Jl. Kudus Colo Km. 5, Belakang Taman Budaya Bae Krajan, Kudus
Home » » Hukum – Hukum Marah

Hukum – Hukum Marah

1. Wajib

Jika kalian melihat kemungkaran maka hendaknya ia menegurnya dengan tangannya, jika tidak maka dengan ucapannya, jika tidak maka dengan hatinya, dan itulah selemah lemah iman (Shahih Bukhari)

Makna al hadits ini adalah bukan dengan caci maki, tapi dengan marah karena Allah SWT.

2. Sunnah

Sunnah adalah berpahala jika dilakukan dan tidak berdosa jika tak dilakukan. Contoh marah yang sunnah :

Ketika dikabarkan pada Rasul SAW bahwa salah seorang sahabat memanjangkan bacaan suratnya saat shalat, maka Rasul SAW marah dan terlihat jelas diwajahnya, seraya berkata, “Sungguh kalian ini membuat orang melarikan diri dari kita (munaffirun) membuat orang menghindar dari islam..!!, barangsiapa yang menjadi imam hendaknya ia meringankan bacaannya dan tidak memanjangkannya..!”(Shahih Bukhari).

Marah untuk hal ini sunnah, yaitu menegur imam agar jangan memberatkan makmum, namun jika kita diam maka tak berdosa, karena Rasul SAW marah dalam hadits ini buikan pada hal yang haram, tapi pada hal yang makruh, karena makruh Imam memanjangkan suratnya saat shalat, kecuali jika dikehendaki makmum, namun jika ia memanjangkannya dengan tdk disukai makmumpun hukumnya tidak haram, tapi makruh saja, maka marah dalam hal seperti ini sunnah, tidak wajib, karena yang wajib adalah marah pada hal hal yang kewajiban yang diingkari.

3. Mubah

Mubah adalah dilakukan dan ditinggalkan tidak mendapat pahala. Dalilnya adalah Abubakar Shiddiq  marah pada Abdurrahman yang telah diperintahnya menyuguhi tamu namun tamunya tak mau makan, maka ketika Abubakar shiddiq ra pulang maka ia marah pada Abdurrahman kenapa tamunya belum makan?, maka Abdurrahman berkata : Tanya sendiri pada tamumu.., Tamu pun berkata kami tak mau makan sebelum kau datang, maka Abubakar shiddiq ra berkata : “belum pernah kulihat malam seburuk malam ini..!” (Shahih Bukhari).

Maksudnya adalah ia sangat kecewa karena tamunya menunggunya sampai larut malam, maka marah dalam hal seperti ini boleh saja, tak dosa dan tak berpahala. terkecuali jika ia mencaci maka jatuh pada hal yang haram.

4. Makruh

Makruh adalah jika dilakukan tak mendapat pahala namun jika tak dilakukan mendapat pahala. Marah dalam hal ini contohnya adalah Sa’ad RA berkata, “kalau aku melihat ada pria bersama (seranjang) dengan istriku maka aku akan memukulnya dengan pedang ini (tanpa menunggu hakim mengadilinya), maka Rasul SAW bersabda : “kalian lihat cemburunya Sa’ad ?, sungguh aku lebih cemburu dari sa’ad, dan ALlah lebih cemburu dari aku” (Shahih Bukhari).

Marah seperti ini makruh, karena ia marah yang menyimpang dari syariah, dan jika ia betul betul melakukannya yaitu membunuh pria jika bersetubuh dengan istrinya maka haram hukumnya karena mengadili tanpa hakim. Namun ucapannya seperti itu tanpa diperbuat maka hukumnya makruh, sehingga Rasul SAW segera membelokkan pembahasan bahwa Beliau SAW lebih cemburu dari Saad, dan Allah lebih cemburu dari Rasul SAW. Maksudnya Rasul SAW lebih tak suka ummatnya bermaksat, lebih-lebih Allah SWT.

5. Haram
Haram adalah jika diperbuat mendapat dosa jika tak diperbuat tak mendapat pahala. Marah yang haram yaitu marah dengan mencaci, sabda Rasul SAW : “Mencaci orang muslim adalah fasiq, dan memeranginya adalah kufur” (Shahih Bukhari)



Habib Munzir Al Musawwa
Adv 1
Share this article :

Posting Komentar

 
Musholla RAPI, Gg. Merah Putih (Sebelah utara Taman Budaya Kudus eks. Kawedanan Cendono) Jl. Raya Kudus Colo Km. 5 Bae Krajan, Bae, Kudus, Jawa Tengah, Indonesia. Copyright © 2011. Musholla RAPI Online adalah portal dakwah Musholla RAPI yang mengkopi paste ilmu dari para ulama dan sahabat berkompeten
Dikelola oleh Remaja Musholla RAPI | Email mushollarapi@gmail.com | Powered by Blogger