Lalu,
bagaimana hubungan antara Kapitalisme dan Sosialisme yang sama-sama menggunakan
imperialisme sebagai instrumennya‚ dengan Yahudi sebagai sebuah agama dan
Yahudi sebagai sebuah gerakan politik (Zionisme)?
Sebagai
sebuah agama yang hanya bersifat ritual dan spiritual, Yahudi tidak bisa
berdiri sendiri. Agama Yahudi membutuhkan sebuah ideologi politik. Oleh karena
itu, para penganut agama Yahudi ada yang bergabung dengan ideologi Kapitalisme
dan ada pula yang bergabung dengan Sosialisme.
Namun
demikian, sebagai sebuah gerakan politik (Zionisme), Yahudi lebih memanfaatkan
Kapitalisme yang memang lebih dominan sekaligus lebih berjaya dengan
imperialismenya sebagai kendaraan politiknya. Oleh karena itu, Zionisme
berhasil menuai berbagai keuntungan politis berkat dukungan imperialisme Barat
sejak dimulainya imperialisme tersebut hingga saat ini.
Dibandingkan
dengan imperialisme Barat‚ meskipun secara tidak langsung dicetuskan oleh
orang-orang Yahudi karena merekalah yang menggagas ideologi Kapitalisme‚
Zionisme jelas kalah pamor. Kepentingan imperialisme sendiri muncul lebih awal
ketimbang kemunculan gerakan bersatunya Yahudi sebagai kekuatan politik yang
sangat berpengaruh di Barat. Historisitas gerakan Zionisme bukan bagian dari
historisitas Yahudi internasional dan tidak pernah dikenal oleh orang-orang
Yahudi Yaman, India, atau Irak, tetapi hanya dikenal oleh orang-orang Yahudi di
Dunia Barat. Gerakan ini juga tidak pernah dikenal pada abad pertengahan,
melainkan baru dikenal pada abad ke-19, yakni bersamaan dengan meletusnya
peperangan melawan imperialisme Barat di berbagai wilayah.
Karena
kesadaran pengikut zionis akan pentingnya bersandar kepada pihak luar, maka
mereka bergabung dengan sentral kekuatan imperialisme yang mampu untuk menjamin
perlindungan dan keamanan terhadap mereka. Untuk itu, Yahudi memindahkan
kegiatan dan markas mereka ke Amerika, agar terus mendapat jaminan perlindungan
dan keamanan Amerika.
Simbiosis
Barat imperialis dengan kaum Zionis Yahudi menemukan bentuk idealnya ketika
mereka bersama-sama menghadapi kekuatan kaum Muslim yang saat itu berada di
bawah naungan Daulah Islamiyah Utsmaniyah. Orang-orang Yahudi rela mengubur
permusuhannya dengan orang-orang Barat Kristen. Padahal, mereka belum pupus
ingatannya terhadap peristiwa yang menimpa warga Yahudi Eropa, tatkala Raja
Spanyol yang beragama Katolik bertanggung jawab terhadap pembantaian dan
pemusnahan kaum Yahudi dari daratan Eropa (tidak lama setelah jatuhnya benteng
Islam terakhir di wilayah Andalusia-sekarang menjadi daerah Portugal dan
Spanyol-tahun 1492).
Zionisme
Israel, Imperialisme AS, dan Terorisme Keduanya di Dunia Islam Kita tahu, sejak
tampil sebagai pemenang dalam Perang Dunia II dan juga Perang Dingin hingga
saat ini, pijakan kebijakan politik luar negeri AS sebagai pengusung utama
ideologi kapitalismesebetulnya tidak pernah berubah, yakni imperialisme
(penjajahan). Yang berubah adalah cara dan sarananya saja. Jika di masa lalu
imperialisme lebih menonjolkan kekuatan fisik (militer), maka saat ini
instrumen yang digunakan adalah politik dan ekonomi. Pada era imperialisme
non-fisik inilah hubungan Zionisme dengan sentra kekuatan imperialisme Barat
ini, terutama AS, jutru semakin erat dan bahkan semakin mesra. Hal itu dapat
dilihat dari berbagai kebijakan politik luar negeri (baca: imperialisme)
Amerika, khususnya di Timur Tengah, yang selalu menguntungkan kaum Zionis.
Keduanya bahkan sama-sama terlibat secara intens di dalam menebarkan teror di
Dunia Islam.
Hal
ini sebetulnya mudah dipahami ketika kita mengetahui siapa sesungguhnya yang
menentukan kebijakan politik luar negeri Amerika. Menurut beberapa sumber bahwa
politik luar negeri AS banyak dipengaruhi Kongres dan lobi Yahudi, di samping
agen intelijen dan media massa.
Kongres
dan lobi Yahudi yang dikenal dengan AIPAC (American-Israel Public Affairs
Committee) memainkan peranan vital dalam politik luar negri Amerika sejak tahun
1960-an. Walaupun implikasinya tidak kentara (invisible) di lapangan, tetapi
mereka yang bertanggung jawab dalam hal tersebut sangat merasakan sepak
terjangnya yang kuat. Kongres memainkan peran substansial dalam membentuk
kebijakan luar negri Amerika, terutama untuk kawasan Timur Tengah, antara lain
dengan melindungi keamanan entitas Zionis, eksistensi, dan superioritasnya di
berbagai aspek karena entitas ini diproyeksikan sebagai agen Barat kawasan ini.
