Al-Imam Ahmad bin Hanbal termasuk ulama mujtahid yang
mengakui bid’ah hasanah. Hal ini dapat dilihat dengan memperhatikan fatwa
beliau kepada muridnya. Al-Imam Ibn Qudamah al-Maqdisi meriwayatkan dalam kitab al-Mughni (1/838):
ﻗَﺎﻝَ ﺍﻟْﻔَﻀْﻞُ ﺑْﻦُ ﺯِﻳَﺎﺩٍ : ﺳَﺄَﻟْﺖُ ﺃَﺑَﺎ ﻋَﺒْﺪِ ﺍﻟﻠﻪِ ﻓَﻘُﻠْﺖُ
: ﺃَﺧْﺘِﻢُ ﺍﻟْﻘُﺮْﺁﻥَ؛ ﺃَﺟْﻌَﻠُﻪُ ﻓِﻲ ﺍﻟْﻮِﺗْﺮِ ﺃَﻭْ ﻓِﻲ ﺍﻟﺘَّﺮَﺍﻭِﻳْﺢِ؟ ﻗَﺎﻝَ
: ﺍﺟْﻌَﻠْﻪُ ﻓِﻲ ﺍﻟﺘَّﺮَﺍﻭِﻳْﺢِ ﺣَﺘَّﻰ ﻳَﻜُﻮْﻥَ ﻟَﻨَﺎ ﺩُﻋَﺎﺀٌ ﺑَﻴْﻦَ ﺍﺛْﻨَﻴْﻦِ .
ﻗُﻠْﺖُ : ﻛَﻴْﻒَ ﺃَﺻْﻨَﻊُ؟ ﻗَﺎﻝَ : ﺇِﺫَﺍ ﻓَﺮَﻏْﺖَ ﻣِﻦْ ﺁﺧِﺮِ ﺍﻟْﻘُﺮْﺁﻥِ ﻓَﺎﺭْﻓَﻊْ
ﻳَﺪَﻳْﻚَ ﻗَﺒْﻞَ ﺃَﻥْ ﺗَﺮْﻛَﻊَ ﻭَﺍﺩْﻉُ ﺑِﻨَﺎ ﻭَﻧَﺤْﻦُ ﻓِﻲ ﺍﻟﺼَّﻼﺓِ ﻭَﺃَﻃِﻞِ ﺍﻟْﻘِﻴَﺎﻡَ
. ﻗُﻠْﺖُ : ﺑِﻢَ ﺃَﺩْﻋُﻮْ؟ ﻗَﺎﻝَ : ﺑِﻤَﺎ ﺷِﺌْﺖَ . ﻗَﺎﻝَ : ﻓَﻔَﻌَﻠْﺖُ ﺑِﻤَﺎ ﺃَﻣَﺮَﻧِﻲْ
ﻭَﻫُﻮَ ﺧَﻠْﻔِﻲْ ﻳَﺪْﻋُﻮْ ﻗَﺎﺋِﻤًﺎ ﻭَﻳَﺮْﻓَﻊُ ﻳَﺪَﻳْﻪِ . ﻗَﺎﻝَ ﺣَﻨْﺒَﻞٌ : ﺳَﻤِﻌْﺖُ
ﺃَﺣْﻤَﺪَ ﻳَﻘُﻮْﻝُ ﻓِﻲ ﺧَﺘْﻢِ ﺍﻟْﻘُﺮْﺁﻥِ : ﺇِﺫَﺍ ﻓَﺮَﻏْﺖَ ﻣِﻦْ ﻗِﺮَﺍﺀَﺓِ : ﻗُﻞْ ﺃَﻋُﻮْﺫُ
ﺑِﺮَﺏِّ ﺍﻟﻨَّﺎﺱِ ﻓَﺎﺭْﻓَﻊْ ﻳَﺪَﻳْﻚَ ﻓِﻲ ﺍﻟﺪُّﻋَﺎﺀِ ﻗَﺒْﻞَ ﺍﻟﺮُّﻛُﻮْﻉِ . ﻗُﻠْﺖُ
: ﺇِﻟَﻰ ﺃَﻱِّ ﺷَﻲْﺀٍ ﺗَﺬْﻫَﺐُ ﻓِﻲْ ﻫَﺬَﺍ؟ ﻗَﺎﻝَ : ﺭَﺃَﻳْﺖُ ﺃَﻫْﻞَ ﻣَﻜَّﺔَ ﻳَﻔْﻌَﻠُﻮْﻧَﻪُ،
ﻭَﻛَﺎﻥَ ﺳُﻔْﻴَﺎﻥُ ﺑْﻦُ ﻋُﻴَﻴْﻨَﺔَ ﻳَﻔْﻌَﻠُﻪُ ﻣَﻌَﻬُﻢْ ﺑِﻤَﻜَّﺔَ . ﺍﻧﺘﻬﻰ . ( ﺍﻹﻣﺎﻡ
ﺍﺑﻦ ﻗﺪﺍﻣﺔ ﺍﻟﻤﻘﺪﺳﻲ، ﺍﻟﻤﻐﻨﻲ، 1/838 ).
