قال رسول الله صلى الله عليه وسلم : عيـنان لا
تمسـهما النار عين بكت من خشـــية وعين باتت تحرس في سبيل الله
Rasulullah SAW bersabda: Dua mata yang tidak
akan terkena api neraka yaitu mata yang menangis karena takut kepada Allah dan
mata yang berjaga dijalan Allah
قال رسول الله صلى الله عليه وسلم : ثلاثة أعين
لا تحرقهم النار أبدا عين بكت من خشية الله وعيين سهرت بكتاب الله وعين حرست في
سبيل الله عز وجل
Rasulullah SAW bersabda: Tiga mata yang tidak
akan terbakar api neraka untuk selamanya: mata yang menangis karena takut
kepada Allah, mata yang berjaga dimalam hari karena membaca kitab Allah, dan
mata berjaga-jaga membela agama Allah.
Manangis adalah akhlaq para nabi dan
kebiasaan para shalihin. Namun tentu bukan sekedar menangis, melainkan menangis
yang membuktikan penghambaan diri yang muncul dari kesadaran yang sangat
mendalam.
Sadar bahwa dirinya adalah makhluk yang lemah
yang selalu memerlukan pertolongan; hamba yang menyadari sering lalai terhadap
aturan-Nya; hamba yang sangat bodoh tapi sring menyombongkan diri dengan ilmu
yang sangat sedikit; hamba yang tidak memiliki apa-apa tapi berlaga sombonga
seakan-akan apa yang ada dalam dirinya adalah miliknya; sungguh semua yang ada
pada diri seorang hamba baik berupa jasad kesehatan, harta, jabatan atau
lainnya, semua itu adalah amanat yang mesti dipelihara dengan menggunakannya
sesuai fungsinya dan mesti dipertanggungjawabakan pada saat yang tidak lama
lagi akan tiba.
Para nabi menangis karena melihat ummat yang
sedang mendertia kebejadan akhlaq dan penyimpangan aqidah serta kerusakan
pemahaman terhadap syari’ah yang telah Allah tetapkan bagi mereka. Para ualama
sering menangis karena khawatir tidak dapat melanjutkan perjuangan Rasul akibat
beratnya tantangan dan kurangnya kemampuan serta meluasnya kema’siatan.
Bila dibacakan kepada mereka ayat Allah yang
berisi perintah, mereka menyadari belum dapat melaksanakan perintah sebagaimana
mestinya. Sebaliknya bila dibacakan ayat yang mngandung larangan, mereka selalu
ingat akan semua perbuatan yang menurut pandangan manusia tidak termasuk
pelanggaran, padahal boleh jadi, tanpa disadari, dihadapan Allah sering sekali
melakukan pelanggaran.
Bila dibacakan ayat-ayat tentang kenikmatan
surga, terbayanglah orang lain sedang menikmatinya, sementara dirinya sedang
dalam penderitaan menonton dari kejauhan apa yang dinikmati ahli surga, karena
menyadari belum beramal sebagaimana mestinya yang memenuhi kriteria untuk
menjadai mauttaqiin shalihin.
Bila sudah melaksanakan sebagain
perintah-Nya, mereka yakin bahwa tiada yang dapat mengetahui apakah amalnya
memenuhi syarat diterma Allah ataukah tidak. Dan bila bertaubat, dari mana
diketahui bahwa taubatnya memenuhi syarat untuk diterima dihadapan Allah.
Semakin tinggi ketakwaan seseorang maka
semakin mudah baginya mengetahui kesalahan dan kelalian dirinya dan semakin
menyadari bahwa dirinya masih jauh untuk mencapai tingkat muttaqin.
Karenanya ketakutan kepada Allah akan semakin
meningkat, demikian pula harapan akan ampunan semakin bertambah. Wallahu ‘alam.
Posting Komentar