Kemarin saya menceritakan saat Habib Munzir
berdakwah di papua. Sungguh di dalam perjalanan tersebut begitu banyak hikmah
yang bisa di petik. Salah satunya adalah kisah berikut ini.
Di tengah perjalanan (dalam perjalanan dari Sorong
menuju Teminabuan) dalam perjalanan itu Habib Munzir dan Tim menggunakan mobil
4×4 bak
terbuka, di tengah perjalanan rombongan ini diberhentikan oleh salah seorang
biarawati, wanita pimpinan agama non muslim yang berusia diatas 50 an,
sepertinya ia ingin ikut menumpang mobil, Asri (yang menyupir mobil) menanyakan
kepada Habib Munzir, karena mobil ini sudah di carterkan untuk Habib Munzir dan
Tim.
"Habib, apakah ibu biarawati ini boleh
di naikkan?". Tanya sopir (Asri) kepada Habib Munzir.
Tanpa pikir panjang lagi Habib Munzir
menjawab "Boleh, tapi mau ditempatkan dimana? disini sudah tidak ada
tempat".
"Taruh di Bak belakang aja bib bersama
barang" kata Asri.
"Hmmm tapi saya merasa tidak tega jika ibu itu harus
duduk di belakang bersama barang" jawab Habib Munzir.
"Dia sudah biasa seperti itu kok
bib" jawab Asri.
Mendengar jawaban "sudah biasa" tersebut
Habib Munzir kaget dan terkejut, beliau menceritakan, saya kaget dan merasa
tercekik mendengarnya, "sudah biasa ??", "dia sudah biasa
seperti itu bib", seorang biarawati penyeru kepada agama keyakinannya ia
ternyata sudah terbiasa untuk berjalan dan duduk di bak bagian belakang dari
kampung ke kampung demi berjuang untuk menyebarkan keyakinannya.
Kata Habib Munzir lagi "maka tidak
salah kalau seandainya agama non muslim yang menjadi maju, karena para dai
muslim hanya bersembunyi di kota-kota besar, tidak mau keluar seperti mereka.
Maka jangan salahkan mereka jika muslimin semakin mundur, karena para dai nya
juga semakin mundur. Dan ketika sopir mengatakan ia sudah terbiasa, maka
semakin sakit hati saya, bukan semakin tenang tapi semakin sakit saya
mendengarnya."
Dan
Ibu biarawati tersebut pun naik di Bak belakang mobil 4X4 yang dipakai, satu
tempat bersama barang.
Perjalanan pun diteruskan, 1 jam perjalanan
terasa rintik rintik gerimis mulai turun. Melihat itu Habib Munzir menjadi
gelisah, risau, tak tenang, ia terpikir kepada ibu biarawati yang sedang duduk
di bak belakang.
Kata Habib Munzir "Hati saya terasa
tercekik, sungguh! walaupun ia adalah seorang non muslim, tapi bagaimanapun ia
adalah seorang wanita yang usianya cukup tua, duduk di Bak terbuka di belakang
dengan terpaan hujan, ia seorang pemuka dan guru agama non muslim, ia sangat
tabah dalam berdakwah membela agamanya dengan semangat juang yang luar biasa,
ia berjalan dari kampung ke kampung, terus mengajar dengan sukarela sepanjang
hidupnya, mengabdi pada agamanya, sampai rela duduk di Bak belakang mobil,
dalam keadaan hujan dan panas, ia wanita, sudah cukup lanjut usia, demikian
tabahnya Da’i non muslim ini, hati saya seperti tercabik cabik, saya malu, malu
sekali.."
Hujan pun turun semakin deras, Habib Munzir
semakin gelisah. Beliau sudah tak tahan lagi, semakin risau dengan keadaan ibu
biarawati tersebut.
"Berhenti Asri, berhenti..!" kata
Habib Munzir seketika sambil memegang tangan Asri. Asri pun menghentikan mobil.
