Dalam hal pelaksanaan shalat ‘Ied, Rasulullah SAW pernah
melaksanakan di lapangan dan pernah pula melaksanakannya di masjid, sebagaimana
banyak dijelaskan dalam hadits-hadits, yang antara lain sebagai berikut :
1. Riwayat Imam Bukhari, hadits nomor 956
عَنْ اَبِي سَعِيْد الخدري قال : كَانَ النَّبِيُّ صَلََّّى الله عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَخْرُجُ يَوْمَ الفِطْرِ وَالاضْحَى اِلَى الْمُصَلَّى فأوَّلُ شَيْءٍ يبَدْأَ ُبِهِ الصَّلاةُ ثُمَّ يَنْصَرِفُ فَيَقُوْمُ مُقَابَلَ النَّاسِ وَالنَّاسُ جُلُوْسٌ عَلَى صُفُوْفِهِمْ فَيَعِظُهُمْ وَيُوْصِيْهِمْ وَيأمرُهُم فَإنَ كانَ يريْدُ ان يقْطعَ بعثا قَطعَهُ او يَأمُر بشيءٍ يأمُر بِهِ ثم ينصرف …
Artinya : Dari Abi Said Al-Khudry, beliau
berkata : Bahwa pada hari raya Fitri dan hari raya Adlha …..
2. Riwayat Imam Muslim, hadits nomor 2055
عَنْ اَمِّ عطية قالت : اَمَرَنَا رَسُوْلُ الله صَلََّّى الله عَلَيْهِ وَسَلَّمَ اَنْ نُخْرِجَهُمْ في الفِطْرِ والأضْحَى العَوَاتِقَ والحيض وذوات الحذور ….
3. Riwayat Imam Abu Dawud, hadits nomor 1136
عن ام عطية قالت : امرنا رسول الله صَلََّّى الله عَلَيْهِ وَسَلَّمَ اَنْ نُخْرِجَ ذَوَاتِ الحذُوْرِ يَوْمَ العِيْدِ قِيْلَ فالحَيْضُ ؟ قَالَ لِيَشْهَدْنَ الخَيْرَ وَدَعْوَةَ الْمُسْلِمِيْنَ. قَالَ فقَالَتْ اِمْرَأَةٌ يَا رَسُوْلَ الله اِنْ لَمْ يكُنْ لاِحْدَاهُنَّ ثَوْبٌ كَيْفَ تَصْنَعُ ؟ قَالَ تُلْبِسُهَا صَاحِبَتُهَا طَائِفَةًً مِنْ ثَوْبِهَا
4. Riwayat Imam Abu Dawud, hadits nomor 1160
عَنْ اَبِى هُرَيْرَةَ اَنَّهُ اَصَابَهُمْ مَطَرٌ يَوْمَ عِيْدٍ فَصَلَّى بِهِمُ النَّبِىُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ صَلاَةَ الْعِيْدِ فِى الْمَسْجِدِ. رواه ابو داود.
Artinya : “Dari Abu Hurairah, bahwasannya terjadi hujan pada hari raya, maka Nabi Saw, shalat ‘Id bersama-sama di masjid” (HR. Abu Dawud).
5. Riwayat Imam Ibnu Majah, hadits nomor 1313
عَنْ اَبِى هُرَيْرَةَ قَالَ : اَصَابَ النَّاسَ مَطَرٌ فِى يَوْمِ عِيْدٍ عَلَى عَهْدِ رَسُوْلِ اللهِ ًصَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَصَلَّى بِهِمْ فِى الْمَسْجِدِ. رواه ابن ماجه.
Artinya : “Dari Abu Hurairah r.a, ia
berkata : terjadi hujan pada orang-orang di hari raya pada masa Rasulullah Saw,
maka beliau shalat ‘Id bersama mereka di dalam masjid”. (HR.Ibnu Majah).
Lalu, lebih afdhal manakah antara melaksanakan shalat ‘Id di lapangan dengan di masjid?
Untuk menjawab pertanyaan ini, hendaklah
dilakukan kompromi (al-jam’u) antara dalil-dalil yang nampak berlawanan
tersebut.
Kalau diteliti, dalam hadits-hadits
tersebut terdapat illatnya masing-masing Yaitu:
1. Dalam rangka melaksanakan shalat ‘Id itu, Rasulullah SAW memerintahkan agar menggerakkan atau melakukan mobilisasi seluruh komponen masyarakat muslim termasuk para hamba sahaya, wanita (yang pada hari biasa tidak dianjurkan ke masjid), serta wanita-wanita yang sedang haidl (menstruasi).
Hal ini seperti ditunjukkan teks hadits
yang berbunyi “ امرنا رسول الله صلى الله عليه وسلم ان نخرجهم “. Pelaksanaannya di lapangan, sebab masjid tidak mampu menampung
seluruh jamaah kaum muslimin.
2. Ketika situasi dan kondisi tidak memungkinkan untuk memobilisasi seluruh komponen masyarakat, maka Rasulullah SAW melaksanakannya di masjid, karena masjid masih mampu menampung jamaah yang hadir.
Hal ini ditunjukkan oleh teks hadits yang
menyatakan bahwa ketika hujan Rasulullah SAW melaksanakan shalat ‘id di masjid,
seperti dijelaskan hadits riwayat Imam Abu Dawud dan Ibnu Majah di atas.
Padahal meskipun di masjid, para jamaah tetap kehujanan karena kondisi masjid
pada waktu itu belum berupa gedung yang beratap rapat seperti sekarang ini.
Dengan memahami illat dari masing-masing hadits tersebut, dapat disimpulkan bahwa melaksanakan shalat ‘id itu lebih utama (afdhal) di masjid jika masih memungkinkan untuk menampung jamaah yang hadir. Disamping itu masjid lebih terjaga kesuciannya dan dimuliakan masjid di sisi Allah SWT.
Allah berfirman dalam Surat At-Taubah ayat 18, “Hanya yang memakmurkan masjid-masjid Allah
ialah orang-orang yang beriman kepada Allah dan hari Kemudian, serta tetap
mendirikan shalat, emnunaikan zakat dan tidak takut (kepada siapapun) selain
kepada Allah, Maka merekalah orang-orang yang diharapkan termasuk golongan
orang-orang yang mendapat petunjuk”.
Oleh karena itu, sebagaimana dijelaskan
dalam kitab Subulus Salam, para ulama’ seperti Imam Syafi’i, Imam Yahya, dan
sekelompok ulama’ lainnya menetapkan bahwa shalat ‘id di masjid lebih afdhal. Apabila masjid itu luas (masih bisa menampung jamaah), maka hendaklah tetap
tidak keluar dari masjid itu. Dan dengan alasan itulah penduduk Makkah tidak
keluar ke lapangan karena masjid masih bisa menampung jamaahnya. Dalam kitab Kifayatul Akhyar pun dijelaskan, bahwa
pendapat yang betul adalah masjid lebih utama.
Dari berbagai sumber (Kitab Subulussalam dan Kifayatul Akhyar)
Posting Komentar