Diceritakan dari Yahya bin Mu’adz ar-Razi, yang mengatakan, “Suara yang
indah merupakan hiburan dari Allah SWT bagi hati yang di dalamnya ada rasa
cinta kepada Allah.” Sementara itu yang lain mengatakan, “Lagu yang indah
adalah hiburan dari Allah SWT yang digunakan untuk menghibur hati yang terbakar
oleh api cinta Allah SWT”
Saya mendengar Ahmad bin Au al-Wajihi mengatakan bahwa beliau mendengar Abu Ali
ar-Rudzabari Rahimahullah yang mengatakan, “Bahwa Abu Abdillah al-Harits bin
Asad al-Muhasibi pernah berkata:
Ada tiga hal bila ditemukan maka akan menjadi
hiburan, sementara saya telah kehilangan semuanya yaitu Suara yang indah dengan
tetap berpegang teguh pada agama, Wajah yang cantik dengan tetap menjaga diri,
dan Persaudaraan yang baik dengan penuh kesetiaan.”
Dari Bundar bin al-Husain Rahimahullah yang mengatakan, “Suara yang bagus
merupakan hikmah yang mengakibatkan kebijakan yang selamat. Suara yang merdu
dan perkataan yang halus merupakan takdir dari Allah SWT Yang Mahaagung lagi
Mahatahu.” Termasuk kelembutan yang Allah ciptakan pada keindahan suara adalah
ketika seorang anak kecil menangis dalam buaian karena ada sesuatu yang
dirasakan sakit, kemudian mendengar suara yang indah, maka ia akan berhenti
menangis dan bisa tidur.
Suatu hal yang sudah cukup terkenal, bahwa orang-orang terdahulu mengobati
orang yang sakit empedu dengan menggunakan suara yang indah. Dimana pada
akhirnya si pasien bisa sehat kembali.
Di antara rahasia yang Allah ciptakan di dalam suara yang merdu dan indah
akan memberi semangat baru. Coba Anda perhatikan unta yang melintasi gurun
pasir, ketika telah lelah dan tidak mampu meneruskan perjalanannya, maka orang
yang menggiringnya akan melantunkan senandung untuknya. Unta akan asyik
mendengarkan lantunan senandungnya dengan memanjangkan lehernya dan memasang
telinganya ke arah orang yang bersenandung, kemudian jalannya menjadi cepat
sehingga barang-barang bawaannya bergoncang. Tapi barangkali nafasnya akan
habis bila orang yang menggiring tidak melantunkan senandungnya lagi, setelah
ia berjalan dengan cepat dan beban bawaannya cukup berat, dimana sebelumnya ia
merasa ringan pada saat mendengar keindahan dan kemerduan suara orang yang
menggiringnya.
Ketika ad-Duqqi di Damaskus, ia pernah bercerita kepadaku tentang suatu
kisah yang searti dengan hal di atas, dimana ia ditanya mengenai hal itu, maka
ia bercerita:
“Ketika berada di gurun pasir aku mendatangi salah satu kabilah Arab,
kemudian salah seorang dan mereka menyambutku dan mempersilakan masuk ke dalam
sebuah kemah. Di dalam kemah aku melihat seorang budak hitam yang diikat dengan
rantai, sementara di depan kemah kulihat beberapa ekor unta yang telah mati dan
ada seekor unta kurus dan lunglai seperti mau mati. Maka si budak yang diikat
oleh tuannya itu berkata kepadaku, ‘Pada malam ini Anda adalah tamu tuan saya.
Sementara Anda adalah orang yang dihormatinya, maka tolonglah saya agar ia mau
melepaskan saya dari ikatan ini, karena ia tidak mungkin menolak permintaan
Anda’.
Ketika mereka menyuguhkan makanan kepadaku, maka aku tidak mau makan. Dan
hal ini membuat temanku (tuan rumah) terasa sangat berat, lalu Ia bertanya
kepadaku, ‘Mengapa Anda tidak mau makan?’
Maka aku menjawab, ‘Aku tidak akan makan makanan ini sebelum Anda mau
memberitahu kepadaku tindak kejahatan budak ini dan melepaskan rantai yang mengikatnya.’
Ia pun menceritakan kasus kejahatannya, ‘Oh tuan yang mulia, sesungguhnya
budak ini telah membuat saya miskin, menghancurkan semua harta saya dan membuat
hidup saya dan keluarga saya sengsara.’
Kemudian aku bertanya kepadanya, ‘Apa yang telah ia lakukan?’
Ia menceritakannya, ‘Budak ini memiliki suara yang sangat indah, sementara
hidup saya sangat bergantung pada punggung unta-unta ini. Ia telah memberi
muatan yang sangat berat di atas punggung unta-unta ini, kemudian ia
bersenandung dengan merdunya yang diperdengarkan untuk unta-unta ini sehingga
mereka berjalan dengan cepat, dimana perjalanan yang semestinya ditempuh tiga
hari hanya ditempuh semalam karena kemerduan suaranya yang disenandungkan untuk
mereka. Namun begitu unta-unta ini telah sampai dari perjalanannya dan semua
barang muatannya diturunkan, mereka langsung mati kecuali seekor unta ini yang
keadaannya juga mengenaskan. Anda adalah tamu saya, dan demi menghormati Anda,
maka ini saya berikan kepada Anda.’
Akhirnya ia melepaskan rantai yang mengikat budak hitam tersebut, dan kami
juga makan makanan yang disuguhkannya. Ketika pagi hari aku ingin mendengarkan
kemerduan suara budak hitam itu, kemudian aku memintanya agar ia
memperdengarkan keindahan suaranya kepadaku seraya memerintahnya agar ia
bersenandung untuk seekor unta yang masih hidup yang telah diberi minum dari
air sumur yang ada di seberang sana. Kemudian ia berangkat dan mulai menggiring
untanya dengan bersenandung. Ketika ia mengeraskan suaranya, maka unta ini
pergi sehingga memutus tali kendalinya. Maka saya jatuh tersungkur ke tanah dan
sama sekali tidak pernah mendengar suara sebagus suaranya. Kemudian tuan budak
itu berteriak, ‘Wahai laki-laki, apa lagi yang Anda inginkan dari saya? Anda
telah mencelakakan unta saya. Pergilah dari sini!’
Ini sebagaimana yang diceritakan oleh ad-Duqqi atau searti dengan apa yang
ia ceritakan. Dan hanya Allah Yang Mahatahu.”
Saya mendengar Ahmad bin Muhammad ath-Thili di Anthakiyah pernah mengatakan,
“Saya pernah mendengar Bisyr al-Hafi berkata:
‘Saya bertanya kepada Ishaq bin Ibrahim al-Maushili, “Siapakah orang yang
bagus suaranya dalam berlagu?”
Ia menjawab, “Adalah orang yang memungkinkan nafasnya dan sanggup menahannya
serta betul-betul memahami seluk-beluknya dengan teliti.”
Syeikh Abu Nashr As-Sarraj
Posting Komentar