Zaman semakin modern, banyak orang merasa sangat sibuk. Baginya, waktu adalah uang. Kontras dengan itu, tidak sedikit pula manusia yang menghambur-hamburkan waktunya. Mereka memiliki motto, "Waktu muda hura-hura, waktu tua kaya raya, kalau mati masuk surga". Namun pandangan mereka mungkin akan berubah kalau saja mereka bisa meresapi makna sebuah sya'ir Arab yang menggambarkan karakter sang waktu, "Waktu laksana pedang, jika kamu tidak memanfaatkannya maka ia akan menebasmu".
Waktu adalah salah satu dimensi dalam hidup manusia. Karakternya, waktu senantiasa berpacu secara cepat, tanpa terasa, dan tiba-tiba menghujam. Tidaklah heran mengapa masyarakat Arab mengkiaskan cepatnya waktu dengan kilatan pedang menyambar. Agar dapat meresapi cara mengatur waktu yang baik agaknya kita perlu belajar dari seorang ksatria mengenai teknik memainkan sebilah pedang. Saya teringat kisah kepiawaian sahabat nabi, Khalid bin Walid dalam bermain pedang. Begitu piawainya ia sampai-sampai dijuluki Saifullah (pedang Allah).
Suatu saat Khalid memimpin pasukan Islam bertempur sengit di Yarmuk (wilayah perbatasan dengan Syria) melawan pasukan Romawi di bawah panglima Gregorius Theodore. Berkat kepandaiannya bermain pedang, banyak pasukan musuh terbunuh. Lalu terjadilah sebuah peristiwa yang mengesankan.
Gregorius ingin menghindari jatuhnya banyak korban di pihaknya dengan menantang Khalid untuk berduel. Dalam pertempuran dua orang itu, tombak Gregorius patah terkena sabetan pedang Khalid. Gregorius lalu mengambil sebilah pedang besar. Ketika berancang-ancang perang lagi, Gregorius bertanya pada Khalid tentang motivasinya berperang dan kaitannya dengan Islam.
Terkesan oleh jawaban Khalid, di hadapan ratusan ribu pasukan Romawi dan Muslim, Gregorius akhirnya menyatakan diri masuk Islam. Ia lalu belajar Islam sekilas, sempat menunaikan salat dua rakaat, bertempur di samping Khalid dan akhirnya mati syahid di tangan mantan pasukannya sendiri.
Apa rahasia kesuksesan Khalid? Ternyata kepandaiannya mengibaskan pedang dilandasi dengan iman kepada Allah SWT. Akibatnya lawan yang berhasil ditebasnya hanya musuh-musuh Islam. Sama halnya dengan waktu, berbagai aktivitas untuk mengisinya perlu juga didasari dengan iman yang kuat sehingga menjadi amal shaleh. Sebuah pelajaran yang menarik, bahwa berbuat baik saja ternyata tidak cukup tanpa dilandasi dengan iman dan sesuai dengan syariat-Nya.
Allah SWT pun sering mengingatkan manusia dalam berbagai firman-Nya mengenai pentingnya kedua kunci manajemen waktu tersebut. Bahkan dalam QS. Al-Ashr, Dia menambahkan dua kriteria lagi untuk menghindari kerugian yaitu saling nasehat-menasehati dalam kebaikan dan ajak-mengajak dalam kesabaran.
Manusia yang bisa memanfaatkan karunia waktu secara fitrah akan mencapai kesuksesan seperti Khalid bin Walid. Namun jika manusia lengah barang sedetik pun, pedang lawan bisa menghunusnya dan berakhir dengan penyesalan.
Sikap seorang Muslim terhadap waktu dapat diibaratkan dengan sikap seorang ksatria terhadap pedang andalannya. Semakin sering berlatih dan bertempur, maka ia akan semakin berpengalaman dan semakin berkualitas permainannya, akhirnya semakin sulit dikalahkan. Namun demikian menjadi ksatria andalan tidak menjadikannya terlena, lengah, sombong, dan mengurangi latihan. Justru sebaliknya, ia makin meningkatkan kewaspadaan dan tekun berlatih di waktu senggang agar selalu tangguh.
