Jika engkau konsisten beribadah kepada
Allah dan engkau masukkan dirimu ke dalam peribadatan kepadanya, maka Dia Azza
wa Jalla akan membantumu. Jadi masuknya dirimu ke dalam pengabdian kepada Allah
merupakan sebab untuk mendapatkan pertolongan dari Allah Subhanahu wa Ta'ala.
Semakin sempurna peribadatan seorang hamba,
maka semakin besar pula ia mendapatkan pertolongan dari Allah Azza wa Jalla.
Orang yang tujuan akhirnya adalah Allah, ia pasti akan memiliki semangat yang
tinggi. Dia kumpulkan semangatnya. Dia siapkan kemampuannya, dan ia singkirkan
tuntutan hawa nafsunya, supaya ia bisa naik pada posisi tinggi di hadapan Allah
Azza wa Jalla, Dzat yang dicintai dan ditaatinya. Ia juga akan memperbaiki
kesalahan-kesalahan di jalan, agar tetap mapan di peringkat ini.
Perbuatan ibadah dalam Islam itu, mencakup
semua kegiatan, gerakan, kesibukan, niat dan arah. Sungguh (betapa) sulit bagi
seorang manusia mengarahkan semua itu hanya kepada Allah Azza wa Jalla. Sebuah
kesulitan yang membutuhkan kesabaran. Dan sebuah jalan yang membutuhkan
kesungguh-sungguhan, agar hati bisa terbebas dari noda-noda hawa nafsu, tipuan
syethan dan keburukan jiwa.
Namun, siapapun yang menanam keikhlasan, ia
pasti akan menuai keselamatan. Dan siapapun yang menanam benih ittiba’ (mengikuti
Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam), ia akan memetik hasil kebenaran
dalam berkata dan berbuat. Dan barangsiapa yang menjaga (syari’at) Allah,
Allah Azza wa Jalla pasti akan menjaganya. Allah berfirman,
وَالَّذِينَ
جَاهَدُوا فِينَا لَنَهْدِيَنَّهُمْ سُبُلَنَا وَإِنَّ اللهَ لَمَعَ الْمُحْسِنِينَ
"Dan orang-orang yang berjihad untuk
(mencari keridhaan) Kami, benar-benar akan Kami tunjukkan kepada mereka
jalan-jalan Kami. Dan sesungguhnya Allah benar-benar beserta orang-orang yang
berbuat baik" [Al Ankabut:69]
Dan kepada posisi inilah Rasulullah
Shallallahu 'alaihi wa sallam memberikan isyarat,
حُجِبَتِ
النَّارُ بِالشَّهَوَاتِ وَحُجِبَتِ الْجَنَّةُ بِالْمَكَارِهِ
"Neraka itu ditutupi dengan syahwat
(yang disenangi hawa nafsu) dan surga ditutupi dengan makarih (hal-hal yang
tidak menyenangkan)"
Jadi surga itu ditutupi dan dikelilingi
dengan makarih.
Makarih adalah perintah yang dibebankan
kepada mukallaf untuk melawan hawa nafsu dalam melaksanakan perintah itu; baik
itu (berupa) perintah untuk mengerjakan ataupun perintah untuk meninggalkan.
Seperti melaksanakan ibadah dengan benar dan menjauhi larangan dalam bentuk
perkataan maupun perbuatan. Dan diungkapkan dengan kalimat makarih (sesuatu
yang dibenci, tidak menyenangkan,) karena berat dan sulitnya hal itu bagi
pelaku. Namun akibatnya lebih manis daripada madu.
لاَ تَحْسَبَنَّ
الْمَجْدَ تَمْرًا أَنْتَ آكِلُهُ
لَنْ
تَبْلُغَ الْمَجْدَ حَتَّى تَلْعَقَ الصَّبْرَ
Jangan engkau sangka kemuliaan itu seperti
kurma yang engkau makan. Engkau tak akan mencapai kemuliaan sebelum engkau
teguk kesabaran
Dan benarlah pekataan seorang penya’ir
وَالصَّبْرُ
مِثْلُ اسْمِهِ مُرٌّ مَذَاقَتُهُ
لَكِنْ
عَوَاقِبُهُ أَحْلَى مِنَ الْعَسَلِ
Sabar itu seperti namanya, pahit rasanya
Akan tetapi akibatnya lebih manis daripada
madu
Ust. Shobirin
Posting Komentar