"Syababul Yaum Rijalul Ghad", Setiap
pemuda adalah calon manusia yang akan menuliskan sejarah pada lembaran-lembaran
kehidupannya.
Masa muda merupakan masa pencarian jati diri. Kehidupan diwarnai
kemauan dan hasrat yang menggebu, pribadi dan perangai mulai tercetak dan
menentukan bagaimana kehidupannya kelak. Islam mengajarkan, bahwa masa muda
merupakan saat yang tepat bagi seorang hamba untuk menjadikannya sebagai sarana
agar lebih dekat dengan Allah azza wa jalla. Kekuatan fisik dan kemauan yang
kuat dapat memaksimalkan dirinya untuk senantiasa menggapai keridhaan Allah
semata.
Pemuda yang bertakwa dibanggakan oleh Allah kepada seluruh makhluknya. Bahkan kisahnya diabadikan dalam qur’anul karim. Sebagaimana firman Allah (QS. Al-Kahfi: 13): “sesungguhnya mereka adalah pemuda-pemuda yang beriman kepada Tuhan mereka dan Kami tambahkan kepada mereka petunjuk.”
Sejarah Islam telah menuliskan sederet nama orang-orang mulia yang mana mereka mampu menghiasi masa mudanya dengan ilmu dan ibadah. Sebagaimana halnya Imam Syafi’i beliau hafal Al Qur’an dalam usia 7 tahun, dan sudah terbiasa shalat malam sejak usia 3 tahun kemudian diperkenankan untuk menjadi mufti (hakim) dalam usia 15 tahun dengan izin guru-gurunya. Imam Bukhari mampu mengalahkan 100 ulama-ulama hadits dalam suatu perdebatan di Kufah ketika usia beliau masa itu 19 tahun.
Terbukti, kemauan dan semangat yang dimiliki pemuda dapat memindahkan gunung sekalipun. Bisa kita lihat bagaimana para salaf (pendahulu), mereka mengisi masa mudanya dengan ilmu. Dan menjaga ketat waktu serta umurnya jangan sampai berlalu dengan kesia-siaan. Mereka khawatir justru masa muda ini menjadi cambuk dan saksi buruk atas dirinya sehingga membuat ia sengsara dan binasa.
Beda dulu, beda sekarang. Zaman ini, banyak dari pemuda yang seakan tanpa beban melakukan kemaksiatan yang menjadi kebiasaan. Seakan-akan dosa hanyalah sebuah mainan yang tidak perlu ditakuti. Kemungkaran menjadi kegemaran yang tidak bisa dilepas, mereka hidup sedemikian rupa sehingga terbelenggu dengan keadaan, seญolah-olah tidak akan pernah mati dan dihisab oleh Allah SWT.
Hal itu didukung lagi oleh tidak adanya reaksi positif dari para orang tua untuk meluruskan tindakan mereka, membenahi akidah dan memberikan bimbingan ilmu agama yang benar. Tidaklah mengherankan, bilamana di masa sekarang ini banyak sekali lahir faham-faham yang sangat membahayakan akidah, dikarenakan kurangnya bimbingan orang tua terhadap agama anak-anakญnya. Umat Islam pun dirasakan semakin menjauhkan diri dari ajaran Islam dan tuntunan Baginda Besar Muhammad SAW.
Gaya hidup hedonis yang di”promosikan” lewat tayangan-tayangan TV telah mempengaruhi pola pergaulan pemuda masa kini. Mereka cenderung menampakkan sikap permisif (semau gue). Sebuah survei memperlihatkan bahwa pemuda Indonesia cenderung bersikap apatis terhadap keadaan. Mereka lebih banyak memanfaatkan waktu untuk berhura-hura, tawuran, dan lain sebagainya ketimbang melakukan kegiatan positif. Lebih dari itu, mereka bersikap permisif terhadap perilaku kebebasan seks.
Memang, hal ini sangat berkaitan erat dengan pergeseran nilai dan budaya yang melanda masyarakat. Budaya erat kaitannya dengan perilaku suatu masyarakat. Masyarakat yang menyukai suatu produk budaya baru secara tidak langsung telah membentuk pola hidup baru. Adopsi budaya baru oleh masyarakat tersebut mengakibatkan mereka meninggalkan budaya lama yang dianggap kuno, meskipun budaya itu telah berlaku dengan baik di dalam tatanan masyarakat. Sebaliknya, jika suatu budaya begitu disenangi meskipun bertentangan dengan nilai-nilai budaya agama dan norma setempat, akan tetapi bisa memberi hiburan maka “budaya asing” tersebut dapat dengan mudah diserap.
Walau bagaimana pun, pemuda tetaplah salah satu potensi terpenting yang ada di dalam masyarakat. Banyak harapan dan cita-cita yang disandarkan kepada para pemuda. Hal ini tercermin dari peristilahan yang berisi sanjungan kepada pemuda, seperti kader bangsa, calon pemimpin bangsa, ujung tombak pembangunan, harapan bangsa hingga pemilik masa depan bangsa. Juga ada sebuah pepatah terkenal “pemuda hari ini adalah pemimpin di hari esok”.
Kiranya hal ini tidaklah berlebihan, jika mencermati sejarah, niscaya banyak sekali jasa para pemuda dalam menentukan arah dan perjalanan bangsa ini. Di zaman penjajahan, pemudalah yang mempersatukan rakyat dengan merumuskan dan membentuk paham kebangsaan (1904-1945), sehingga seluruh komponen bangsa bersatu padu mencapai kemerdekaan. Pemuda pula yang memiliki peran besar dalam menggulingkan rezim status quo di negeri ini (tahun 1966 dan 1999), dan masih banyak jasa pemuda untuk bangsa ini.
Akibat dari dahsyatnya arus informasi, selain memberikan dampak positif juga tidak sedikit menimbulkan ekses negatif. Arus informasi yang tak terbendung, memudahkan para pemuda untuk mengakses budaya baru, infiltrasi budaya asing yang secara cepat maupun lambat dapat dengan mudah menghancurkan generasi muda.
Kita memohon kepada Allah SWT agar selalu memelihara, memberikan petunjuk serta
memberikan pertolongan kepada kita semua, tiada kekuatan untuk berbuat taat dan
meninggalkan maksiat melainkan dengan pertolongan dan taufik dari Allah azza wa
jalla.
Ernaz
Siswanto, Spd.
Posting Komentar