Ia tidak segan-segan mengevaluasi dirinya agar kualitas permainannya terus teruji. Seorang ksatria yang berilmu padi justru mempergunakan kepiawaiannya sesuai dengan porsi yang dibutuhkan, mengikuti aturan yang digariskan-Nya untuk membela Diennullah. Itu semua ia lakukan karena sangat paham bahwa kepandaiannya akan dimintai pertanggung-jawaban oleh Yang Maha Kuasa di akhirat kelak.
Sabda Rasulullah saw. yang diriwayatkan Mu'adz bin Jabal, "Tidak akan tergelincir (binasa) kedua kaki seorang hamba di hari kiamat, hingga ditanyakan kepadanya 4 perkara, usianya untuk apa ia habiskan, masa mudanya bagaimana ia pergunakan, hartanya dari mana ia dapatkan dan pada siapa ia keluarkan, ilmunya dan apa-apa yang ia perbuat dengannya." (HR. Bazzar dan Thabrani).
Demikianlah, seorang muslim harus menyatukan sang waktu ke dalam jiwanya yang beriman sebagaimana pedang Khalid bin Walid yang berpadu dengan kemahirannya. Bukankah motto hidup seorang muslim seharusnya adalah "Hayatuna kulluha 'ibadah." (Hidup seluruhnya untuk ibadah).
Anda tentu pernah mendengar istilah "time is money" atau waktu adalah uang. Ini adalah istilah yang sangat popular di dunia barat yang pada umumnya sangat mengagungkan keberhasilan professional seperti pangkat, jabatan, popularitas ataupun kekayaan materi. Namun bagi para ahli kebijaksanaan, mereka mengibaratkan waktu adalah pedang. Waktu ibarat pedang yang akan siap menebas siapa saja yang tidak dapat memanfaatkannya dalam kebaikan dan kemuliaan.
Waktu memiliki keunikan selalu bergerak maju dan tidak pernah mundur sedetikpun. Waktu tidak bisa diulang dan akan selalu meninggalkan setiap orang yang melalaikannya. Waktu akan selalu meninggalkan mereka yang tidak mengelolanya dengan cerdas untuk kehidupannya.
Mereka yang akan menjadi pemenang dalam hidup ini adalah mereka yang dapat mensyukuri nikmat waktu yang diberikan Allah SWT. Mereka yang dapat memanfaatkan waktu dan kesempatan yang telah dianugerahkan kepadanya untuk hal-hal kebaikan dan kemuliaan hidupnya. Namun sebaliknya mereka yang menjadi orang kalah dan gagal adalah mereka yang tidak menggunakannya waktunya dengan baik. Mereka yang telah memboroskan waktu kehidupannya untuk hal-hal yang tidak berguna.Ingatlah bahwa usia hidup manusia itu begitu singkatnya. Mungkin kita merasakan baru kemarin menikmati masa remaja, sekarang ini ternyata sudah dewasa atau bahkan sudah memasuki usia paruh baya.
Karena itu, jangan pernah menunda-nunda memanfaatkan waktu untuk kebaikan. Kita tidak akan pernah tahu sebera banyak waktu yang kita miliki. Kita tidak akan pernah tahu mengenai hari esok. Maka merugilah siapa saja yang tidak segera mempergunakan usia hidup dengan sebaik-baiknya.
Orang yang beruntung sesungguhnya adalah orang yang pandai memanfaatkan waktunya untuk beramal dan untuk mencari bekal bagi kesuksesan hidupnya di dunia dan kesuksesan hidup sesudah matinya. Dan sebaliknya orang yang merugi dan gagal adalah mereka yang menyia-nyiakan waktu kehidupan yang dianugerahkannya dengan hanya mengikuti ego dan hawa nafsu duniawinya semata. Hidup seperti ini hanya akan berakhir dengan kegagalan dan kesia-siaan.
Dengan demikian keberuntungan dan kerugiaan seseorang sesungguhnya dapat dinilai dari bagaimana dirinya memanfaatkan waktu hidupnya yang begitu singkat ini. Orang yang bisa memanfaatkan waktu yang amat singkat dengan memperbanyak kebaikan untuk bekal kehidupan, dia akan menjadi orang yang beruntung.
