Muncullah kemudian gagasan untuk menghabisi Yusuf atau
membuangnya ke tempat yang jauh dengan harapan bahwa perhatian Ya’qub akan
terbagi juga kepada mereka. Bukankah setelah itu mereka masih bisa bertaubat,
dan kembali menjadi orang-orang baik? Seorang diantara mereka kemudian
berkata,”Jangan kalian membunuhnya. Kita lemparkan saja dia ke dasar sumur
agar dipungut orang yang lewat atau dibawa pergi kelana.”
Mereka pun lalu datang kepada Ya’qub dan meminta agar Yusuf
diijinkan pergi dan bermain bersama mereka keesokan harinya. Sebagai seorang
nabi, Ya’qub memahami apa yang berada dalam benak putra-putranya. Ia katakan
juga kepada mereka, betapa besar duka-lara yang akan dirasakannya jika mereka
sampai lalai menjaga Yusuf sehingga menjadi mangsa serigala gurun. Tetapi,
mereka pun meyakinkan sang ayah tentang kekuatan yang mereka miliki, dan Ya’qub
pun akhirnya tak kuasa bertahan.
Yusuf dibawa pergi oleh saudara-saudaranya meninggalkan
sang ayah dengan seribu duka. Di dasar sebuah sumur mereka meninggalkan bocah yang
masih kecil ini tanpa pakaian sama sekali. Kemudian, tatkala malam tiba, mereka
datang kepada sang ayah seraya menangis. Gamis yusuf yang telah mereka lumuri
dengan darah domba mereka tunjukkan. Berita sedih yang mereka bawa serta
adalah, Yusuf tewas diterkam serigala ketika mereka sedang asyik bermain dan
meninggalkannya sendiri.
Seorang nabi seperti Ya’qub tentulah mendapat panduan
Ilahi. Ya’qub yakin bahwa sesungguhnya Yusuf masih hidup. Ia pun berusaha
menghadapi situasi ini dengan sabar, agar tidak membuat rasa cemburu semakin
menjadi dan meluruskan niat mereka untuk kemudian benar-benar membunuh Yusuf.
Tatkala melihat gamis putranya utuh tidak tercabik, Ya’qub mengerti bahwa darah
yang melekat di sana pastilah palsu. Seharusnya gamis ini mereka cabik-cabik
terlebih dahulu agar terkesan sungguh. Ya’qub yakin benar bahwa putra-putranya
telah berdusta. Di dalam sebuah narasi, dikisahkan bahwa Ya’qub kemudian
menutupi wajahnya dengan gamis ini seraya berkata, ”Serigala macam apakah
yang telah menerkam putraku itu tanpa merusak gamis yang dipakainya sedikit
pun?”
Kisah indah Al-Qur’an ini berlanjut dengan lewatnya
serombongan musafir. Ketika seorang dari mereka mencoba menimba air, ia pun
terkejut dan berteriak, ”Alangkah senangnya! Ada seorang anak muda di sumur
ini!” mereka pun lalu membawa dan menyembunyikan Yusuf agar kelak dapat
mereka jual. Di sebuah pasar budak, Yusuf, yang kelak menjadi nabi besar itu
mereka jual cepat-cepat hanya dengan harga beberapa dirham saja sebelum
perbuatan ini diketahui banyak orang.
Yusuf dibeli oleh seorang pejabat tinggi semacam Perdana
Mentri yang disebut ’Al-Aziz.’ Kepada istrinya ia meminta agar menjaga Yusuf
dengan baik karena boleh jadi ia akan berguna bagi mereka. Bahkan, mengangkat
dia sebagai anak pun mereka rasakan pantas pula. Episode pertama kehidupan
Yusuf berakhir dengan puncak dilemparkannya ia ke dasar sumur. Di tempat
Al-Aziz inilah babak baru kehidupan Yusuf bermula. Di tanah ini pula Allah
memantapkan dia dan mengajarinya berbagai ta’wil mimpi. Yusuf pun tumbuh
menjadi seorang dewasa yang arif dan berilmu.
وَلَمَّا بَلَغَ أَشُدَّهُ آتَيْنَاهُ حُكْمًا وَعِلْمًا وَكَذَلِكَ
نَجْزِي الْمُحْسِن
”Dan tatkala dia cukup dewasa,
Kami berikan kepadanya hikmah dan ilmu. Demikianlah Kami memberi balasan kepada
orang-orang yang berbuat baik.”
Yusuf kini tumbuh menjadi seorang pemuda yang tampan dan
menawan. Maka tidaklah mengherankan jika kemudian hal ini membuat Zulaikha,
istri Al-Aziz jatuh hati kepadanya. Dirayunya Yusuf dengan segala daya dan
cara. Suatu kali, ditutupnya pintu agar dapat berdua saja dengannya seraya
berkata, ”Kemarilah wahai Yusuf!”. Namun Yusuf adalah seorang pemuda
yang tak mudah terperdaya oleh godaan. Mendengar ajakan Zulaikha, ia pun
berkata, ”Aku berlindung kepada Allah. Sesungguhnya tuanku telah
memperlakukan aku dengan sangat baik. Orang-orang yang aniaya tentu tak akan
beruntung.” (Yusuf: 23).
Namun Zulaikha tidak berhenti hanya sampai di
situ. Nafsu birahi terhadap Yusuf muda yang tampan itu kiranya telah menggoda
hatinya setiap waktu. Suatu kali, diburunya Yusuf menuju pintu. Ditariknya
Yusuf dari arah belakang sehingga gamis yang dipakainya terkoyak. Ketika
kemudian melihat suami perempuan ini berdiri di pintu, Zulaikha membalikkan
arah peristiwa. Serta merta ia berkata, ”Apakah kiranya hukuman bagi
laki-laki yang hendak berbuat mesum kepada istrimu kecuali penjara?”
Habib Husain Shahab
Posting Komentar