“Sungguh Nabi SAW melihat bekas ludah yang mengering di arah kiblat, maka
hal itu sangat membuat beliau SAW sedih, hingga terlihat bekas kesedihan pada
wajah beliau SAW, seraya berdiri dan membersihkannya dengan jarinya dan
bersabda: “Jika diantara kalian berdiri untuk melakukan shalatnya, sungguh ia
sedang berbicara pada Tuhan Nya” (Shahih Bukhari)
Telah kita baca hadits Nabiyyuna Muhammad SAW bersama – sama, demikian
indahnya budi pekerti Sang Nabi SAW di dalam adab beliau kepada Allah. Menjaga
perasaan Rabbul Alamin dengan penjagaan yang sangat sempurna. Kita memahami
bahwa menjaga perasaan orang adalah perbuatan yang baik, ternyata perbuatan
yang paling sempurna adalah juga menjaga perasaan Allah.
Sebagaimana hadits yang kita baca, Rasul SAW melihat ada bekas air ludah
yang mengering di tembok masjid depan. Berubah wajah beliau “..hatta ru’iya
fii wajhihi”, maka berubahlah wajah beliau dengan kesedihan. Dalam riwayat
hadits lainnya mengalir airmata beliau sampai terlihat diwajahnya membekas
kesedihan itu. Apa yang terjadi wahai Rasul hingga membuat kau sedih?
Maka di
saat itu Rasul SAW berdiri beliau membersihkan bekas ludah itu dengan jari –
jari beliau lalu berkata “inna ahadakum idza qaama ilaa shalaatihi fa innahu
yunaaji rabbahu”, jika kalian ini sedang melakukan shalat kalian sedang
berbicara dengan Tuhannya yaitu Allah SWT. Demikian Sang Nabi SAW menjaga
perasaan Allah dan menjaga adab kepada Tuhannya.
Tentunya orang yang meludah ke arah kiblat itu bukan maksud ingin meludahi
Allah atau meludahi kiblat di dalam masjid. Tentunya tidak sengaja tapi
perbuatan itu sangat sangat tidak disukai oleh Sang Nabi SAW. Hingga
diriwayatkan oleh Al Imam Ibn Hajar Al Asqalani di dalam kitabnya Fathul Bari
bisyarah Shahih Bukhari bahwa riwayat hadits lainnya oleh Imam Ibn Hibban dan
Imam Abu Daud, ketika Rasul SAW melihat salah seorang meludah ke arah kiblatnya
di dalam masjid seraya berkata “tidak ada kebaikan shalat untukmu”. Karena apa?
karena ia tidak menjaga adab kepada Rabbul Alamin Di saat ia menghadap Allah.
Oleh sebab itu, shalat itu mempunyai ruhani bukan hanya dhahirnya saja
bacaan dan gerakan tapi mempunyai ruhani. Ruhani shalat itu adalah menghadap
Allah SWT. Dhahirnya menghadap kiblat dengan rukunnya yang sempurna demikian
juga dengan dhahirnya sebagaimana sabda Sang Nabi SAW riwayat Shahih Bukhari
“shalluu kama ra’aytumuuniy ushalliy”, shalatlah kalian sebagaimana kalian
lihat aku shalat.
Maka itu dhahirnya namun ruhaninya adalah menghadap Allah.
Ketika seseorang telah mempelajari hal – hal yang dhahir di dalam shalat dan
sempurna shalatnya di dalam tuntunan islam, setelah itu ia mempelajari dan
memahami betapa agungnya shalat yaitu menghadap Allah.
Itulah detik – detik teragung di dalam sepanjang kehidupan kita, mulai kita
lahir hingga kita dipendam di dalam bumi tidak ada detik – detik termulia
melebihi saat kita di dalam shalat. Amal pahala agung ini tidak diberikan
kepada umat – umat sebelumnya terkecuali diberikan kepada umat ini Keagungan
menghadap Allah SWT.
Habib Munzir al Musawwa
Posting Komentar