Sudahkah kita memanfaatkan waktu yang kita miliki sebaik-baiknya ? Sudahkah kita menggunakan waktu kita untuk meraih kehidupan dunia dan kehidupan akhirat kita dengan seimbang ? Memasuki bulan yang penuh dengan rahmat dan ampunan ini adalah waktu yang tepat untuk mempertanyakan kembali, kemudian berusaha memperbaki kualitas waktu kehidupan kita.
Hidup ibarat sebuah perniagaan dengan Allah SWT. Hanya mereka yang pandai menggunakan waktunya dengan baik dan seimbang yang akan memperoleh keuntungan dalam perniagaan. Maka berusahalah pandai-pandai dalam mengelola waktu hidup kita untuk menghasilkan banyak kebaikan.
Mereka yang semakin banyak menghasilkan kebaikan, semakin beruntunglah perniagaannya dengan Allah. Jangan biarkan waktu kita terbuang percuma sehingga mengakibatkan perniagaan kita merugi, karena penyesalan di kemudian hari tiada berguna lagi.
Jika datang pagi maka janganlah menunggu tibanya sore. Pada hari ini Anda hidup, bukan di hari kemarin yang telah berlalu dengan segala kebaikan dan kejelekannya, dan bukan pula hari esok yang belum tentu datang. Hari ini dengan mataharinya yang menyinari Anda, adalah hari Anda. Umur Anda hanya sehari. Karena itu anggaplah rentang kehidupan Anda adalah hari ini saja, seakan-akan Anda dilahirkan pada hari ini dan akan mati hari ini juga.
Saat itulah Anda hidup, jangan tersangkut dengan gumpalan masa lalu dengan segala keresahan dan kesusahannya, dan jangan pula terikat dengan ketidakpastian-ketidakpastian di masa yang penuh dengan hal-hal yang menakutkan serta gelombang yang sangat mengerikan. Hanya untuk hari sajalah seharusnya Anda mencurahkan seluruh perhatian, kepedulian dan kerja keras.
Pada hari ini Anda harus mempersembahkan kualitas shalat yang khusyu', bacaan Al-Quran yang sarat tadabbur, dzikir yang sepenuh hati, keseimbangan dalam segala hal, keindahan dalam akhlak, kerelaan dengan semua Allah berikan, perhatian terhadap keadaan sekitar, perhatian pada jiwa dan raga, serta bersikap sosial terhadap sesama. Hanya untuk hari ini saja, saat mana Anda hidup. Oleh karena itu, Anda harus benar-benar membagi setiap jamnya. Anggaplah setiap menitnya sebagai hitungan tahun, dan setiap detiknya sebagai hitungan bulan, saat-saat dimana Anda bisa menanam kebaikan dan mempersembahkan sesuatu yang indah. Beristighfarlah atas semua dosa, ingatlah selalu kepada- Nya, bersiap-siaplah untuk sebuah perjalanan nanti, dan nikmatilah hari ini dengan segala kesenangan dan kebahagiaan. Terimalah rezeki yang Anda dapatkan hari ini dengan penuh keridhaan: Istri, suami, anak-anak, tugas-tugas, rumah, ilmu, dan posisi Anda.
Maka berpegangteguhlah dengan apa yang Aku berikan kepadamu dan hendaklah kamu termasuk orang-orang yang bersyukur." (QS Al-A'raf: 144). Jalanilah hidup Anda hari ini dengan tanpa kesedihan dan guncangan jiwa, tanpa rasa tidak menerima dan keirian, dan tanpa kedengkian.
Satu hal yang harus Anda lakukan adalah menuliskan pada dinding hati Anda suatu kalimat (yang juga harus Anda tuliskan dia atas meja Anda), "Harimu adalah hari ini". Jika Anda makan nasi hangat hari ini, maka apakah nasi yang Anda makan kemarin atau nasi besok hari yang belum jadi akan berdampak negatif terhadap diri Anda? Jika Anda bisa minum air jernih dan segar hari ini, maka mengapa Anda harus bersedih atas air asin yang Anda minum kemarin? Atau, mengapa malah mengharapkan air yang hambar dan panas yang akan datang esok hari?
