Madzhab As-Syafii membagi persyaratan dalam
pernikahan menjadi dua, syarat-syarat yang diperbolehkan dan syarat-syarat yang
dilarang.
Adapun syarat yang diperbolehkan adalah
syarat-syarat yang sesuai dengan hukum syar'i tentang mutlaknya akad, contohnya
sang lelaki mempersyaratkan kepada sang wanita untuk bersafar bersamanya, atau
untuk menceraikannya jika sang lelaki berkehendak, atau berpoligami.
Sebaliknya
misalnya sang wanita mempersyaratkan agar maharnya dipenuhi, atau memberi
nafkah kepadanya sebagaimana nafkah wanita-wanita yang lainnya, atau
mempersyaratkan agar sang lelaki membagi jatah nginapnya dengan adil antara
istri-istrinya.
Persyaratan seperti ini diperbolehkan, karena hal-hal yang
dipersayratkan di atas boleh dilakukan meskipun tanpa syarat, maka tentunya
lebih boleh lagi jika dengan persayaratan.
Adapun persyaratan yang tidak diperbolehkan maka
secara umum ada empat macam:
1. Persyaratan yang membatalkan
pernikahan
Yaitu persyaratan yang bertentangan dengan maksud pernikahan.
Contohnya jika sang lelaki mempersayaratkan jatuh talak bagi sang wanita pada
awal bulan depan, atau jatuh talak jika si fulan datang, atau hak talak berada
di tangan sang wanita. Maka pernikahan dengan persayaratan seperti ini tidak
sah.
2. Persyaratan yang membatalkan
mahar akan tetapi tidak membatalkan pernikahan.
Contohnya persyaratan dari
pihak lelaki, misalnya sang wanita tidak boleh berbicara dengan ayah atau
ibunya atau kakaknya, atau sang lelaki tidak memberi nafkah secara penuh kepada
sang wanita. Demikian juga persayaratan dari pihak wanita, misalnya : sang
lelaki tidak boleh berpoligami atau tidak boleh mengajak sang wanita merantau.
Maka ini seluruhnya merupakan persyaratan yang batil karena mengharamkan apa
yang dihalalkan oleh Allah atau sebaliknya menghalalkan apa yang diharamkan
oleh Allah. Dalam kondisi seperti ini maka batalah mahar sang wanita yang telah
ditentukan dalam akad, dan jadilah mahar sang wanita menjadi mahar al-mitsl
(yaitu maharnya disesuaikan dengan mahar para wanita-wanita yang semisalnya
menurut adat istiadat).
3. Persyaratan yang hukumnya
tergantung siapa yang memberi persayaratan.
Misalnya persyaratan untuk tidak
berjimak setelah nikah. Maka jika yang memberi persayratan tersebut adalah
pihak wanita maka hal ini haram, karena jimak adalah hak sang lelaki setelah
membayar mahar. Dan jika sebaliknya persayaratan tersebut dari pihak lelaki itu
sendiri maka menurut madzhab As-Syafii hal tersebut adalah boleh
4. Persyaratan yang
diperselisihkan oleh ulama madzhab As-Syafi'i, yaitu persyaratan yang berkaitan
dengan mahar dan nafaqoh.
Jika sang wanita mempersyaratkan agar tidak dinafkahi
maka pernikahan tetap sah, karena hak nafkah adalah hak sang wanita. Akan
tetapi persyaratan ini membatalkan mahar yang telah ditentukan, maka jadilah
mahar sang wanita adalah mahar al-mitsl. Akan tetapi jika yang mempersyaratkan
adalah dari pihak lelaki maka para ulama madzhab syafii berselisih pendapat.
Ada yang berpendapat bahwa akad nikahnya batil, dan ada yang berpendapat bahwa
akad nikahnya sah akan tetapi membatalkan mahar yang telah ditentukan bagi sang
wanita sehingga bagi sang wanita mahar al-mitsl. Wallohu a'lam bis showab.
fb.com/groups/piss.ktb/857548307601312/ diambil dari Kitab Al-Haawi 9/505-508
Posting Komentar