Bercinta atau Jima’ Itu Ibadah yang paling enak. Selain
itu jima’ yang halal juga merupakan ibadah yang berpahala besar. Rasulullah SAW
bersabda, “Dalam kemaluanmu itu ada sedekah.” Sahabat lalu bertanya, “Wahai
Rasulullah, apakah kita mendapat pahala dengan menggauli istri kita?.”
Rasulullah menjawab, “Bukankah jika kalian menyalurkan nafsu di jalan yang
haram akan berdosa? Maka begitu juga sebaliknya, bila disalurkan di jalan yang
halal, kalian akan berpahala.” (HR. Bukhari, Abu Dawud dan Ibnu Khuzaimah)
Menurut Ibnu Qayyim Al-Jauzi dalam Ath-Thibbun Nabawi (Pengobatan ala Nabi),
sesuai dengan petunjuk Rasulullah memiliki tiga tujuan: memelihara keturunan
dan keberlangsungan umat manusia, mengeluarkan cairan yang bila mendekam di
dalam tubuh akan berbahaya, dan meraih kenikmatan yang dianugerahkan Allah.
Puncak kenikmatan bersetubuh tersebut dinamakan orgasme atau faragh. Meski
tidak semua hubungan seks pasti berujung faragh, tetapi upaya optimal pencapaian
faragh yang adil hukumnya wajib. Yang dimaksud faragj yang adil adalah orgasme
yang bisa dirasakan oleh kedua belah pihak, yakni suami dan istri.
Salah satu unsur terpenting dari strategi pencapaian faragh adalah pendahuluan
atau pemanasan yang dalam bahasa asing disebut foreplay (isti’adah). Pemanasan
yang cukup dan akurat, menurut para pakar seksologi, akan mempercepat wanita
mencapai faragh.
Karena dianggap amat penting, pemanasan sebelum berjima’ juga diperintahkan
Rasulullah SAW. Beliau bersabda, “Janganlah salah seorang di antara kalian
menggauli istrinya seperti binatang. Hendaklah ia terlebih dahulu memberikan
pendahuluan, yakni ciuman dan cumbu rayu.” (HR. At-Tirmidzi).
Selain ciuman dan rayuan, unsur penting lain dalam pemanasan adalah sentuhan
mesra. Bagi pasangan suami istri, seluruh bagian tubuh adalah obyek yang halal
untuk disentuh, termasuk kemaluan. Diperbolehkan bagi suami istri untuk melihat
dan meraba seluruh lekuk tubuh pasangannya, termasuk kemaluan. Karena kemaluan
merupakan bagian tubuh yang boleh dinikmati dalam bercumbu, tentu boleh pula
dilihat dan diraba.
Diperbolehkan bagi pasangan suami istri yang tengah berjima’ untuk mendesah.
Karena desahan adalah bagian dari meningkatkan gairah. Imam As-Suyuthi
meriwayatkan, ada seorang qadhi yang menggauli istrinya. Tiba-tiba sang istri
meliuk dan mendesah. Sang qadhi pun menegurnya. Namun tatkala keesokan harinya
sang qadhi mendatangi istrinya ia justru berkata, “Lakukan seperti yang
kemarin.”
Satu hal lagi yang menambah kenikmatan dalam hubungan intim suami istri, yaitu
posisi bersetubuh. Kebetulan Islam sendiri memberikan kebebasan seluas-luasnya
kepada pemeluknya untuk mencoba berbagai variasi posisi dalam berhubungan seks.
Satu-satunya ketentuan yang diatur syariat hanyalah, semua posisi seks itu
tetap dilakukan pada satu jalan, yaitu farji. Bukan yang lainnya.
Allah SWT berfirman, “Istri-istrimu adalah tempat bercocok tanammu, datangilah ia dari arah manapun
yang kalian kehendaki.” QS. Al-Baqarah (2:223).
Terkait dengan ayat 233 Surah Al-Baqarah itu Imam Nawawi menjelaskan, “Ayat
tersebut menunjukan diperbolehkannya menyetubuhi wanita dari depan atau
belakang, dengan cara menindih atau bertelungkup. Adapun menyetubuhi melalui
dubur tidak diperbolehkan, karena itu bukan lokasi bercocok tanam.” Bercocok
tanam yang dimaksud adalah berketurunan.
Demikianlah, Islam, sebagai agama rahmatan lil ‘alamin, lagi-lagi terbukti
memiliki ajaran yang sangat lengkap dan seksama dalam membimbing umatnya
mengarungi samudera kehidupan. Semua sisi dan potensi kehidupan dikupas tuntas
serta diberi tuntunan yang detail, agar umatnya bisa tetap bersyariat seraya
menjalani fitrah kemanusiannya.
Dikutip Dari : Panduan Berhubungan Intim Dalam Perspektif Islam, karya Abu Umar
Baasyir
Posting Komentar