Jika Anda jujur terhadap diri Anda sendiri maka dengan kemauan keras, Anda akan bisa menundukkan jiwa Anda pada teori ini, "Saya tidak akan pernah hidup kecuali hari ini". Oleh karena itu, manfaatkanlah hari ini, setiap detiknya, untuk membangun kepribadian, untuk mengembangkan semua potensi yang ada, dan untuk membersihkan amalan Anda.
"Karena saya hanya hidup untuk hari ini saja maka saya akan berusaha sekuat tenaga untuk taat kepada Rabb, melakukan shalat sesempurna mungkin, melakukan shalat-shalat nafilah sebagai bekal untuk diri sendiri, bergelut dengan Al-Qur'an, mengkaji buku-buku yang ada, mencatat hal-hal yang perlu, dan menelaah buku yang bermanfaat”. Saya hidup untuk hari ini saja, karenanya saya akan menanam nilai-nilai keutamaan di dalam hati ini dan mencabut pohon kejahatan berikut ranting-rantingnya yang berduri: takabur, ujub, riya', dan buruk sangka.
Juga katakanlah pada diri Anda, “Saya hidup untuk hari ini saja, karenanya saya akan berbuat baik kepada orang lain dan mengulurkan tangan kebaikan kepada mereka, menjenguk yang sakit, mengantarkan jenazah, menunjukkan jalan yang benar bagi yang kebingungan, memberi makan orang kelaparan, menolong orang yang sedang dalam kesulitan, membantu yang dizhalimi, membantu yang lemah, mengasihi yang menderita, menghormati seorang yang alim, menyayangi anak kecil, dan menghormati yang sepuh.
Karena saya hidup untuk hari ini saja maka saya akan hidup untuk mengucapkan, "Wahai masa depan, yang masih berada dalam keghaiban, aku tidak akan pernah bergelut dengan mimpi-mimpi dan tidak akan pernah menjual diri untuk ilusi. Aku tidakk memburu sesuatu yang belum tentu ada karena esok hari tidak berarti apa-apa, esok hari adalah sesuatu yang belum diciptakan, dan tidak pantas dikenang."
Apa yang sudah berlalu itu sudah terlewati sedangkan cita-cita masih belum diketahui. Waktu milikmu adalah saat ini, Sekarang.
Penulis adalah Anggota Majlis Ta'lim Wad Da'wah
Waktu adalah salah satu dimensi dalam hidup manusia. Karakternya, waktu senantiasa berpacu secara cepat, tanpa terasa, dan tiba-tiba menghujam. Tidaklah heran mengapa masyarakat Arab mengkiaskan cepatnya waktu dengan kilatan pedang menyambar. Agar dapat meresapi cara mengatur waktu yang baik agaknya kita perlu belajar dari seorang ksatria mengenai teknik memainkan sebilah pedang. Saya teringat kisah kepiawaian sahabat nabi, Khalid bin Walid dalam bermain pedang. Begitu piawainya ia sampai-sampai dijuluki Saifullah (pedang Allah).
Suatu saat Khalid memimpin pasukan Islam bertempur sengit di Yarmuk (wilayah perbatasan dengan Syria) melawan pasukan Romawi di bawah panglima Gregorius Theodore. Berkat kepandaiannya bermain pedang, banyak pasukan musuh terbunuh. Lalu terjadilah sebuah peristiwa yang mengesankan.
Gregorius ingin menghindari jatuhnya banyak korban di pihaknya dengan menantang Khalid untuk berduel. Dalam pertempuran dua orang itu, tombak Gregorius patah terkena sabetan pedang Khalid. Gregorius lalu mengambil sebilah pedang besar. Ketika berancang-ancang perang lagi, Gregorius bertanya pada Khalid tentang motivasinya berperang dan kaitannya dengan Islam.
Terkesan oleh jawaban Khalid, di hadapan ratusan ribu pasukan Romawi dan Muslim, Gregorius akhirnya menyatakan diri masuk Islam. Ia lalu belajar Islam sekilas, sempat menunaikan salat dua rakaat, bertempur di samping Khalid dan akhirnya mati syahid di tangan mantan pasukannya sendiri.
