Jl. Kudus Colo Km. 5, Belakang Taman Budaya Bae Krajan, Kudus
Home » , » Jangan Mudah Menganggap Orang Lain Munafik

Jangan Mudah Menganggap Orang Lain Munafik

Buya Hamka diminta menshalati jenazah Bung Karno. Sebagian pihak mencegah Buya Hamka dengan alasan Bung Karno itu Munafik dan Allah telah melarang Rasul menshalati jezanah orang Munafik (QS al-Taubah:84). Buya Hamka menjawab kalem, "Rasulullah diberitahu sesiapa yang Munafik itu oleh Allah, lha saya gak terima wahyu dari Allah apakah Bung Karno ini benar Munafik atau bukan." Maka Buya Hamka pun menshalati jenazah Presiden pertama dan Proklamator Bangsa Indonesia.

Itulah sikap ulama yang shalih. Beliau sadar bahwa memberi label terhadap orang lain merupakan hak prerogatif Allah. Ciri-ciri Munafik yang disebutkan dalam al-Qur'an seharusnya membuat kita mawas diri, bukan malah digunakan untuk menyerang sesama Muslim, apalagi hanya karena perbedaan pilihan politik.

Larangan buat Rasul menshalati jenazah orang Munafik itu karena doa Rasul maqbul jadi tidak selayaknya Rasul turut mendoakan kaum Munafik. Akan tetapi para sahabat yang lain tetap menshalatkan orang yang diduga Munafik karena para sahabat tidak tahu dengan pasti mereka itu benar-benar Munafik atau tidak. Rasul hanya menceritakan bocoran dari langit sesiapa yang Munafik itu kepada sahabat yang bernama Huzaifah. 

Huzaifah tidak pernah mau membocorkannya meski didesak Umar bin Khattab. Walhasil Umar tidak ikut menshalati jenazah bila dia lihat diam-diam Huzaifah tidak ikut menshalatinya, tetapi Umar sebagai khalifah tidak pernah melarang sahabat lain untuk ikut menshalati jenazah tersebut. Belajarlah kita dari sikap Umar, Huzaifah dan Buya Hamka.

Masalah kepemimpinan umat itu buat Ahlus Sunnah wal Jama'ah (ASWAJA) bukan perkara aqidah. Lihat saja rukun iman dna rukun Islam kita tidak menyinggung soal kepemimpinan. Ini perkara siyasah, bukan aqidah. Jadi, ASWAJA tidak akan mudah mengkafirkan atau memunafikkan orang lain hanya gara-gara persoalan politik. Kalau ada yang sampai tega mengkafirkan sesama Muslim hanya karena persoalan politik dapat dipastikan dia bukan bagian dari ASWAJA.

Kitab Aqidah Thahawiyah yang menjadi pegangan ulama salaf mengingatkan kita semua:

. ﻻ ﻧﻨﺰﻝ ﺃﺣﺪ ﻣﻨﻬﻢ ﺟﻨﺔ ﻭﻻ ﻧﺎﺭﺍ، ﻭﻻ ﻧﺸﻬﺪ ﻋﻠﻴﻬﻢ ﺑﻜﻔﺮ ﻭﻻ ﺷﺮﻙ ﻭﻻ ﺑﻨﻔﺎﻕ ﻣﺎ ﻟﻢ ﻳﻈﻬﺮ ﻣﻨﻬﻢ ﺷﻲﺀ
ﻣﻦ ﺫﻟﻚ، ﻭﻧﺬﺭ ﺳﺮﺍﺋﺮﻫﻢ ﺇﻟﻰ ﺍﻟﻠﻪ ﺗﻌﺎﻟﻰ

"Kami tidak memastikan salah seorang dari mereka masuk surga atau neraka. Kami tidak pula menyatakan mereka sebagai orang kafir, musyrik, atau munafik selama tidak tampak lahiriah mereka seperti itu. Kami menyerahkan urusan hati mereka kepada Allah ta’ala".

Begitulah berhati-hatinya para ulama salaf menilai status keimanan orang lain. Apa yang tampak secara lahiriah bahwa mereka itu shalat, menikah secara Islam, berpuasa Ramadan, maka cukup mereka dihukumi secara lahiriah sebagai Muslim, dimana berlaku hak dan kewajiban sebagai sesama Muslim, seperti berta'ziyah, menshalatkan dan menguburkan mereka. Masalah hati mereka, apakah ibadah mereka benar-benar karena Allah ta'ala itu hanya Allah yang tahu. Itulah sebabnya Buya Hamka tidak ragu memimpin shalat jenazah Bung Karno.

