Jika kalian melihat kemungkaran maka hendaknya ia
menegurnya dengan tangannya, jika tidak maka dengan ucapannya, jika tidak maka
dengan hatinya, dan itulah selemah lemah iman (Shahih Bukhari)
Makna al hadits ini adalah bukan dengan caci
maki, tapi dengan marah karena Allah SWT.
2. Sunnah
Sunnah adalah berpahala jika dilakukan dan tidak
berdosa jika tak dilakukan. Contoh marah yang sunnah :
Ketika dikabarkan pada Rasul SAW bahwa salah seorang
sahabat memanjangkan bacaan suratnya saat shalat, maka Rasul SAW marah dan
terlihat jelas diwajahnya, seraya berkata, “Sungguh kalian ini membuat orang
melarikan diri dari kita (munaffirun) membuat orang menghindar dari islam..!!,
barangsiapa yang menjadi imam hendaknya ia meringankan bacaannya dan tidak
memanjangkannya..!”(Shahih Bukhari).
Marah untuk hal ini sunnah, yaitu menegur imam
agar jangan memberatkan makmum, namun jika kita diam maka tak berdosa, karena
Rasul SAW marah dalam hadits ini buikan pada hal yang haram, tapi pada hal yang
makruh, karena makruh Imam memanjangkan suratnya saat shalat, kecuali jika
dikehendaki makmum, namun jika ia memanjangkannya dengan tdk disukai makmumpun
hukumnya tidak haram, tapi makruh saja, maka marah dalam hal seperti ini
sunnah, tidak wajib, karena yang wajib adalah marah pada hal hal yang kewajiban
yang diingkari.
3. Mubah
Mubah adalah dilakukan dan ditinggalkan tidak
mendapat pahala. Dalilnya adalah Abubakar Shiddiq marah pada Abdurrahman yang telah
diperintahnya menyuguhi tamu namun tamunya tak mau makan, maka ketika Abubakar
shiddiq ra pulang maka ia marah pada Abdurrahman kenapa tamunya belum makan?,
maka Abdurrahman berkata : Tanya sendiri pada tamumu.., Tamu pun berkata kami
tak mau makan sebelum kau datang, maka Abubakar shiddiq ra berkata : “belum
pernah kulihat malam seburuk malam ini..!” (Shahih Bukhari).
Maksudnya adalah ia sangat kecewa karena tamunya
menunggunya sampai larut malam, maka marah dalam hal seperti ini boleh saja,
tak dosa dan tak berpahala. terkecuali jika ia mencaci maka jatuh pada hal yang
haram.
4. Makruh
Makruh adalah jika dilakukan tak mendapat pahala
namun jika tak dilakukan mendapat pahala. Marah dalam hal ini contohnya adalah Sa’ad RA berkata, “kalau aku melihat ada
pria bersama (seranjang) dengan istriku maka aku akan memukulnya dengan pedang
ini (tanpa menunggu hakim mengadilinya), maka Rasul SAW bersabda : “kalian
lihat cemburunya Sa’ad ?, sungguh aku lebih cemburu dari sa’ad, dan ALlah lebih
cemburu dari aku” (Shahih Bukhari).
Marah seperti ini makruh, karena ia marah yang
menyimpang dari syariah, dan jika ia betul betul melakukannya yaitu membunuh
pria jika bersetubuh dengan istrinya maka haram hukumnya karena mengadili tanpa
hakim. Namun ucapannya seperti itu tanpa diperbuat maka hukumnya makruh,
sehingga Rasul SAW segera membelokkan pembahasan bahwa Beliau SAW lebih cemburu
dari Saad, dan Allah lebih cemburu dari Rasul SAW. Maksudnya Rasul SAW lebih
tak suka ummatnya bermaksat, lebih-lebih Allah SWT.
5. Haram
Haram adalah jika diperbuat mendapat dosa jika
tak diperbuat tak mendapat pahala. Marah yang haram yaitu marah dengan mencaci, sabda Rasul SAW : “Mencaci orang
muslim adalah fasiq, dan memeranginya adalah kufur” (Shahih Bukhari)
Habib Munzir Al Musawwa
Posting Komentar