Apa rahasia kesuksesan Khalid? Ternyata kepandaiannya mengibaskan pedang dilandasi dengan iman kepada Allah SWT. Akibatnya lawan yang berhasil ditebasnya hanya musuh-musuh Islam. Sama halnya dengan waktu, berbagai aktivitas untuk mengisinya perlu juga didasari dengan iman yang kuat sehingga menjadi amal shaleh. Sebuah pelajaran yang menarik, bahwa berbuat baik saja ternyata tidak cukup tanpa dilandasi dengan iman dan sesuai dengan syariat-Nya.
Allah SWT pun sering mengingatkan manusia dalam berbagai firman-Nya mengenai pentingnya kedua kunci manajemen waktu tersebut. Bahkan dalam QS. Al-Ashr, Dia menambahkan dua kriteria lagi untuk menghindari kerugian yaitu saling nasehat-menasehati dalam kebaikan dan ajak-mengajak dalam kesabaran.
Manusia yang bisa memanfaatkan karunia waktu secara fitrah akan mencapai kesuksesan seperti Khalid bin Walid. Namun jika manusia lengah barang sedetik pun, pedang lawan bisa menghunusnya dan berakhir dengan penyesalan.
Sikap seorang Muslim terhadap waktu dapat diibaratkan dengan sikap seorang ksatria terhadap pedang andalannya. Semakin sering berlatih dan bertempur, maka ia akan semakin berpengalaman dan semakin berkualitas permainannya, akhirnya semakin sulit dikalahkan. Namun demikian menjadi ksatria andalan tidak menjadikannya terlena, lengah, sombong, dan mengurangi latihan. Justru sebaliknya, ia makin meningkatkan kewaspadaan dan tekun berlatih di waktu senggang agar selalu tangguh.
Ia tidak segan-segan mengevaluasi dirinya agar kualitas permainannya terus teruji. Seorang ksatria yang berilmu padi justru mempergunakan kepiawaiannya sesuai dengan porsi yang dibutuhkan, mengikuti aturan yang digariskan-Nya untuk membela Diennullah. Itu semua ia lakukan karena sangat paham bahwa kepandaiannya akan dimintai pertanggung-jawaban oleh Yang Maha Kuasa di akhirat kelak.
Sabda Rasulullah saw. yang diriwayatkan Mu'adz bin Jabal, "Tidak akan tergelincir (binasa) kedua kaki seorang hamba di hari kiamat, hingga ditanyakan kepadanya 4 perkara, usianya untuk apa ia habiskan, masa mudanya bagaimana ia pergunakan, hartanya dari mana ia dapatkan dan pada siapa ia keluarkan, ilmunya dan apa-apa yang ia perbuat dengannya." (HR. Bazzar dan Thabrani).
Demikianlah, seorang muslim harus menyatukan sang waktu ke dalam jiwanya yang beriman sebagaimana pedang Khalid bin Walid yang berpadu dengan kemahirannya. Bukankah motto hidup seorang muslim seharusnya adalah "Hayatuna kulluha 'ibadah." (Hidup seluruhnya untuk ibadah).
Anda tentu pernah mendengar istilah "time is money" atau waktu adalah uang. Ini adalah istilah yang sangat popular di dunia barat yang pada umumnya sangat mengagungkan keberhasilan professional seperti pangkat, jabatan, popularitas ataupun kekayaan materi. Namun bagi para ahli kebijaksanaan, mereka mengibaratkan waktu adalah pedang. Waktu ibarat pedang yang akan siap menebas siapa saja yang tidak dapat memanfaatkannya dalam kebaikan dan kemuliaan.
Waktu memiliki keunikan selalu bergerak maju dan tidak pernah mundur sedetikpun. Waktu tidak bisa diulang dan akan selalu meninggalkan setiap orang yang melalaikannya. Waktu akan selalu meninggalkan mereka yang tidak mengelolanya dengan cerdas untuk kehidupannya.
