Rasulullah SAW ketika shalat, tepatnya setelah mengangkat
kepala dari rukuk, beliau tidak pernah membaca doa: “rabbana wa lakal hamdu
hamdan katsiran….” dan seterusnya, seperti yang terdapat dalam sebuah hadist.
Tetapi, hal ini tidak dipahami oleh seorang sahabat sebagai larangan untuk
membaca doa tersebut.
Jika tidak demikian, mana mungkin ia (sahabat), mau
melakukan sesuatu yang diyakini keharamannya? Rasulullah SAW sendiri tidak
mencelanya, karena telah membaca doa tersebut. Dan, beliau juga tidak melarang membaca doa-doa lainnya di
dalam shalat.
Hadis di atas diriwayatkan oleh Rifa’ah bin Rafi Az-Zuraqi,
ia berkata, “Suatu hari, kami pernah shalat di belakang Rasulullah SAW Ketika
beliau mengangkat kepalanya dari rukuk, beliau membaca, “sami’allahu liman
hamidah.” Seseorang laki-laki dari belakang beliau membaca, “Rabbana
walakal-hamdu hamdan katsiran thayyiban mubarakan fihi.” Lantas setelah shalat
beliau bertanya, “Siapa yang tadi membaca doa itu?”
Lelaki itu menjawab, “Aku.”
Beliau bersabda, “Aku melihat lebih dari 30 malaikat
berlomba-lomba untuk menjadi yang pertama mencatatnya.” (HR Al-Bukhari, Abu
Dawud, Nasai, Ahmad, Malik dan Al-Baihaqi)
Sahabat Bilal RA tidak memahami bahwa tarku Rasulullah SAW
mengenai shalat sunnah dua rakaat setelah wudhu bermakna tidak boleh
melaksanakan shalat itu. Tetapi, Bilal melakukannya dan tidak pernah
memberitahukan hal itu kepada Rasulullah SAW Beliau baru mengetahuinya setelah
beliau bertanya kepada Bilal.
“Hai Bilal, ceritakan kepadaku amalan yang paling engkau
harapkan (pahalanya), yang engkau kerjakan dalam Islam (setelah memeluknya).
Karena, sesungguhnya aku mendengar suara langkah kedua sandalmu di dalam
surga.”
Bilal menjawab, “Aku tidak mengamalkan amalan yang paling
aku harapkan pahalanya, kecuali setelah aku bersuci, baik saat petang ataupun
siang, lalu aku shalat yang tidak diwajibkan kepadaku dengan bersuci itu.” (HR
Al-Bukhari)
Bilal RA sesungguhnya telah membuat “shalat sunnah” untuk
dirinya sendiri pada waktu tertentu, padahal Rasulullah SAW sama sekali tidak
pernah mencontohkan atau memerintahkannya. Bilal baru mengabarkannya tentang
rahasia amalannya tersebut setelah Nabi bertanya.
Bukankah dari kisah ini dapat
disimpulkan bahwa amalan tersebut tidak pernah dilakukan Nabi, lalu Bilal
memberitahukan, maka akhirnya amalan ini pun diakui oleh Rasulullah. Sehingga,
kita di generasi setelah Rasul menyebut bahwa shalat setelah wudhu adalah
sunnah, sebagaimana yang dilakukan Bilal.
Kita mengambil dalil dari pemahaman sahabat mengenai
dibolehkannya membuat doa atau shalat baru di waktu yang tidak pernah dilakukan
oleh Rasulullah SAW Kami juga mengambil dalil bahwa Rasulullah SAW tidak
mengingkari metode dan cara yang ditempuh sebagian sahabatnya, bahkan tidak
melarang mereka untuk melakukannya di masa-masa mendatang.”
Prof Dr. Ali Jum’ah, Mufti Agung Mesir, Al-Mutasyaddidun
Manhajuhum wa Munaqqasyatu Ahammi Qadhaayaahum

Posting Komentar