“Al-Fadhl bin Ziyad berkata: “Aku bertanya kepada Abu
Abdillah Ahmad bin Hanbal: “Aku akan mengkhatamkan al-Qur’an, aku baca dalam
shalat witir atau tarawih?”
Ahmad menjawab: “Baca dalam tarawih sehingga kita
dapat berdoa antara dua rakaat.”
Aku bertanya: “Bagaimana caranya?”
Ia menjawab: “Bila kamu selesai dari akhir al-Qur’an, angkatlah kedua tanganmu
sebelum ruku’, berdoalah bersama kami dalam shalat, dan perpanjang berdirinya.”
Aku bertanya: “Doa apa yang akan aku baca?”
Ia menjawab: “Semaumu.”
Al-Fadhl
berkata: “Lalu aku lakukan apa yang ia sarankan, sedangkan ia berdoa sambil
berdiri di belakangku dan mengangkat kedua tangannya.”
Hanbal berkata: “Aku mendengar Ahmad berkata mengenai
khatmil Qur’an: “Bila kamu selesai membaca Qul a’udzu birabbinnas, maka
angkatlah kedua tanganmu dalam doa sebelum ruku’.”
Lalu aku bertanya: “Apa
dasar Anda dalam hal ini?”
Ia menjawab: “Aku melihat penduduk Mekah
melakukannya, dan Sufyan bin ‘Uyainah melakukannya bersama mereka.” (Lihat
pula, Ibn al-Qayyim, Jala’ al-Afham, hal. 226).
Dalam riwayat di atas ada beberapa anjuran dari Imam Ahmad
bin Hanbal:
1) Anjuran mengkhatamkan al-Qur’an dalam shalat taraweh
2) Setelah khatam, dianjurkan membaca doa
3) Dibaca sebelum ruku’ shalat taraweh
4) Kedua tangan diangkat dan doanya baca yang panjang
5) Doa yang dibaca bebas
6) Demikian ini dasarnya bukan al-Qur’an, bukan hadits dan
bukan pula amaliah sahabat
7) Dasarnya justru penduduk Mekkah melakukan demikian
8) Imam Sufyan bin ‘Uyainah, juga melakukan demikian
9) Berarti apa yang beliau fatwakan termasuk bid’ah hasanah
10) Berarti bid’ah hasanah memang ada
Di antara bid’ah hasanah al-Imam Ahmad bin Hanbal adalah mendoakan gurunya dalam shalat sebagaimana diriwayatkan oleh al-Hafizh al-Baihaqi berikut ini:
ﻗَﺎﻝَ ﺍْﻹِﻣَﺎﻡُ ﺃَﺣْﻤَﺪُ ﺑْﻦُ ﺣَﻨْﺒَﻞٍ : ﺇِﻧِّﻲْ ﻷَﺩْﻋُﻮ ﺍﻟﻠﻪَ
ﻟِﻠﺸَّﺎﻓِﻌِﻲِّ ﻓِﻲْ ﺻَﻼَﺗِﻲْ ﻣُﻨْﺬُ ﺃَﺭْﺑَﻌِﻴْﻦَ ﺳَﻨَﺔً، ﺃَﻗُﻮْﻝُ : ﺍَﻟﻠَّﻬُﻢَّ
ﺍﻏْﻔِﺮْ ﻟِﻲْ ﻭَﻟِﻮَﺍﻟِﺪَﻱَّ ﻭَﻟِﻤُﺤَﻤَّﺪِ ﺑْﻦِ ﺇِﺩْﺭِﻳْﺲَ ﺍﻟﺸَّﺎﻓِﻌِﻲِّ . ( ﺍﻟﺤﺎﻓﻆ
ﺍﻟﺒﻴﻬﻘﻲ، ﻣﻨﺎﻗﺐ ﺍﻹﻣﺎﻡ ﺍﻟﺸﺎﻓﻌﻲ، 2/254 ).
“Al-Imam Ahmad bin Hanbal berkata: “Saya mendoakan al-Imam al-Syafi’i dalam shalat saya selama empat puluh tahun. Saya berdoa, “Ya Allah ampunilah aku, kedua orang tuaku dan Muhammad bin Idris al-Syafi’i.” (Al-Hafizh al-Baihaqi, Manaqib al-Imam al-Syafi’i, 2/254).
Kesimpulan:
1) Tidak ada riwayat dari hadits maupun dari sahabat,
mendoakan orang tua dan guru dalam sujud di dalam shalat
2) Imam Ahmad melakukannya selama 40 tahun, dengan redaksi
doa susunan beliau sendiri
3) Amaliah beliau termasuk bid’ah hasanah.
Ust. Idrus Ramli
Posting Komentar