Mereka yang akan menjadi pemenang dalam hidup ini adalah mereka yang dapat mensyukuri nikmat waktu yang diberikan Allah SWT. Mereka yang dapat memanfaatkan waktu dan kesempatan yang telah dianugerahkan kepadanya untuk hal-hal kebaikan dan kemuliaan hidupnya. Namun sebaliknya mereka yang menjadi orang kalah dan gagal adalah mereka yang tidak menggunakannya waktunya dengan baik. Mereka yang telah memboroskan waktu kehidupannya untuk hal-hal yang tidak berguna.Ingatlah bahwa usia hidup manusia itu begitu singkatnya. Mungkin kita merasakan baru kemarin menikmati masa remaja, sekarang ini ternyata sudah dewasa atau bahkan sudah memasuki usia paruh baya.
Karena itu, jangan pernah menunda-nunda memanfaatkan waktu untuk kebaikan. Kita tidak akan pernah tahu sebera banyak waktu yang kita miliki. Kita tidak akan pernah tahu mengenai hari esok. Maka merugilah siapa saja yang tidak segera mempergunakan usia hidup dengan sebaik-baiknya.
Orang yang beruntung sesungguhnya adalah orang yang pandai memanfaatkan waktunya untuk beramal dan untuk mencari bekal bagi kesuksesan hidupnya di dunia dan kesuksesan hidup sesudah matinya. Dan sebaliknya orang yang merugi dan gagal adalah mereka yang menyia-nyiakan waktu kehidupan yang dianugerahkannya dengan hanya mengikuti ego dan hawa nafsu duniawinya semata. Hidup seperti ini hanya akan berakhir dengan kegagalan dan kesia-siaan.
Dengan demikian keberuntungan dan kerugiaan seseorang sesungguhnya dapat dinilai dari bagaimana dirinya memanfaatkan waktu hidupnya yang begitu singkat ini. Orang yang bisa memanfaatkan waktu yang amat singkat dengan memperbanyak kebaikan untuk bekal kehidupan, dia akan menjadi orang yang beruntung.
Sudahkah kita memanfaatkan waktu yang kita miliki sebaik-baiknya ? Sudahkah kita menggunakan waktu kita untuk meraih kehidupan dunia dan kehidupan akhirat kita dengan seimbang ? Memasuki bulan yang penuh dengan rahmat dan ampunan ini adalah waktu yang tepat untuk mempertanyakan kembali, kemudian berusaha memperbaki kualitas waktu kehidupan kita.
Hidup ibarat sebuah perniagaan dengan Allah SWT. Hanya mereka yang pandai menggunakan waktunya dengan baik dan seimbang yang akan memperoleh keuntungan dalam perniagaan. Maka berusahalah pandai-pandai dalam mengelola waktu hidup kita untuk menghasilkan banyak kebaikan.
Mereka yang semakin banyak menghasilkan kebaikan, semakin beruntunglah perniagaannya dengan Allah. Jangan biarkan waktu kita terbuang percuma sehingga mengakibatkan perniagaan kita merugi, karena penyesalan di kemudian hari tiada berguna lagi.
Jika datang pagi maka janganlah menunggu tibanya sore. Pada hari ini Anda hidup, bukan di hari kemarin yang telah berlalu dengan segala kebaikan dan kejelekannya, dan bukan pula hari esok yang belum tentu datang. Hari ini dengan mataharinya yang menyinari Anda, adalah hari Anda. Umur Anda hanya sehari. Karena itu anggaplah rentang kehidupan Anda adalah hari ini saja, seakan-akan Anda dilahirkan pada hari ini dan akan mati hari ini juga.
Saat itulah Anda hidup, jangan tersangkut dengan gumpalan masa lalu dengan segala keresahan dan kesusahannya, dan jangan pula terikat dengan ketidakpastian-ketidakpastian di masa yang penuh dengan hal-hal yang menakutkan serta gelombang yang sangat mengerikan. Hanya untuk hari sajalah seharusnya Anda mencurahkan seluruh perhatian, kepedulian dan kerja keras.
