Di dalam kitab Fikih Sunnah karya Sayyid Sabiq dijelaskan bahwa Dzikir atau
mengingat Allah ialah apa yang dilakukan oleh hati dan lisan berupa tasbih atau
mensucikan Allah, memuji dan menyanjung-Nya, menyebut kan sifat-sifat kebesaran
dan keagungan serta sifat-sifat kein dahan dan kesempurnaan yang telah
dimiliki-Nya.
Dalam pada itu dipandang juga dzikrullah dengan mengerjakan segala rupa
keta’atan. Lantaran itu majelis-majelis yang diadakan untuk mempersoalkan agama
bisa juga dinamai Majelis Dzikir. Sebagaimana yang telah ditegaskan oleh ‘Atha
:
“Majelis-majelis yang dibentuk untuk memper katakan soal halal dan haram dipandang
juga sebagai majelis dzikir (majelis menyebut Allah) karena majelis-majelis itu
memindahkan kita dari sikap lalai kepada kesadaran.”
Al-Hafizh berkata pula : “Juga dinamai dzikir mengerjakan segala tugas agama
yang diwajibkan Allah dan menjauhi segala larangan-Nya. Karena itu membaca
Al-Qur’an, membaca hadits, mempelajari ilmu-ilmu agama, melaksanakan shalat
sunnat dinamakan juga dzikir.”
Ringkasnya, dzikir itu adakalanya mengingat dan mengenangkan nikmat Allah,
adakalanya menyebut nama-Nya, menurut kaifiat yang disyari’atkan. Kemudian yang
perlu ditegaskan bahwa menyebut Allah (dzikrullah) hendaknya harus diikuti
supaya penyebut itu mem perhatikan Tuhan yang disembah, mengagungkan-Nya,
mensucikan-Nya, merasa takut kepada-Nya, mengharap dan meyakini bahwa manusia
seluruhnya adalah dalam genggaman-Nya serta menurut kehendak-Nya.
Orang yang hidup didunia tanpa mengingat Allah SWT dengan berdzikir
kepada-Nya, tidak heran bila hidup menjadi lalai dan terlena. Tanpa mengingat
Allah dia akan melupakan kematian yang akan menjemputnya kelak. Ketika itu ia
merasa dunia masih terlalu panjang padahal Allah SWT mengingatkan kita bahwa
ajal manusia itu lebih dekat dari urat lehernya. Orang yang membiarkan hidupnya
terombang ambing di dunia akan menyesali diri sendiri bila ruh telah berpisah
dari jasadnya dan menuju ke akhirat. Jiwanya akan kosong dari ma’rifat karena
hatinya telah mati sebelum badannya mati.
Hati yang tidak disuburkan dengan dzikrullah lama kelamaan akan mati. Hati
yang mati tidak akan dapat menerima cahaya Allah dan dia akan selalu dalam
bahaya selama hati itu tidak dipulihkan dan dihidupkan kembali.
Cara yang baik untuk menghidupkan hati yang mati ialah dengan menuntut ilmu
kepada guru ruhani (Syekh / Mursyid) yang dapat menghidupkan hati. Dengan berguru
kepada mereka akan membawa ketenangan hidup di dunia dan di akhirat.
M. Syafi’i

+ comments + 1 comments
main poker dengan banyak penghasilan
ayo segera hubungi kami
WA : +855969190856
Posting Komentar