Konsekuensinya, Kongres konsisten membuat segala upaya untuk mengalokasikan
porsi bantuan luar negri yang signifikan buat Israel pada saat konflik Israel
dengan Arab terus bereskalasi.
Di
saat PBB mengeluarkan resolusi yang sangat lunak tentang kebiadaban Israel
baru-baru ini, Kongres AS berbuat sebaliknya. Mereka melakukan voting untuk
mengecam Palestina. Hasilnya 365 suara mendukung dan hanya 30 suara menentang.
Inilah gambaran demikian kuatnya pengaruh Yahudi di Amerika Serikat.
Kenapa
Yahudi demikian kuat di AS padahal jumlah mereka sedikit. Edward Tivnan dalam
bukunya The Lobby, Jewish Political Power and American Foreign Policy meneliti
tentang sejauh mana kekuatan masyarakat Yahudi di AS. Dalam buku itu disebutkan
beberapa sumber kekuatan Yahudi dalam politik AS, antara lain:
Pertama,
senjata politik. Lewat ini kelompok Yahudi akan dapat mencap atau memberi label
anti Israel, Pro Arab, atau anti semit kepada mereka yang mengritik Israel.
Kedua,
suara (vote) masyarakat Yahudi. Meskipun Amerika memiliki tradisi demokrasi
yang kental, namun sesungguhnya hanya sedikit penduduk AS yang memberikan
suaranya, bahkan hampir setengah dari pemilih tidak memberikan suara.
Sebaliknya enam juta Yahudi yang hanya 3 % dari seluruh penduduk, bisa secara maksimal
memberikan 90 % suara mereka.
Ketiga,
kemampuan orang-orang Yahudi untuk memberikan uang dalam kampanye-kampanye
politik. Kekuatan uang,yang menonjol dalam pemilihan di Amerika Serikat
hampir seusia dengan negara ini. Yahudi pertama yang memberikan dana politik
nasional adalah seorang bankir Yahudi bernama Abraham Feinberg. Dia merupakan
penyokong dana pemilihan Hary Truman dan John F. Kennedy. Yahudi Amerika
Serikat sangat dermawan terhadap calon yang dipercaya akan mendukung
kepentingan mereka.
Di
samping itu, setiap orang mengakui bahwa media massa merupakan elemen tak
terpisahkan dari proses politik Amerika yang secara tidak langsung memberikan
kontribusi pada politik luar negrinya. Liputan media selalu saja memberikan
impresi negative dan pandangan miring terhadap orang Arab dan komunitas Islam.
Pada sisi lain, media Amerika secara konsisten mempresentasikan Israel dalam a
positive light, kendati kebrutalan dan kebiadaban terus dilakukannya. Tidak
dipungkiri memang bahwa media Amerika telah didominasi oleh Yahudi yang
berhasil menampilkan sosok rakyat Arab dan umat Islam seperti monster yang
menteror dan mendestabilkan dunia.
Dari
1.700 koran terbitan AS, 3 % adalah milik Yahudi. Jumlah ini mencakup surat
kabar yang terkemuka terutama dalam masalah internasional. Misalnya The New
York Times dan The Washington Post. Hartawan Yahudi AS juga menguasai majalah
mingguan yang berpengaruh seperti Newsweek, Time, US News & World Report,
ataupun juga mingguan intelektual seperti Nation, New Republic, The New York
Times Review of Books, dan lain-lain. Mereka juga menguasai tiga televisi besar
di AS seperti The Columbia Broadcasting System, The American Broadcasting
Corporation, dan The National Broadcasting Corporation. Perlu dicatat orang AS
lebih suka menonton TV dari pada membaca. Dengan demikian, pengaruh TV di AS
untuk membentuk opini sangatlah besar.
Lebih
dari itu, eratnya hubungan Zionisme dengan imperialisme AS dapat dilihat dari
beberapa fakta berikut:
Semasa
masih menjadi presiden, di Los Angeles, Bill Clinton (14/8/2000), misalnya,
pernah berkata, "Kami harus menjalin hubungan erat dengan Israel,
sebagaimana telah saya lakukan sepanjang kekuasaan saya sebagai presiden dan
sepanjang 52 tahun lampau".
Sementara
itu, pada awal-awal kekuasaannya sebagai presiden AS, George W. Bush
berkomentar pada jumpa pers yang ia lakukan dengan Toni Blair di Kamp David
pada tanggal 23/2/2001, "Kami akan mengulang kembali seluruh
kebijakan-kebijakan politik (sebelumnya) untuk wilayah-wilayah dunia. Salah
satunya adalah wilayah yang telah menyita sebagian besar waktu, yakni sekitar
Teluk Persia dan Timur Tengah".
Dua
pekan sebelumnya, Bush ketika mengucapkan selamat kepada Ariel Sharon dalam
Pemilu tanggal 6/2/2001, menyatakan, "Amerika akan bekerjasama dengan
semua pemimpin Israel, sejak berdirinya pada tahun 1948. Hubungan bilateral
kami sangat kokoh layaknya batu karang, sebagaimana komitmen Amerika terhadap
keamanan Israel dan adanya kepercayaan besar terhadap PM Sharon".
Demikianlah
sikap resmi pemerintah AS terhadap Israel. Wajar jika berbagai kebijakan
politik yang ditempuh Israel termasuk tindakan terorisme di Timur Tengah akan
selalu mendapatkan dukungan atau paling tidak, restu dari AS.
KH.
Muhammad Wafi, Lc.
Posting Komentar