Pada hari ini Anda harus mempersembahkan kualitas shalat yang khusyu', bacaan Al-Quran yang sarat tadabbur, dzikir yang sepenuh hati, keseimbangan dalam segala hal, keindahan dalam akhlak, kerelaan dengan semua Allah berikan, perhatian terhadap keadaan sekitar, perhatian pada jiwa dan raga, serta bersikap sosial terhadap sesama. Hanya untuk hari ini saja, saat mana Anda hidup. Oleh karena itu, Anda harus benar-benar membagi setiap jamnya. Anggaplah setiap menitnya sebagai hitungan tahun, dan setiap detiknya sebagai hitungan bulan, saat-saat dimana Anda bisa menanam kebaikan dan mempersembahkan sesuatu yang indah. Beristighfarlah atas semua dosa, ingatlah selalu kepada- Nya, bersiap-siaplah untuk sebuah perjalanan nanti, dan nikmatilah hari ini dengan segala kesenangan dan kebahagiaan. Terimalah rezeki yang Anda dapatkan hari ini dengan penuh keridhaan: Istri, suami, anak-anak, tugas-tugas, rumah, ilmu, dan posisi Anda.
Maka berpegangteguhlah dengan apa yang Aku berikan kepadamu dan hendaklah kamu termasuk orang-orang yang bersyukur." (QS Al-A'raf: 144). Jalanilah hidup Anda hari ini dengan tanpa kesedihan dan guncangan jiwa, tanpa rasa tidak menerima dan keirian, dan tanpa kedengkian.
Satu hal yang harus Anda lakukan adalah menuliskan pada dinding hati Anda suatu kalimat (yang juga harus Anda tuliskan dia atas meja Anda), "Harimu adalah hari ini". Jika Anda makan nasi hangat hari ini, maka apakah nasi yang Anda makan kemarin atau nasi besok hari yang belum jadi akan berdampak negatif terhadap diri Anda? Jika Anda bisa minum air jernih dan segar hari ini, maka mengapa Anda harus bersedih atas air asin yang Anda minum kemarin? Atau, mengapa malah mengharapkan air yang hambar dan panas yang akan datang esok hari?
Jika Anda jujur terhadap diri Anda sendiri maka dengan kemauan keras, Anda akan bisa menundukkan jiwa Anda pada teori ini, "Saya tidak akan pernah hidup kecuali hari ini". Oleh karena itu, manfaatkanlah hari ini, setiap detiknya, untuk membangun kepribadian, untuk mengembangkan semua potensi yang ada, dan untuk membersihkan amalan Anda.
"Karena saya hanya hidup untuk hari ini saja maka saya akan berusaha sekuat tenaga untuk taat kepada Rabb, melakukan shalat sesempurna mungkin, melakukan shalat-shalat nafilah sebagai bekal untuk diri sendiri, bergelut dengan Al-Qur'an, mengkaji buku-buku yang ada, mencatat hal-hal yang perlu, dan menelaah buku yang bermanfaat”. Saya hidup untuk hari ini saja, karenanya saya akan menanam nilai-nilai keutamaan di dalam hati ini dan mencabut pohon kejahatan berikut ranting-rantingnya yang berduri: takabur, ujub, riya', dan buruk sangka.
Juga katakanlah pada diri Anda, “Saya hidup untuk hari ini saja, karenanya saya akan berbuat baik kepada orang lain dan mengulurkan tangan kebaikan kepada mereka, menjenguk yang sakit, mengantarkan jenazah, menunjukkan jalan yang benar bagi yang kebingungan, memberi makan orang kelaparan, menolong orang yang sedang dalam kesulitan, membantu yang dizhalimi, membantu yang lemah, mengasihi yang menderita, menghormati seorang yang alim, menyayangi anak kecil, dan menghormati yang sepuh.
Karena saya hidup untuk hari ini saja maka saya akan hidup untuk mengucapkan, "Wahai masa depan, yang masih berada dalam keghaiban, aku tidak akan pernah bergelut dengan mimpi-mimpi dan tidak akan pernah menjual diri untuk ilusi. Aku tidakk memburu sesuatu yang belum tentu ada karena esok hari tidak berarti apa-apa, esok hari adalah sesuatu yang belum diciptakan, dan tidak pantas dikenang."
Apa yang sudah berlalu itu sudah terlewati sedangkan cita-cita masih belum diketahui. Waktu milikmu adalah saat ini, Sekarang.
Penulis adalah Anggota Majlis Ta'lim Wad Da'wah
Posting Komentar