Seorang pemuda meminta nasihat setelah Shalat Jum’at kepada seorang Ulama,
“Wahai orang yang berilmu, berikan saya obat agar penyakit malas dalam diri
saya ini hilang!”
“Anak Muda, berjalanlah engkau ke pasar. Lihatlah orang-orang yang
bersemangat menjajakan dagangan berupa sayur-sayuran, buah-buahan dan
bahan-bahan masakan. Belajarlah pada mereka. Insya Allah, kemalasanmu akan
berkurang.”
Sepekan kemudian Sang Ulama berjumpa dengan sang pemuda malas yang ternyata
tidak mengalami perubahan siginifikan. Tetap tanpa semangat menghadapi
kehidupan.
“Berikan saya semangat buat menghadapi kehidupan!” Pintanya pada Sang Ulama.
“Pergilah dengan menggunakan kereta. Di sana belajarlah pada orang-orang yang
berjualan makanan, berjualan mainan serta menjajakan kerajinan tangan. Tanya
pada mereka, bagaimana menghempaskan rasa malas dari dalam kehidupan!”
Sepekan kemudian Sang pemuda kembali dengan pertanyaan yang sama. “Berikan
saya cara agar bisa menghilangkan rasa malas dari diri saya!” “Kali ini coba
pergilah dengan bis kota. Di sana kamu bisa belajar pada mereka yang berjualan
koran-koran, menjual barang-barang dengan harga murah, serta pada anak-anak
serta pemuda yang menjual suara secara sederhana dengan modal sebuah gitar dan
kencrengan. Lihat semangat mereka, rasakan rasa percaya diri tanpa gengsi
mereka, ketika mencari rejeki dari Tuhan-Nya Yang Maha Penyayang.”
Sepekan kemudian, lagi-lagi si Pemuda Pemalas kembali dengan pertanyaan yang
sama. Sang Ulama kemudian menyarankan, “Datanglah ke mesjid, Mushalla dan
majelis pengajian. Ikutlah berdoa bersama mereka yang menginginkan perubahan
dalam hidupnya. Semoga doamu dikabulkan Tuhan.”
Sepekan berikutnya, Ternyata tak ada perubahan pada diri si pemuda. “Berikan
saya senjata agar saya tidak menjadi pemuda pemalas!”
Kali ini Sang Ulama Bijak memberikan si pemuda sebuah kapak. “Mulailah
dengan mengucapkan Bismillah, kemudian pergilah ke hutan lalu kau potong sebuah
pohon. Jadikan seikat kayu bakar, Kemudian juallah ke pasar. Jika engkau
bekerja dengan penuh keyakinan, maka Insya Allah sifat malasmu akan berubah
dalam sepekan.”
Sepekan, sebulan, dan setahun pun berlalu. Sang Ulama penasaran dengan
perkembangan pemuda pemalas itu. Ia ingin tahu adakah perubahan signifikan pada
pemuda itu. Lalu ia pun pergi ke pasar. Di sana ia terpana, ketika berjumpa
dengan dengan seorang pemuda yang sangat lincah dan cekatan melayani pembeli di
kios miliknya sendiri. Kios yang ditulisi, “KALIGRAFI DARI KAYU MERANTI”.
Si pemuda bercerita pada Sang Ulama, “Alhamdulillah, kapak itu telah membuka
kesadaran saya. Ketika tiba di hutan saya memotong sebuah pohon. Namun ketika
saya ingin membuat kayu bakar, terpikir oleh saya bahwa meranti ini akan
mempunyai nilai jual yang lebih tinggi jika saya buat menjadi sebuah kerajinan
tangan. Kebetulan saya punya keterampilan membuat Kaligrafi, maka saya pun
membuat kaligrafi dari kayu meranti. Kemudian saya jual ke pasar dan ternyata
banyak orang yang gemar. Dengan penjualan awal yang cukup besar, saya bisa
membeli sebuah kios di pasar. Kini kaligrafi dari meranti ini mendapat pesanan
dari luar negeri.”
“Alhamdulilah, kamu telah berubah, Nak!” Ulama itu menepuk-nepuk pundak sang
pemuda, bangga.
“Islam melarang para pemuda yang fisiknya masih kuat untuk
bermalasan-malasan dan mudah menyerah pada nasib tanpa disertai usaha. Sehingga
sifat lemah ini menjadikannya rendah diri dan hina, yang pada gilirannnya ia
tak dapat mandiri dan selalu menggantungkan diri pada orang lain. Orang yang
bersikap demikian akan tergilas oleh perputaran zaman.”
Habib Muhammad Syahab
Posting Komentar