Sesuatu yang diperoleh dengan susah payah akan lebih
berharga bagi pemiliknya daripada yang didapat dengan mudah atau bahkan
cuma-cuma. Sebuah kata bijak tentang nilai sebuah perjuangan. Suatu kearifan
yang patut direnungkan ketika kita melepas kepergian bulan Ramadhan.
Sesuatu yang diperoleh dengan susah payah akan lebih
berharga bagi pemiliknya daripada yang didapat dengan mudah atau bahkan
cuma-cuma. Sebuah kata bijak tentang nilai sebuah perjuangan. Suatu kearifan
yang patut direnungkan ketika kita melepas kepergian bulan Ramadhan.
Ketika kemenangan telah digenggam, pastilah ia dihargai
dengan tinggi karena perjuangan yang dilalui untuk mendapatkannya tidaklah
mudah. Perjuangan untuk meningkatkan kualitas pribadi sebagai seorang mukmin
agar keimanan dan keislaman dalam diri tidak hanya tinggal menjadi barang
warisan yang tidak terurus dan terbengkalai. Betapa banyak dari saudara kita
yang harus berhadapan dengan berbagai kesulitan dan bahkan ancaman maut demi
untuk menggenggam erat hidayah. Merekalah yang benar-benar merasakan betapa
berharganya sebuah kehidupan dalam damai keimanan setelah melalui pahit getir
dan cabikan pengorbanan. Karenanya mereka tidak akan mudah menjualnya dengan
apapun, bahkan akan memberikan segalanya demi tidak hilangnya apa yang telah
ada dalam genggaman.
Lantas bagaimana dengan kita yang telah menggenggam mutiara
itu sejak awal? Tidak akankah kita merasakan iman semanis yang dirasakan
keluarga Yazid RA? Tidak akankah kita menjadi segagah dan setegar Umar bin
Khattab RA dalam medan dan situasi apapun untuk mempertahankan yang haq? Mereka
adalah cermin. Dan bagi kita yang telah Allah SWT takdirkan untuk tidak melalui
fase berat seperti mereka disamping harus banyak bersyukur seharusnya juga
berusaha untuk meneladani perjuangan mereka dengan cara yang sesuai dengan
kondisi. Sudahkah ditengok apa yang telah ada dalam genggaman, masihkah ia
berkilau ataukah jangan-jangan sudah karatan?
Menjaga kualitas dan keadaan iman dalam diri juga merupakan
suatu perjuangan. Kekuatan dan kesabaran amat dibutuhkan untuk selalu
melindunginya dari serangan kuman yang dapat membuatnya lapuk dan keropos.
Itulah salah satu bentuk kesyukuran seorang hamba atas nikmat iman yang telah
dikaruniakan-Nya. Merenungkan kembali apa yang telah kita lakukan sepanjang
Ramadhan lalu, memikirkan seberapa jauh kesadaran diri untuk meningkatkan
kualitas pribadi yang beriman agar ia tidak menjadi hanya sekedarnya. Juga,
sejauh mana perubahan yang dirasakan sebagai hasil. Tentunya
perenungan-perenungan tersebut membutuhkan kejujuran hati karena dengannya akan
tercapai tujuan utama dari introspeksi, yaitu mengetahui kadar nilai jiwa dan
amal yang kemudian diharapkan akan menghasilkan usaha peningkatan iman yang
kontinyu. Hasil yang sebenarnya tentunya tidak akan dapat diketahui karena hal
tersebut merupakan masalah gaib yang hanya menjadi urusan-Nya. Tetapi kiranya perubahan-perubahan
dhahir dalam beramal dapat cukup dirasakan.
Adakah disadari, sangat mungkin sekali sebenarnya untuk
mengakhatamkan Al-Qur`an paling tidak sebulan sekali ketika waktu benar-benar
diatur dengan baik apalagi jika tidak disia-siakan untuk hal-hal yang tidak
berguna, sebagaimana halnya sangatlah mungkin sebenarnya untuk menjauhi
kemungkaran dan perkataan-perkataan fasik ketika keimanan membuat kita takut
kehilangan pahala amalan yang dilakukan dengan susah payah. Mengapa kita tidak
takut kehilangan cinta dan ridha Sang Kekasih dengan perbuatan-perbuatan yang
mengkhianati-Nya pada setiap desah nafas? Telahkah disadari dan direnungkan
bahwasannya saat-saat paling indah adalah ketika kita telah berhasil menginjak
dan mengalahkan nafsu?
Tidak ada yang lebih membahagiakan dari saat ketika disadari
bahwa diri telah selamat dari kesesatan setelah berada di tepi mulut jurangnya.
Kesadaran-kesadaran semacam ini layaknya dapat dinilai sebagai sebuah
kemenangan yang harus dihargai dengan mempertahankan dan meningkatkannya dalam
setiap jengkal langkah kehidupan. Setelah keluar dari bulan suci, masihkah akan
terasa berat untuk menarik nafas sejenak, menjernihkan otak dan menahan lidah
untuk tidak membicarakan aib orang, atau membuat orang lain senang walau hanya
dengan sekedar mengulurkan lembaran uang yang bagus dalam transaksi? Sangat
sepele memang, tetapi sesuatu yang sepele ketika menjadi tabiat buruk akan
menjadi amat buruk. Tidak sepatutnya untuk menjadi kikir juga dalam hal yang
sebenarnya kita sama sekali tidak rugi dengannya. Begitu juga tidak seharusnya
untuk pelit dan ragu mendoakan kebaikan untuk orang lain dunia dan akhirat
karena rahmat Allah SWT tidak akan habis untuk kita hanya karena sebagian telah
diberikan kepada orang lain, seperti juga surga-Nya yang tidak akan pernah
padat penghuni. Seharusnya tidaklah perlu untuk takut tidak kebagian tempat
hanya karena orang lain berada didalamya.
Banyak pelajaran berharga yang dapat direnungi setelah bulan
Ramadhan dilalui seorang mukmin sebagai madrasah ihsan untuk mendeteksi bentang
kebodohan dalam diri, pelajaran yang diperoleh melalui sebuah perjuangan untuk
bersabar dan juga bertafakkur. Dan ketika perjuangan ini menghasilkan sebuah
kemenangan dalam kadar yang bermacam, maka sangat layaklah ia untuk dihargai
agar lentera iman senantiasa semakin benderang dalam hati. Minal `aidin wal faizin, kullu `aam wa antum bi khair.
Ditulis oleh Zahratunnisa Hamdi
+ comments + 1 comments
ayo daftarkan diri anda di AJOQQ :D
menangkan jackpot dengan sebanyak-banyaknya :D
Posting Komentar