Imam al-Ghazali juga telah mengingatkan kita semua dalam kitabnya Bidayah al-Hidayah:

ﻭﻻ ﺗﻘﻄﻊ ﺑﺸﻬﺎﺩﺗﻚ ﻋﻠﻰ ﺃﺣﺪ ﻣﻦ ﺃﻫﻞ ﺍﻟﻘﺒﻠﺔ ﺑﺸﺮﻙ ﺃﻭ ﻛﻔﺮ ﺃﻭ ﻧﻔﺎﻕ؛ ﻓﺈﻥ ﺍﻟﻤﻄﻠﻊ ﻋﻠﻰ ﺍﻟﺴﺮﺍﺋﺮ ﻫﻮ ﺍﻟﻠﻪ ﺗﻌﺎﻟﻰ، ﻓﻼ ﺗﺪﺧﻞ ﺑﻴﻦ ﺍﻟﻌﺒﺎﺩ ﻭﺑﻴﻦ ﺍﻟﻠﻪ ﺗﻌﺎﻟﻰ، ﻭﺍﻋﻠﻢ ﺃﻧﻚ ﻳﻮﻡ ﺍﻟﻘﻴﺎﻣﺔ ﻻ ﻳﻘﺎﻝ ﻟﻚ : ﻟِﻢ ﻟﻢَ ﺗﻠﻌﻦ ﻓﻼﻧﺎ، ﻭﻟﻢ ﺳﻜﺖ ﻋﻨﻪ؟ ﺑﻞ ﻟﻮ ﻟﻢ ﺗﻌﻠﻦ ﺍﺑﻠﻴﺲ ﻃﻮﻝ ﻋﻤﺮﻙ، ﻭﻟﻢ ﺗﺸﻐﻞ ﻟﺴﺎﻧﻚ ﺑﺬﻛﺮﻩ ﻟﻢ ﺗﺴﺄﻝ ﻋﻨﻪ ﻭﻟﻢ ﺗﻄﺎﻟﺐ ﺑﻪ ﻳﻮﻡ ﺍﻟﻘﻴﺎﻣﺔ . ﻭﺇﺫﺍ ﻟﻌﻨﺖ ﺃﺣﺪﺍ ﻣﻦ ﺧﻠﻖ ﺍﻟﻠﻪ ﺗﻌﺎﻟﻰ ﻃﻮﻟﺒﺖ ﺑﻪ ،

“Janganlah engkau memvonis syirik, kafir atau munafik kepada seseorang ahli kiblat (orang Islam). Karena yang mengetahui apa yang tersembunyi dalam hati manusia hanyalah Allah SWT. Jangan pula engkau ikut campur dalam urusan hamba-hamba Allah dengan Allah SWT. Ketahuilah, bahwa pada hari kiamat kelak engkau tidak akan ditanya : 'mengapa engkau tidak mau mengutuk si Anu? Mengapa engkau diam saja tentang dia?' Bahkan seandainya pun kau tidak pernah mengutuk Iblis sepanjang hidupmu, dan tidak menyebutnya sekalipun, engkau pun tidak akan ditanyai dan tidak akan dituntut oleh Allah nanti di hari kiamat. Tetapi jika kau pernah mengutuk seseorang makhluk Allah, kelak kau akan dituntut (pertanggungjawabannya oleh Allah SWT)".

Belakangan ini di medsos seringkali banyak yang berkomentar "anda muslim?" untuk meragukan dan mempertanyakan keislaman orang lain hanya karena berbeda pendapat. Atau menjadi viral saat ini ajakan untuk tidak menshalatkan jenazah mereka yang memilih pemimpin non-Muslim karena dianggap Munafik. 

Penjelasan saya di atas telah menunjukkan bahwa sikap meragukan keislaman orang lain dan mudah memvonis orang lain Munafik adalah sikap yang tidak pantas dilakukan sesama Muslim. Para sahabat Nabi dan ulama salaf akan berhati-hati dalam soal ini. Mari kita jaga ukhuwah keislaman, ukhuwah kebangsaan, dan ukhuwah kemanusiaan. 



Prof. Nadirsyah Hosen (Rais Syuriah PCI Nahdlatul Ulama Australia - New Zealand)
Adv 1
Share this article :

Posting Komentar

 
Musholla RAPI, Gg. Merah Putih (Sebelah utara Taman Budaya Kudus eks. Kawedanan Cendono) Jl. Raya Kudus Colo Km. 5 Bae Krajan, Bae, Kudus, Jawa Tengah, Indonesia. Copyright © 2011. Musholla RAPI Online adalah portal dakwah Musholla RAPI yang mengkopi paste ilmu dari para ulama dan sahabat berkompeten
Dikelola oleh Remaja Musholla RAPI | Email mushollarapi@gmail.com | Powered by Blogger