"Ada apa bib?" Tanya Asri
"Saya mau pindah ke belakang bak
menggantikan posisi ibu itu, biar ibu itu duduk di dalam sini menggantikan
tempat saya duduk" jawab Habib Munzir.
Mendengar itu Asri menjadi kaget dan tentu
saja menolak. "Itu tidak mungkin Habib, Tidak mungkin habib turun dan
pindah ke bak belakang..!, habib sudah carter mobil saya..!!, lagi pula ini
sedang hujan habib..!!",
Habib Munzir menjawab "Dia seorang
wanita yang lebih tua dari saya meskipun ia beda agama, Rasulullah saw
menghormati yang lebih tua ".
Habib Munzir tetap bersikeras memaksa,
akhirnya mau tidak mau Asri yang menyupir mobil pun pasrah menuruti. Habib Munzir
pindah ke bak belakang, beberapa rombongan yang lain pun ikut ingin kebelakang,
tetapi Habib Munzir melarang mereka, "Yang lainnya tetap dalam posisinya, cukup satu orang yang
menemani saya di Bak Belakang, sudah ada satu orang penjaga Barang kok di
belakang". Dan mereka pun sangat bersempit sempit 4 orang di kursi belakang.
Tapi Ibu itu ternyata tak mau pindah ia
tetap mau duduk di bak saja, ia seakan merasa tahu diri bahwa dirinya menumpang,
ia merasa malu dan haru. "Kalau Ibu tidak mau turun dan masuk kedalam maka
saya tidak akan mau naik ke mobil" jawab Habib Munzir.
Mau tidak mau akhirnya ibu itupun masuk
kedalam mobil. Habib Munzir duduk di bak belakang di temani KH Ahmad Baihaqi. Di
saat itu hujan turun semakin deras membasai tubuh Habib Munzir yang duduk di
bak terbuka. Habib Munzir membuka sorban dan kacamatanya, cuma pakai peci.
Habib Munzir menangis, bukan menangis karena keadaannya, tapi menangis karena
faktor biarawati tadi.
Kata Habib Munzir "Saya menangis,
memikirkan, betapa kuat dan tabahnya biarawati itu, betapa malunya saya karena
saya dimanjakan di Jakarta, sekedar turun dari mobil dan naik ke mimbar,
sedangkan mereka, para dai non muslim di wilayah pedalaman, terus berdakwah,
maka siapa yang akan terjun kesana jika kita para da'i muslim hanya duduk di
kota-kota besar?"
Dalam derasnya hujan itu mobil kembali
berhenti. Bang Ipul (Saeful Zahri) turun dan meminta agar Habib Munzir masuk
kedalam menggantikan tempatnya, tapi Habib Munzir menolak. "Saya sudah duduk dan malas
berdiri lagi, kalau mau ganti saja KH Ahmad baihaqi kedepan, tapi saya tidak
mau pindah". Maka demikian bergantian beberapa waktu terus 4 personil bergantian
pindah ke belakang, namun Habib Munzir tetap tak ingin beranjak dari bak, hanya
yang lain saja bergantian.
Kata
Habib Munzir menceritakan "Saya duduk di bak Belakang untuk membalas pilu
saya akan semangat seorang wanita tua itu yang penyeru kepada agama non muslim,
aku seorang penyeru ke Jalan Allah, aku malu pada Allah. Patutnya aku berjalan kaki 200 km dan bukan duduk di
Bak terbuka yang masih bisa santai".
Subhanallah... sebuah kata-kata yang penuh hikmah,
patut untuk di renungkan, terutama bagi para da'i yang hanya mau berdakwah
karena faktor amplop, dan hanya mau di tempat-tempat yang enak. Sebagai catatan, foto tersebut adalah foto asli
saat Habib Munzir duduk di bak terbuka mobil dalam cerita nyata ini.
Fb Abu Nawas dalam Kisah
Nyata Perjalanan Dakwah Habib Munzir Al Musawwa di Papua
Posting Komentar