Dari Tsabit Al Bunani dari Anas bin Malik Rasulullah
Shallallahu ‘alaihi wa Salam meninggalkan jenazah perang Badar tiga kali,
setelah itu beliau mendatangi mereka, beliau berdiri dan memanggil-manggil
mereka, beliau bersabda: Hai Abu Jahal bin Hisyam, hai Umaiyah bin Khalaf, hai
Utbah bin Rabi’ah, hai Syaibah bin Rabi’ah, bukankah kalian telah menemukan
kebenaran janji Rabb kalian, sesungguhnya aku telah menemukan kebenaran janji
Rabbku yang dijanjikan padaku. Umar mendengar ucapan nabi Shallallahu ‘alaihi
wa Salam, ia berkata: Wahai Rasulullah, bagaimana mereka mendengar dan
bagaimana mereka menjawab, mereka telah menjadi bangkai? Beliau bersabda: Demi
Dzat yang jiwaku berada ditanganNya, kalian tidak lebih mendengar ucapanku
melebihi mereka, hanya saja mereka tidak bisa menjawab. (HR Muslim 5121)
Jadi mereka yang mencela umat Islam yang bersilaturahmi
dengan ahli kubur akibat selalu berpegang pada nash secara dzahir atau
pemahaman mereka selalu dengan makna dzahir sehingga terjerumus durhaka kepada
Rasulullah karena secara tidak langsung mereka mencela Rasulullah yang
berkomunikasi dengan ahli kubur.
Rasulullah bersabda, “Tidak seorangpun yang mengunjungi
kuburan saudaranya dan duduk kepadanya (untuk mendoakannya) kecuali dia merasa
bahagia dan menemaninya hingga dia berdiri meninggalkan kuburan itu.” (HR. Ibnu
Abu Dunya dari Aisyah dalam kitab Al-Qubûr).
Rasulullah bersabda, “Tidak seorang pun melewati kuburan
saudaranya yang mukmin yang dia kenal selama hidup di dunia, lalu orang yang
lewat itu mengucapkan salam untuknya, kecuali dia mengetahuinya dan menjawab
salamnya itu.” (Hadis Shahih riwayat Ibnu Abdul Bar dari Ibnu Abbas di dalam
kitab Al-Istidzkar dan At-Tamhid).
Begitupula dalam susunan doa setelah sholat, sebelum doa
inti kita panjatkan kepada Allah Ta’ala, kita bertawasul dengan memohonkan
ampunan kepada kaum muslim yang telah wafat.
“Astaghfirullahalazim li wali waa lidaiya wali jami il
muslimina wal muslimat wal mukminina wal mukminat al ahya immin hum wal amwat”
“Ampunilah aku ya Allah yang Maha Besar, kedua ibu bapaku,
semua muslimin dan muslimat, mukminin dan mukminat yang masih hidup dan yang
telah mati.”
Sebaliknya penduduk langit mendoakan penduduk dunia yang
menjalin tali silaturahmi dengan mereka.
Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda, “Hidupku
lebih baik buat kalian dan matiku lebih baik buat kalian. Kalian bercakap-cakap
dan mendengarkan percakapan. Amal perbuatan kalian disampaikan kepadaku. Jika
aku menemukan kebaikan maka aku memuji Allah. Namun jika menemukan keburukan
aku memohonkan ampunan kepada Allah buat kalian.” (Hadits ini diriwayatkan oelh
Al Hafidh Isma’il al Qaadli pada Juz’u al Shalaati ‘ala al Nabiyi Shallalahu
alaihi wasallam. Al Haitsami menyebutkannya dalam Majma’u al Zawaaid dan
mengkategorikannya sebagai hadits shahih)
Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda,
“Sesungguhnya perbuatan kalian diperlihatkan kepada karib-kerabat dan keluarga
kalian yang telah meninggal dunia. Jika perbuatan kalian baik, maka mereka
mendapatkan kabar gembira, namun jika selain daripada itu, maka mereka berkata:
“Ya Allah, janganlah engkau matikan mereka sampai Engkau memberikan hidayah
kepada mereka seperti engkau memberikan hidayah kepada kami.” (HR. Ahmad dalam
musnadnya).
Jadi jika seseorang melakukan ziarah kubur dalam rangka
silaturahmi dan berbicara hajatnya dengan ahli kubur bukan berarti ahli kubur
yang mengabulkan atau mewujudkan hajat pemohon melainkan ahli kubur dengan
maqamnya (manzilah, kedudukan, derajat) disisi Allah mendoakan hajat pemohon
kepada Allah Azza wa Jalla.
Ust. Yulizon Armansyah
Posting Komentar