من لم يشكر النعم فقد تعرض لزوالها ومن شكرها فقد قيد بعقالها
"Barang siapa yang tidak mensyukuri nikmat, maka ia menginginkan hilangnya nikmat tersebut, dan barang siapa mensyukurinya, maka berarti dia telah mengikat nikmat tersebut dengan talinya"
Dalam hikmah ini Ibnu Athaillah menjelaskan bahwa orang yang tidak mau mensyukuri nikmat berarti dia berkeinginan agar nikmatnya hilang, tapi kalau mau bersyukur maka dia telah mengikat nikmat tersebut agar tidak hilang. Memang bersyukur itu sangat sulit. Banyak orang yang mengucapkan alhamdulillah tapi itu bukanlah syukur yang dikehendaki oleh Allah. Dalam
اعْمَلُوا آَلَ دَاوُودَ شُكْرًا وَقَلِيلٌ مِنْ عِبَادِيَ الشَّكُورُ (13) [سبأ/13]
Para jin itu membuat untuk Sulaiman apa yang dikehendakinya dari gedung-gedung yang Tinggi dan patung-patung dan piring-piring yang (besarnya) seperti kolam dan periuk yang tetap (berada di atas tungku). Bekerjalah Hai keluarga Daud untuk bersyukur (kepada Allah). dan sedikit sekali dari hamba-hambaKu yang berterima kasih.
Manusia telah diberi akal maka dia menggunakannya untuk berfikir kepada Allah. Manusia harus berfikir bahwa Allah adalah satu sifat, dzat, dan pekerjaan-Nya. Manusia telah diberi nikmat berupa kedua mata, maka dia harus menggunakannya untuk melihat alam semesta ini sehingga dia yakin akan kebesaran Allah swt. Inilah syukur yang hakiki.
Memang nikmat tersebut diberikan oleh Allah hanya untuk sesuatu (ibadah) yang menyenangkan Allah. Jadi kalau nikmat tersebut tidak kita gunakan untuk amal ibadah dan kebaikan maka kita telah kufur nikmat. Orang yang seperti ini maka akan mendapatkan siksa dari Allah dan sebaliknya jika kita mau bersyukur kepada Allah maka Allah akan menambah nikmat tersebut. Dalam surat
وَإِذْ تَأَذَّنَ رَبُّكُمْ لَئِنْ شَكَرْتُمْ لَأَزِيدَنَّكُمْ وَلَئِنْ كَفَرْتُمْ إِنَّ عَذَابِي لَشَدِيدٌ (7) [إبراهيم/7]
Dan (ingatlah juga), tatkala Tuhanmu memaklumkan; "Sesungguhnya jika kamu bersyukur, pasti kami akan menambah (nikmat) kepadamu, dan jika kamu mengingkari (nikmat-Ku), Maka Sesungguhnya azab-Ku sangat pedih".
Memang ada fenomena lain, ada orang yang tidak mau bersyukur kepada Allah tapi dia justru diberi nikmat yang melimpah sebagaimana orang-orang kafir. Ini tak lain adalah istidraj dari Allah SWT. Allah juga memiliki sunnah bahwa jika Dia menghendaki kebaikan pada seorang hamba maka Dia akan mengampuni dosa-dosanya. Terkadang seorang muslim diberi rasa sakit, susah dan musibah. Ini adalah cobaan dari Allah untuk membersihkan dosa-dosanya. Sunnah yang lain juga diberikan kepada orang-orang yang melakukan amal jelek, maka dia akan diberi balasan sebagaimana amal jelek tersebut. Dalam surat An-Nisa' : 123 dijelaskan :
لَيْسَ بِأَمَانِيِّكُمْ وَلَا أَمَانِيِّ أَهْلِ الْكِتَابِ مَنْ يَعْمَلْ سُوءًا يُجْزَ بِهِ وَلَا يَجِدْ لَهُ مِنْ دُونِ اللَّهِ وَلِيًّا وَلَا نَصِيرًا (123) [النساء/123]
(Pahala dari Allah) itu bukanlah menurut angan-anganmu yang kosong[353] dan tidak (pula) menurut angan-angan ahli Kitab. barangsiapa yang mengerjakan kejahatan, niscaya akan diberi pembalasan dengan kejahatan itu dan ia tidak mendapat pelindung dan tidak (pula) penolong baginya selain dari Allah.
"mu" di sini ada yang mengartikan dengan kaum muslimin dan ada pula yang mengartikan kaum musyrikin. maksudnya ialah pahala di akhirat bukanlah menuruti angan-angan dan cita-cita mereka, tetapi sesuai dengan ketentuan-ketentuan agama.
