Thariqah Alawiyah adalah sebuah metode,
sistem atau cara yang digunakan oleh bani 'alawi dalam perjalanannya menuju
Allah 'azza wa jalla. Thariqah ini menjadi semakin istimewa karena diwarisi
dari leluhurnya yang tiada lain adalah anak cucu Nabi Muhammad shalallahu
'alaihi wa salam.
Thariqah Alawiyah ini dicetuskan pertama kalinya oleh
Al-Faqih Al-Muqaddam Muhammad bin Ali Ba’alawi yang ditandai dengan
berkembangnya tasawuf. Thariqah Alawiyah sebagai peneladanan yang sempurna
terhadap Rasul, keluarga serta para sahabat beliau dengan sebenar-benarnya
peneladanan.
Imamul Haddad, tokoh 'alawi abad 17 M menjelaskan secara singkat tentang Thariqah Alawiyah dalam nasehatnya: “Lazimkanlah selalu Kitabullah (Al-Qur'an) dan ikutilah sunnah Rasul shalallahu 'alaihi wasallam dan teladanilah para salaf, niscaya Allah akan memberimu hidayahNya.”
Imamul Haddad, tokoh 'alawi abad 17 M menjelaskan secara singkat tentang Thariqah Alawiyah dalam nasehatnya: “Lazimkanlah selalu Kitabullah (Al-Qur'an) dan ikutilah sunnah Rasul shalallahu 'alaihi wasallam dan teladanilah para salaf, niscaya Allah akan memberimu hidayahNya.”
Thariqah ini juga disebut sebagai ahlussunnah wal jama'ah.
Ahl berarti keluarga, golongan atau pengikut. As-Sunnah yaitu segala sesuatu
yang telah diajarkan oleh Rasulullah shalallahu 'alaihi wasalam. Al-Jama'ah
yaitu apa yang telah disepakati oleh para sahabat Rasul shalallahu 'alaihi
wasalam pada masa Al-Khulafa' Ar-Rasyidin. Jadi ahlussunnah wal jama'ah
merupakan ajaran yang mengikuti apa-apa yang telah dicontohkan oleh Nabi
Muhammad shalallahu 'alahi wasalam, keluarga dan para sahabatnya.
Thariqah Alawiyin adalah thariqah pemersatu umat Islam
secara keseluruhan. Thariqah ini tidak pernah mengenal permusuhan, tidak
menyebarkan kedengkian, tidak mengajarkan kebencian, tidak membalas cacian
dengan cacian, melainkan sebagai penyebar rahmat bagi seluruh alam (rahmatan
lil 'alamin).
Disebutkan bahwa suatu waktu Al-Imam
Hasan bin Ali bin Abi Thalib berjalan bersama putranya, tiba-tiba mereka
dihadang oleh seseorang, lalu orang tersebut mencaci-maki Sayyidina Hasan
bahkan mencaci ayah dan Ibunya (Sayidina Ali bin Abi Thalib dan Sayidatuna
Fatimah Az-Zahra). Putra Sayyidina Hasan tidak tahan terhadap makian tersebut
dan menegur ayahnya, “Wahai ayahku, kenapa engkau tidak membalas makian orang
tersebut?, sedang engkau memiliki hak untuk membalas makian tersebut wahai
ayah”.
Maka sang ayah memandang kepada anaknya
dan berkata menasehatinya: “Wahai anakku, sejak kapan engkau pernah mendapati
ayahmu atau kakekmu menjadi seorang pencaci?”
Dalam sebuah riwayat, Rasulullah pernah
hadir dalam suatu peperangan dimana orang musyrikin banyak membantai kaum
muslimin, salah seorang sahabat berkata kepada beliau: “Ya Rasulullah,
laknatlah mereka orang-orang musyrikin karena telah membantai saudara-saudara
kita”
Rasulpun menjawab: “Aku diutus oleh
Allah bukan sebagai pencaci ataupun pelaknat, sesungguhnya aku diutus oleh
Allah sebagai pembawa rahmat bagi alam semesta ini (rahmatan lil ‘alamin).”
Demikianlah apabila seseorang mengenal, mempelajari dan
menjalani thariqah ini dengan benar maka menyebabkan orang untuk saling
memaafkan dan berbuat baik, sehingga menumbuhkan persatuan di kalangan muslimin
Sayyid Abdul Qadir Umar Mauladdawilah
Posting Komentar