Ketahuilah, sesungguhnya ada dua faktor
yang menimbulkan banyak angan-angan. Pertama yaitu cinta dunia dan yang kedua adalah
kebodohan.
Seseorang yang sudah begitu mencintai dunia
berikut segala kesenangan, kenikmatan, dan pesona-pesonanya, hatinya pasti
merasa berat kalau sampai harus berpisah meninggalkannya. Akibatnya, ia enggan
memikirkan tentang kematian yang menyebabkan terjadinya perpisahan tersebut.
Siapa yang membenci sesuatu, ia pasti akan berusaha menolak sesuatu itu
darinya.
Banyak manusia yang terbuai oleh
angan-angan palsu. Ia ingin bisa hidup selamanya, kekal abadi di dunia. Ia
terus mendambakan hal tersebut, dan yakin keinginannya pasti akan tercapai. Ia
lantas berusaha memburu hal-hal yang dapat mempertahankan hidup abadi itu,
berupa harta kekayaan, keluarga, rumah, teman, kendaraan, dan sarana-sarana
kehidupan duniawi lainnya. Hatinya susah untuk dilepaskan dari pikiran tersebut
karena sudah tergantung kepadanya. Akibatnya, ia lalu berpaling dari mengingat
kematian dan menganggapnya masih sangat jauh.
Jika suatu ketika terlintas dalam
pikirannya soal kematian yang menuntut persiapan untuk menyambutnya, ia berkata
kepada dirinya sendiri dengan nada menghibur, “Tenang saja, masih ada banyak waktu
di depanmu. Dan nanti ketika sudah dewasa, kamu masih bisa bertobat.”
Tetapi, ketika sudah memasuki usia dewasa,
ia pun berkata, “Tenang saja, tunggu sampai kamu sudah menjadi seorang kakek.” Dan ketika
sudah menjadi seorang kakek, ia juga masih bisa berkata, “Tenang,
tunggu saja sampai kamu selesai membangun rumah itu, atau selesai membereskan
tanah pertanian itu, atau setelah kamu pulang dari perjalanan itu, atau setelah
kamu selesai mengurus anakmu yang itu, atau setelah selesai memberinya modal
pekerjaan dan membikinkan rumah untuknya, atau setelah berhasil mengalahkan
pesaingmu yang sekarang bersenang-senang di atas penderitaanmu.”
Demikianlah, ia selalu menunda dan mengulur-ulur
waktu. Ia tenggelam dalam satu kesibukan dunia yang untuk menyelesaikannya ia
harus terjebak dalam puluhan kesibukan dunia lainnya, sampai akhirnya ia keburu
dijemput oleh maut dalam waktu yang tidak ia perhitungkan. Pada saat itu ia
akan meratap berkepanjangan.
Ratapan dan teriakan yang paling sering
keluar dari para penghuni neraka adalah karena mereka dahulu suka menunda-nunda
amal kebaikan. Mereka mengatakan, “Aduh, kami sedih dan menyesal kenapa kami dulu suka menunda-nunda!”
Orang yang suka menunda-nunda untuk
bertobat tidak menyadari bahwa sikap buruk itu kelak akan tetap bersamanya.
Semakin lama ia menunda-nunda maka akan semakin lama pula ia meratap dan
menyesal, la mengira bahwa orang yang asyik tenggelam dalam kesibukan duniawi
itu tetap mempunyai waktu luang. Padahal itu mustahil. Jika ingin lolos dari
perangkap itu, mau tidak mau ia harus sama sekali mencampakkannya.
Seorang penyair berkata, “Manusia takkan pernah selesai urusannya. Sebab, setiap selesai satu kebutuhan selaksa kebutuhan
lain telah siap menunggu untuk diselesaikan.”
Pangkal semua angan-angan tersebut adalah
rasa cinta kepada dunia, dan melalaikan sabda Nabi Shalallahu Alaihi Wa Aalihi
Wa Shahbihi Wa Salam, “Cintailah siapa yang kamu cintai, tapi ingatlah bahwa kamu pasti
akan berpisah meninggalkannya.“
Dikutip oleh Habib Ahmad
Bin Jindan dari Kitab Dibalik Tabir Kematian Karya Al Imam Al Ghazali
Posting Komentar