendapat pelajaran orang-orang yang mempunyai pikiran.” (QS Shaad: 29).

“Maka apakah mereka tidak memperhatikan Al-Quran, ataukah hati mereka terkunci?” (QS Muhammad: 24).

“Maka apakah mereka tidak memperhatikan Al-Quran? Kalau kiranya Al-Quran itu bukan dari sisi Allah, tentulah mereka mendapatkan pertentangan yang banyak di dalamnya.” (QS An-Nisa: 82).

Pada bulan Ramadhan, harusnya kita menjadikan Al-Quran sebagai sumber inspirasi. Ia mengembalikan ingatan kita kepada masa diturunkannya dahulu, masa ia dipelajari, dan masa para salafush shalih dengan sungguh-sungguh memperhatikannya.

Rasulullah SAW bersabda, “Bacalah Al-Quran, karena pada hari Kiamat nanti ia akan menjadi penolong bagimu.”

“Sebaik-baik kamu adalah yang mempelajari Al-Quran dan yang mengajarkannya.”

“Bacalah dua kuntum keharuman, yaitu surah Al-Baqarah dan Ali Imran, karena keduanya pada hari Kiamat nanti akan datang seperti dua awan atau seperti sekumpulan burung yang terbang berbaris yang menaungi pembacanya dari terik panas.”

Rasulullah SAW juga bersabda, “Orang yang membaca Al-Quran dan mahir dalam pembacaannya akan dibangkitkan bersama rombongan orang-orang yang mulia lagi baik. Sedangkan orang yang membaca Al-Quran tapi tidak mahir akan memperoleh dua pahala.”

Sebuah syair mengatakan:

Aku mendengarmu, wahai Al-Quran
ketika malam telah larut
Kemuliaan sangatlah menggugah hati

Denganmu kami membebaskan dunia
sampai pagi menyongsong dengan cerah
Setelah itu kami berkeliling negeri
dan kami penuhi dengan pahala

Dalam buku Sekolah Ramadhan, Dr A’id Abdullah Al-Qarni menulis, “Rasulullah SAW sangat dekat dengan Al-Quran pada bulan Ramadhan. Beliau menghabiskan waktunya bersama Al-Quran, dan mempelajarinya dari Jibril.”

Al-Quran menempati posisi paling penting dalam kehidupan Rasulullah SAW, karena Al-Quran merupakan mukjizat terbesar beliau. Allah SWT mengirim Al-Quran kepada Rasulullah SAW di dunia untuk menjadikannya mukjizat yang tidak tertandingi oleh mukjizat selainnya.

Mukjizat nabi-nabi lain berakhir begitu saja seiring dengan berakhirnya kehidupan nabi tersebut di dunia, sedangkan Al-Quran tidak demikian. Al-Quran akan tetap kekal abadi sepanjang masa.

Al-Quran adalah pembuka jalan dakwah Rasulullah SAW, menjadi dindingnya, menunjukkan kekuatannya, dan menjelaskan ajaran yang dibawanya dengan berkesinambungan, generasi demi generasi.

Rasulullah SAW selalu hidup bersama Al-Quran, dan beliau menjadikan kebanyakan waktu beliau untuk Al-Quran pada bulan Ramadhan.

Ketika ditanya bagaimana akhlaq Rasulullah SAW, Aisyah RA menjawab, “Akhlaqnya adalah Al-Quran.” 

Dalam Shahih Bukhari disebutkan sebuah riwayat dari Ibnu Mas’ud, ia berkata, “Rasulullah SAW pernah berkata kepadaku, ‘Bacakan Al-Quran kepadaku!’

Aku menjawab, ‘Ya Rasulullah, bagaimana aku akan membacakan Al-Quran kepadamu sedangkan Al-Quran itu sendiri diturunkan kepadamu?’

Rasulullah SAW berkata lagi, ‘Bacakan Al-Quran kepadaku, karena aku suka mendengarkan Al-Quran dari orang lain.’

Akhirnya aku membacakannya kepada beliau dan beliau pun mendengarkan dengan khusyu’.

Ketika aku sampai pada ayat yang berbunyi, ‘Maka bagaimanakah jika nanti Kami datangkan bagi setiap umat itu seorang saksi dan Kami jadikan engkau saksi atas mereka pula?’ (QS An-Nisa’: 41), Rasulullah SAW berkata, ‘Cukuplah hingga ayat ini.’

Waktu itu aku perhatikan, air mata beliau bercucuran. Ternyata Rasulullah SAW sangat terharu dengan ayat itu dan teringat kepada Allah SWT.”



Wahyu Warsono
Adv 1
Share this article :

Posting Komentar

 
Musholla RAPI, Gg. Merah Putih (Sebelah utara Taman Budaya Kudus eks. Kawedanan Cendono) Jl. Raya Kudus Colo Km. 5 Bae Krajan, Bae, Kudus, Jawa Tengah, Indonesia. Copyright © 2011. Musholla RAPI Online adalah portal dakwah Musholla RAPI yang mengkopi paste ilmu dari para ulama dan sahabat berkompeten
Dikelola oleh Remaja Musholla RAPI | Email mushollarapi@gmail.com | Powered by Blogger