Di dalam perjalanan para ulama’
terdahulu terdapat banyak contoh yang mencengangkan bagaimana mereka
menggunakan umurnya yang mampu mendorong kita agar benar-benar menjaga
detik-detik ini. Para pendahulu kita dengan keterbatasan dana, teknologi, tidak
ada listrik, printer, dan sejenisnya, namun amal mereka tak mampu ditandingi
oleh manusia sekarang. Mereka menghabiskan waktu mereka untuk berjuang di jalan
Allah, menyibukkan diri dengan menuntut ilmu, melakukan amalan sunnah,
berdzikir, bertasbih, beristighfar, mengajar, dan amal-amal ketaatan lainnya.
Abu Bakar Al-Baqilani pernah tidak
tidur sebelum menulis sebanyak 35 halaman dari hafalannya. Abu Nashr Al-Farabi
tinggal di Damaskus dekat taman dan kolam air. Di sinilah beliau pergunakan
untuk menulis kitab-kitabnya. Imam Abu Yusuf sahabat Imam Abu hanifah menjelang
detik-detik kematiannya masih sempat membahas masalah fiqh.
Seorang murid dari Al Alusi
Al-hafidh, Bahjah Al-Atsari berkata: “Saya teringat bahwa saya tidak datang
belajar pada suatu hari karena hujan dan angin kencang. Kami kira Al-Alusi
tidak datang mengajar. Keesokan harinya beliau berkata: “Tidak ada kebaikan
bagi orang yang terpengaruh oleh panas dan hujan untuk tidak belajar”.
Daud At-Tho’i diriwayatkan membaca
lima puluh ayat ketika makan roti. Seorang bijak mengatakan; “Waktu
adalah pedang, jika engkau tidak menggunakannya maka ia akan memotongmu.
Bila engkau tidak menggunakan waktu yang ada, maka engkau akan celaka layaknya
seseorang yang terkena sabetan pedang. Jika kamu tidak menggunakannya dalam
kebaikan maka engkau akan dirusak di dalamnya.” (Bahjatus-nufus,
Ibnu Abi Jamroh 3/96).
Sarri As-Saqoti ketika didatangi dan
dikerumuni oleh orang-orang yang tidak memiliki kepentingan dan hanya
berbasa-basi saja, maka dikatakan mereka: “Anda telah dikerumuni oleh
orang-orang yang tidak punya tindakan, jika orang yang didatangi lemah maka
mereka akan duduk berlama-lama dan akibatnya kerugian waktupun tak
terhindarkan. Padahal kalian punya kewajiban-kewajiban yang banyak”.
Imam Amir bin Qois kedatangan
seseorang dan mengajaknya untuk duduk-duduk saja, maka dikatakan kepadanya:
“Saya akan berbicara denganmu namun tolonglah hentikan matahari terlebih
dahulu”
Namun, sekarang ini banyak waktu terbuang dengan
sia-sia. Ini adalah tanda utama orang-orang yang dianggap merugi. Hilangnya
waktu, juga menyebabkan hilangnya umur secara sia-siapa. Beberapa hal di antara
kesia-siaan itu adalah banyak berkunjung dan berkumpul namun tidak untuk
menambah ilmu. Duduk-duduk hanya untuk berbasa-basi, berlebih-lebihan dalam
bergaul, banyak bercanda dan tertawa, banyak jalan-jalan, banyak bicara lebih
dari keperluan, minum kopi 1 gelas sampai berjam-jam, meng-ghibah dan
bersantai-santai membuang usia sehingga terlepaslah darinya manfaat yang
banyak.
Di antara menyia-nyiakan umur pula
adalah sibuk dengan sesuatu yang tidak penting. Berasyik-ria dengan kegiatan
yang remeh temeh. Seperti main catur, domino, menonton TV, baca desas-desus
berita koran, nonton berita ghibah, SMS atau bicara di HP dengan sesuatu
yang tidak penting. Sehingga banyak ketinggalan ilmu yang seharusnya ia miliki.
Imam Syafi’i pernah ditanya,
“Bagaimana keinginan Anda terhadap ilmu?” Beliau menjawab: “Ibarat
seorang ibu yang kehilangan anak tunggalnya dan ia tidak memiliki anak kecuali
anak tersebut.” (Adabus-Syafi’I wanaqibuh, Ar-Rozi, dinukil dari Ma’aalim
fit-thoriqi thlabil ‘ilmi hal.41).
Bandingkanlah pemandangan antara
Imam Syafi’I yang haus ilmu dengan orang-orang sekarang. Di kantor ia banyak
ngobrol, meski banyak orang sedang membutuhkannya. Di rumah ia hanya nonton TV
padahal banyak waktu bisa dimanfaatkan untuk kebaikan. Bahkan nongkrong malam
hari hanya untuk mengejak kesia-siaan.
Waktu lewat begitu saja dengan
kelebihan jam tidur, banyak makan, banyak berleha-leha dan santai. Sehingga
yang timbul justru panjang angan-angan, menunda-nunda pekerjaan, menunda
taubat. Terutama antara adzan dan iqomah tidak digunakan untuk berdo’a, atau
berdzikir, membaca al-Qur’an, mengulang hafalan, muhasabah, muroja’ah
dan sebagainya.
Dalam kenyataan, kita saksikan
manusia menggunakan umurnya dengan sesuatu yang aneh, membaca buku yang sama
sekali tidak berguna, menyaksikan hiburan yang sungguh sia-sia, lawakan,
berlama-lama istirahat, berhura-hura ke tempat keramaian dan sebagainya. Lebih
aneh lagi kita sendiri menganggap aneh melihat seseorang yang mempersiapkan
amal untuk perjalannya yang panjang, berpacu dengan cepatnya putaran waktu.
Imam Ibnu Jama’ah berkata:
“Hendaknya seseorang membagi waktu malam dan siangnya, memanfaatkan sisa umur
karena umur yang tersisa tidak ada bandingannya.”
Akhirul kalam, biasakanlah bertanya pada diri sendiri. Apa yang telah
kita lakukan di waktu-waktu sehat dan luang kita? Apakah digunakan untuk
tujuan kesehatan, kemanfaatan ilmu, untuk ibadah, atau hanya terbuang secara
percuma?
Jika hanya kesia-siaan belakan, sepatutnya kita
memohon kepada Allah agar mengasihi kita dan menjadikan kita termasuk
orang-orang yang mampu mengisi usia ini sebagus-bagusnya. Aamiin.
Abu Hasan Husain
Posting Komentar