Mari kita jeda sejenak dari aktivitas. Duduk dan rehatkan
pikiran dari tugas-tugas keseharian. Buka jendela hati. Simaklah pitutur demi
pitutur yang mengalir dari lisan seorang wali yang ilmunya ibarat lautan tak
bertepi berikut ini. Beliau adalah Habib Hasan bin Sholeh al-Bahar, seorang
yang berada di puncak kemakrifatan di masanya, sekitar seratus lima puluh tahun
silam.
Ketahuilah wahai ikhwan, semoga Allah menjadikanku dan kamu
semua sebagai insan yang asyik mendengar ucapan-ucapan dan sanggup menjelmakan
isi ucapan itu dalam laku. Sesungguhnya majelis
kheir adalah bursa pahala, bahkan ia adalah ladang
surga, seperti pernah diterangkan dalam sebuah sabda Rasul. Karena itu, cermati
diri tatkala memasuki bursa itu, jangan sampai keluar dalam keadaan merugi, tak
membawa apa-apa.
Buah dari majelis kheir adalah ilmu, dan kenikmatannya akan kita rasakan tatkala kita
mengamalkan dan membagikannya kepada mereka yang belum mengerti. Adapun puncak
dari segala fadhilah majelis itu adalah derajat tinggi di alam yang tiada akhir
kelak.
Pungutlah ilmu dan hikmah dengan mencurahkan segenap indra
dengar dan hati. Galilah hikmah lebih jauh dengan perenungan yang lurus dan
mendalam. Ambillah hikmah itu, baik dari mereka yang telah mencapai kearifan
maupun mereka yang masih awam. Hikmah adalah sesuatu yang paling didamba
seorang mukmin.
Betapa tidak? Manusia beriman niscaya selalu mengharapkan dirinya beroleh keselamatan di alam keabadian, sementara keselamatan itu terpendam di antara hikmah-hikmah. Karenanya, mukmin bijak akan senantiasa mencari hikmah itu, di mana saja, dari siapa saja. Apakah itu datangnya dari anak-anak atau orang tua, dari seorang pembesar atau seorang yang hina, dari seorang yang taat atau durhaka.
Betapa tidak? Manusia beriman niscaya selalu mengharapkan dirinya beroleh keselamatan di alam keabadian, sementara keselamatan itu terpendam di antara hikmah-hikmah. Karenanya, mukmin bijak akan senantiasa mencari hikmah itu, di mana saja, dari siapa saja. Apakah itu datangnya dari anak-anak atau orang tua, dari seorang pembesar atau seorang yang hina, dari seorang yang taat atau durhaka.
Inilah model mukmin sejati. Ia tak pernah jenuh menasehati
diri, selalu introspeksi pada perilakunya, dan selalu gigih menyelamatkan
agamanya.
Salinglah menasehati wahai semua ikhwanku, dan
bahu-membahulah dalam menyongsong ridha Tuhanmu. Nasehat adalah bagian dari
agama. Saling wasiat dalam perbuatan elok adalah ciri orang-orang yang beroleh
kemujuran dari-Nya. Baginda Nabi SAW bersabda, “Makhluk,
semuanya adalah keluarga Allah. Yang paling dicinta oleh-Nya di antara mereka
adalah siapa yang paling banyak memberikan manfaat kepada keluarga.”
Namun hendaknya diketahui, manfaat terbesar ialah manfaat yang
menjamin kebahagiaan yang kekal, yang mengundang ridha Sang Kuasa di dalam
surga-Nya yang penuh kenikmatan. Inilah manfaat yang menjadi puncak dari segala fadhilah dan
kesempurnaan. Inilah maqam para nabi dan pewaris mereka.
Dalam sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Yazid bin
ar-Raqqasyi, Baginda Rasul SAW bersabda, “Mari,
kukabarkan kepada kalian tentang suatu kaum. Mereka bukan nabi bukan pula
syuhada. Akan tetapi, para nabi dan syuhada seolah ingin seperti mereka karena
begitu istimewanya tempat mereka di sisi Allah SWT. Ya, mereka berada di atas
mimbar yang terangkai dari cahaya yang menjadi perlambang mereka.”
“Siapa gerangan mereka wahai Rasulullah?”
tanya sahabat.
“Mereka adalah orang yang gemar membuat Allah SWT cinta kepada hambaNya dan menyeru hamba untuk mencintai Allah SWT. Mereka berjalan di muka bumi dengan nasehat-nasehat.” Kami (para sahabat) bertanya lagi, “Kalau menyeru hamba agar mencintai Allah kami mafhum. Bagaimana membuat Allah cinta kepada hamba-Nya?” Rasul menjawab, “mereka mengajak para hamba melaksanakan segala hal yang dicintai Allah, dan mencegah mereka dari segala yang dibenci Allah. Jika mereka patuh, niscaya Allah mencintai mereka.”
“Mereka adalah orang yang gemar membuat Allah SWT cinta kepada hambaNya dan menyeru hamba untuk mencintai Allah SWT. Mereka berjalan di muka bumi dengan nasehat-nasehat.” Kami (para sahabat) bertanya lagi, “Kalau menyeru hamba agar mencintai Allah kami mafhum. Bagaimana membuat Allah cinta kepada hamba-Nya?” Rasul menjawab, “mereka mengajak para hamba melaksanakan segala hal yang dicintai Allah, dan mencegah mereka dari segala yang dibenci Allah. Jika mereka patuh, niscaya Allah mencintai mereka.”
Allah SWT mencipta ketaatan sebagai instrumen yang
menggiring manusia menuju lebih dekat kepadaNya. Barangsiapa ditakdirkan untuk
berada di dekat-Nya, berarti ia beroleh kemuliaan dan rahmat. Orang serupa ini
kelak dilanggengkan di dalam surga bersama para hamba pilihan-Nya. Sebaliknya,
Allah mencipta maksiat sebagai instrumen yang merenggangkan manusia dari-Nya.
Barangsiapa ditakdirkan berjauhan dari-Nya, ia akan beroleh penyesalan tak
berakhir. Kelak ia akan dijebloskan ke dalam siksaan yang pedih tiada tara.
Semoga Allah menghindarkan kita dari azab-azab-Nya dan menuntun kita menuju
jalan yang pernah dijejaki para kekasih-Nya.
Habib Hasan Bin Sholeh Al Bahar
Posting Komentar