Sayyidina Ali bin Abi Thalib r.a. berkata : ” … coba perhatikan dirimu
baik-baik, tidak lama lagi kamu akan mencapai tujuan akhir semua manusia, yaitu
terbujur kaku di bawah lapisan tanah. Segala perbuatanmu akan diperlihatkan
kepada dirimu di padang masyahr, yaitu tempat dimana orang-orang yang telah
berbuat aniaya akan merintih menyesali diri; orang yang lalai akan sangat
menyesali diri dan berharap seandainya ia dapat kembali ke dunia. Namun itu
semua tiada berguna, karena kesempatan mengulang sungguh tidak akan pernah
ada…”
Abu Hamzah Al-Khurasani (seorang sufi, wafat tahun 903) mengatakan,
“Barangsiapa ia telah merasakan ingat kematian, maka Allah akan menjadikan ia
senang mencari pahala dan benci terhadap dosa.”
Mari kita renungkan perjalanan kehidupan dunia menuju kehidupan setelah
kematian yang pasti akan dialami oleh setiap manusia.
Sesaat setelah rohku berpisah dengan jasad, yaitu ketika aku mulai memasuki
alam kehidupan yang baru, apakah aku dapat tersenyum menjumpai malaikat yang
memberikan salam kepadaku :
1. “Wahai anak Adam, engkaukah yang meninggalkan dunia, atau dunia yang
meninggalkanmu?”
2. “Wahai anak Adam, engkaukah yang merengkuh dunia, atau dunia yang
merengkuhmu?”
3. “Wahai anak Adam, engkaukah yang mematikan dunia, atau dunia yang
mematikanmu?”
Ketika jasadku digeletakkan menunggu untuk dimandikan, mampukah aku tegar
menjawab pertanyaan-pertanyaan yang diajukan malaikat kepadaku :
1. “Wahai anak Adam, dimanakah tubuhmu yang kuat itu, mengapa engkau tidak
berdaya?”
2. “Wahai anak Adam, dimanakah lisanmu yang lantang dulu, mengapa kini kau
terdiam?”
3. “Wahai anak Adam, dimakah orang-orang yang mengasihimu, mengapa kini
mereka membiarkanmu tergeletak sendirian tanpa daya?”
Sewaktu mayatku dibaringkan di atas kain kafan, siap dibungkus, mampukah aku
menuruti apa yang dikatakan malaikat:
1. “Wahai anak Adam, bersiaplah engkau pergi jauh tanpa membawa bekal!”
2. “Wahai anak Adam, pergilah dari rumahmu dan janganlah kembali!”
3. “Wahai anak Adam, naiklah tanda yang tidak akan pernah engkau nikmati
lagi setelah itu!”
Tatkala jenzahku dipikul di atas keranda, sanggupkah aku bersikap anggun
seperti seorang raja yang ditandu prajurit, ketika malaikat berseru kepadaku :
1. “Wahai anak Adam, berbahagialah engkau apabila engkau termasuk
orang-orang yang bertobat.”
2. “Wahai anak Adam, berbahagialah engkau apabila selama di dunia engkau
selalu taat pada perintah Allah dan Rasul-Nya.”
3. “Wahai anak Adam, berbahagialah engkau apabila yang menjadi teman
abadimu di dalam kubur adalah ridha Allah, celakalah engkau apabila teman
abadimu murka Allah.”
Ketika aku dibaringkan untuk disholati, akankah diriku mampu bersikap
‘manis’ tatkala malaikat berbisik di telingaku:
1. “Wahai anak Adam, semua perbuatan yang telah engkau lakukan akan engkau
lihat kembali.”
2. “Wahai anak Adam, apabila selama ini engkau tenggelam dalam amal saleh
maka bergembiralah.”
3. “Wahai anak Adam, apabila selama ini engkau tenggelam dalam kemaksiatan
menuruti nafsu, maka sambutlah penderitaan akibat keenggananmu mengabdi
kepada-Nya!”
Sewaktu jasadku berada ditepi kubur siap untuk diturunkan ke liang lahat,
akankah lidahku kelu menjawab pertanyaan malaikat yang berbisik lirih :
1. “Wahai anak Adam, kedamaian apakah yang engkau bawa untuk menempati
rumah cacing ini?”
2. “Wahai anak Adam, cahaya apakah yang engkau bawa untuk menempati rumah
yang gelap ini?”
3. “Wahai anak Adam, siapakah temanmu yang kau ajak menemanimu dalam
penantian panjang ini?”
Tatkala aku sudah diletakkan di liang kubur, masih mampukah aku tersenyum
menjawab ucapan selamat datang yang disampaikan bumi kepadaku :
1. “Wahai anak Adam, ketika berada di punggungku engkau bergelak tawa, kini
setelah berada di perutku apakah engkau akan tertawa juga, ataukah engkau akan
menangis menyesali diri?”
2. “Wahai anak Adam, ketika berada di punggungku engkau bergembira ria,
kini setelah berada di perutku apakah kegembiraan itu masih tersisa, ataukah
engkau akan tenggelam dalam duka nestapa?”
3. “Wahai anak Adam, ketika berada di punggungku engkau bersilat lidah,
masikah kini engkau ‘bernyanyi’ ataukah engkau akan diam membisu seribu bahasa
bergelut dengan penyesalan?”
Setelah aku sendiri terbujur kaku dihimpit bumi tanpa daya dalam liang
lahat, sementara sanak keluargaku beserta teman-teman karibku pulang ke
rumahnya masing-masing, akankah kecemasan menguasai diriku ketika Allah SWT
berfirman, “Wahai hamba-Ku, sekarang engkau terasingkan sendirian. Mereka
telah pergi meninggalkan engkau dalam kesempitan dan kegelapan. Padahal dulu
engkau membangkang tidak mau taat kepada-Ku semata-mata untuk kepentingan
mereka. Balasan apa yang engkau peroleh dari mereka? Masih pantaskah engkau
mengharap surga-Ku?”
Al Sukmana

Posting Komentar