Manusia diberi sakit, musibah, dan kesusahan, ini semua adalah cobaan untuk mengangkat derajat manusia tersebut. Dan semua musibah ini pada hakikatnya adalah nikmat. Oleh karena itu kita juga harus bersyukur jika mendapat musibah. Hal ini tak lain karena jika kita mendapatkan musibah maka Allah akan mengampuni dosa-dosa kita. Sebagaimana dalam surat As-Syura : 30 :
وَمَا أَصَابَكُمْ مِنْ مُصِيبَةٍ فَبِمَا كَسَبَتْ أَيْدِيكُمْ وَيَعْفُو عَنْ كَثِيرٍ (30) [الشورى/30]
Dan apa saja musibah yang menimpa kamu Maka adalah disebabkan oleh perbuatan tanganmu sendiri, dan Allah memaafkan sebagian besar (dari kesalahan-kesalahanmu).
Lalu kenapa kita wajib bersyukur kepada Allah? Apakah hal tersebut ada faidahnya di sisi Allah?
Sejatinya kita bersyukur kepada Allah bukanlah karena Allah butuh kepada syukur kita. Justru yang mendapaat manfaat adalah kita sendiri. Allah memberi nikmat jika kita bersyukur, oleh karena itu jika kita diberi harta maka kita juga harus bershodaqoh kepada fakir miskin. Jika fakir miskin mendapatkan shodaqoh dari kita maka keadaan lingkungan menjadi harmonis dan tidak kumuh. Dengan demikian maka masyarakatlah yang mendapatkan faidahnya.
Ketika ada seseorang yang didzalimi oleh pejabat, lalu kita membela orang tersebut maka ini kemanfaatan yang sangar besar. Bukan Allah yang membutuhkan hal ini, namun kita sendiri lah yang membutuhkannya. Memang kalau Allah memrintahkan sesuatu maka sepertinya Allah lah yang membutuhkannya, padahal sebenarnya tidak, justru kita lah yang mendapatkan manfaat dari perintah tersebut. Allah telah berfirman dalam surat Al-Baqarah : 245 :
مَنْ ذَا الَّذِي يُقْرِضُ اللَّهَ قَرْضًا حَسَنًا فَيُضَاعِفَهُ لَهُ أَضْعَافًا كَثِيرَةً وَاللَّهُ يَقْبِضُ وَيَبْسُطُ وَإِلَيْهِ تُرْجَعُونَ (245) [البقرة/245]
Siapakah yang mau memberi pinjaman kepada Allah, pinjaman yang baik (menafkahkan hartanya di jalan Allah), Maka Allah akan meperlipat gandakan pembayaran kepadanya dengan lipat ganda yang banyak. dan Allah menyempitkan dan melapangkan (rezki) dan kepada-Nya-lah kamu dikembalikan.
Dikutip dari Pengajian Kitab Al Hikam oleh KH. Muhammad Wafi, Lc, M. Si
"Barang siapa yang tidak mensyukuri nikmat, maka ia menginginkan hilangnya nikmat tersebut, dan barang siapa mensyukurinya, maka berarti dia telah mengikat nikmat tersebut dengan talinya"
Dalam hikmah ini Ibnu Athaillah menjelaskan bahwa orang yang tidak mau mensyukuri nikmat berarti dia berkeinginan agar nikmatnya hilang, tapi kalau mau bersyukur maka dia telah mengikat nikmat tersebut agar tidak hilang. Memang bersyukur itu sangat sulit. Banyak orang yang mengucapkan alhamdulillah tapi itu bukanlah syukur yang dikehendaki oleh Allah. Dalam
اعْمَلُوا آَلَ دَاوُودَ شُكْرًا وَقَلِيلٌ مِنْ عِبَادِيَ الشَّكُورُ (13) [سبأ/13]
Para jin itu membuat untuk Sulaiman apa yang dikehendakinya dari gedung-gedung yang Tinggi dan patung-patung dan piring-piring yang (besarnya) seperti kolam dan periuk yang tetap (berada di atas tungku). Bekerjalah Hai keluarga Daud untuk bersyukur (kepada Allah). dan sedikit sekali dari hamba-hambaKu yang berterima kasih.
Manusia telah diberi akal maka dia menggunakannya untuk berfikir kepada Allah. Manusia harus berfikir bahwa Allah adalah satu sifat, dzat, dan pekerjaan-Nya. Manusia telah diberi nikmat berupa kedua mata, maka dia harus menggunakannya untuk melihat alam semesta ini sehingga dia yakin akan kebesaran Allah swt. Inilah syukur yang hakiki.
Memang nikmat tersebut diberikan oleh Allah hanya untuk sesuatu (ibadah) yang menyenangkan Allah. Jadi kalau nikmat tersebut tidak kita gunakan untuk amal ibadah dan kebaikan maka kita telah kufur nikmat. Orang yang seperti ini maka akan mendapatkan siksa dari Allah dan sebaliknya jika kita mau bersyukur kepada Allah maka Allah akan menambah nikmat tersebut. Dalam surat
وَإِذْ تَأَذَّنَ رَبُّكُمْ لَئِنْ شَكَرْتُمْ لَأَزِيدَنَّكُمْ وَلَئِنْ كَفَرْتُمْ إِنَّ عَذَابِي لَشَدِيدٌ (7) [إبراهيم/7]
Dan (ingatlah juga), tatkala Tuhanmu memaklumkan; "Sesungguhnya jika kamu bersyukur, pasti kami akan menambah (nikmat) kepadamu, dan jika kamu mengingkari (nikmat-Ku), Maka Sesungguhnya azab-Ku sangat pedih".
Memang ada fenomena lain, ada orang yang tidak mau bersyukur kepada Allah tapi dia justru diberi nikmat yang melimpah sebagaimana orang-orang kafir. Ini tak lain adalah istidraj dari Allah SWT. Allah juga memiliki sunnah bahwa jika Dia menghendaki kebaikan pada seorang hamba maka Dia akan mengampuni dosa-dosanya. Terkadang seorang muslim diberi rasa sakit, susah dan musibah. Ini adalah cobaan dari Allah untuk membersihkan dosa-dosanya. Sunnah yang lain juga diberikan kepada orang-orang yang melakukan amal jelek, maka dia akan diberi balasan sebagaimana amal jelek tersebut. Dalam surat An-Nisa' : 123 dijelaskan :
لَيْسَ بِأَمَانِيِّكُمْ وَلَا أَمَانِيِّ أَهْلِ الْكِتَابِ مَنْ يَعْمَلْ سُوءًا يُجْزَ بِهِ وَلَا يَجِدْ لَهُ مِنْ دُونِ اللَّهِ وَلِيًّا وَلَا نَصِيرًا (123) [النساء/123]
(Pahala dari Allah) itu bukanlah menurut angan-anganmu yang kosong[353] dan tidak (pula) menurut angan-angan ahli Kitab. barangsiapa yang mengerjakan kejahatan, niscaya akan diberi pembalasan dengan kejahatan itu dan ia tidak mendapat pelindung dan tidak (pula) penolong baginya selain dari Allah.
"mu" di sini ada yang mengartikan dengan kaum muslimin dan ada pula yang mengartikan kaum musyrikin. maksudnya ialah pahala di akhirat bukanlah menuruti angan-angan dan cita-cita mereka, tetapi sesuai dengan ketentuan-ketentuan agama.
Manusia diberi sakit, musibah, dan kesusahan, ini semua adalah cobaan untuk mengangkat derajat manusia tersebut. Dan semua musibah ini pada hakikatnya adalah nikmat. Oleh karena itu kita juga harus bersyukur jika mendapat musibah. Hal ini tak lain karena jika kita mendapatkan musibah maka Allah akan mengampuni dosa-dosa kita. Sebagaimana dalam surat As-Syura : 30 :
وَمَا أَصَابَكُمْ مِنْ مُصِيبَةٍ فَبِمَا كَسَبَتْ أَيْدِيكُمْ وَيَعْفُو عَنْ كَثِيرٍ (30) [الشورى/30]
Dan apa saja musibah yang menimpa kamu Maka adalah disebabkan oleh perbuatan tanganmu sendiri, dan Allah memaafkan sebagian besar (dari kesalahan-kesalahanmu).
Lalu kenapa kita wajib bersyukur kepada Allah? Apakah hal tersebut ada faidahnya di sisi Allah?
Sejatinya kita bersyukur kepada Allah bukanlah karena Allah butuh kepada syukur kita. Justru yang mendapaat manfaat adalah kita sendiri. Allah memberi nikmat jika kita bersyukur, oleh karena itu jika kita diberi harta maka kita juga harus bershodaqoh kepada fakir miskin. Jika fakir miskin mendapatkan shodaqoh dari kita maka keadaan lingkungan menjadi harmonis dan tidak kumuh. Dengan demikian maka masyarakatlah yang mendapatkan faidahnya.
Ketika ada seseorang yang didzalimi oleh pejabat, lalu kita membela orang tersebut maka ini kemanfaatan yang sangar besar. Bukan Allah yang membutuhkan hal ini, namun kita sendiri lah yang membutuhkannya. Memang kalau Allah memrintahkan sesuatu maka sepertinya Allah lah yang membutuhkannya, padahal sebenarnya tidak, justru kita lah yang mendapatkan manfaat dari perintah tersebut. Allah telah berfirman dalam surat Al-Baqarah : 245 :
مَنْ ذَا الَّذِي يُقْرِضُ اللَّهَ قَرْضًا حَسَنًا فَيُضَاعِفَهُ لَهُ أَضْعَافًا كَثِيرَةً وَاللَّهُ يَقْبِضُ وَيَبْسُطُ وَإِلَيْهِ تُرْجَعُونَ (245) [البقرة/245]
Siapakah yang mau memberi pinjaman kepada Allah, pinjaman yang baik (menafkahkan hartanya di jalan Allah), Maka Allah akan meperlipat gandakan pembayaran kepadanya dengan lipat ganda yang banyak. dan Allah menyempitkan dan melapangkan (rezki) dan kepada-Nya-lah kamu dikembalikan.
Dikutip dari Pengajian Kitab Al Hikam oleh KH. Muhammad Wafi, Lc, M. Si
Posting Komentar