Jl. Kudus Colo Km. 5, Belakang Taman Budaya Bae Krajan, Kudus
Home » » Melihat Calon Isteri Sebelum Khitbah (Melamar)

Melihat Calon Isteri Sebelum Khitbah (Melamar)

Dalam sebuah hadist yang diriwayatkan Imam Ahmad dari Jabir bin Abdullah RA beliau berkata: Aku mendengar Rasulullah SAW bersabda, "Ketika salah satu dari kalian melakukan khitbah terhadap seorang perempuan, kemudian memungkinkan baginya untuk melihat apa yang menjadi alasan baginya untuk menikahinya, maka lakukanlah". Hadist ini sahih dan mempunyai riwayat lain yang menguatkannya.

Ulama empat madzhab dan mayoritas ulama menyatakan bahwa Seorang lelaki yang berkhitbah kepada seorang perempuan disunnahkan untuk melihatnya atau menemuinya sebelum melakukan khitbah secara resmi. Rasulullah telah mengizinkan itu dan menyarankannya dan tidak disyaratkan untuk meminta izin kepada perempuan yang bersangkutan. Landasan untuk itu adalah hadist sahih riwayat Muslim dari Abu Hurairah RA berkata: Aku pernah bersama Rasulullah RA lalu datanglah seorang lelaki, menceritakan bahwa ia menikahi seorang perempuan dari kaum anshar, lalu Rasulullah menanyakan "Sudahkan anda melihatnya?" lelaki itu menjawab "Belum". "Pergilah dan lihatlah dia" kata Rasulullah "Karena pada mata kaum anshar (terkadang ) ada sesuatunya".

Para Ulama sepakat bahwa melihat perempuan dengan tujuan khitbah tidak harus mendapatkan izin perempuan tersebut, bahkan diperbolehkan tanpa sepengetahuan perempuan yang bersangkutan. Bahkan diperboleh berulang-ulang untuk meyakinkan diri sebelum melangkah berkhitbah. Ini karena Rasulullah SAW dalam hadist di atas memberikan izin secara mutlak dan tidak memberikan batasan. selain itu, perempuan juga kebanyakan malu kalau diberitahu bahwa dirinya akan dikhitbah oleh seseorang. 

Begitu juga kalau diberitahu terkadang bisa menyebabkan kekecewaan di pihak perempuan, misalnya pihak lelaki telah melihat perempuan yang bersangkutan dan memebritahunya akan niat menikahinya, namun karena satu dan lain hal pihak lelaki membatalkan, padahal pihak perempuan sudah mengharapkan. Maka para ulama mengatakan, sebaiknya melihat calon isteri dilakukan sebelum khitbah resmi, sehingga kalau ada pembatalan tidak ada yang merasa dirugikan. Lain halnya membatalkan setelah khitbah kadang menimbulkan sesuatu yang tidak diinginkan.Persyaratan diperbolehkan melihat adalah dengan tanpa khalwat (berduaan saja) dan tanpa bersentuhan karena itu tidak diperlukan. Bagi perempuan juga diperbolehkan melihat lelaki yang mengkhitbahinya sebelum memutuskan menerima atau menolak. 

Para ulama berbeda pendapat mengenai batasan diperbolehkan lelaki melihat perempuan yang ditaksir sebelum khitbah. Sebagian besar ulama mengatakan boleh melihat wajah dan telapak tangan. Sebagian ulama mengatakan boleh melihat kepala, yaitu rambut, leher dan betis. Dalil pendapat ini adalah hadist di atas, bahwa Rasulullah telah mengizinkan melihat perempuan sebelum khitbah, artinya ada keringanan di sana. Kalau hanya wajah dan telapak tangan tentu tidak perlu mendapatkan keringanan dari Rasulullah karena aslinya diperbolehkan. Yang wajar dari melihat perempuan adalah batas aurat keluarga, yaitu kepala, leher dan betis. Dari Umar bin Khattab ketika berkhitbah kepada Umi Kultsum binti Ali bin Abi Thalib melakukan demikian.

Dawud Al-Dhahiri, seorang ulama tekstualis punya pendapat nyentrik, bahwa boleh melihat semua anggota badan perempuan kecuali alat kelaminnya, bahkan tanpa baju sekalipun. Pendapat ini juga diriwayatkan oleh Ibnu Aqil dari Imam Ahmad. Alasannya hadist yang memperbolehkan melihat calon isteri tidak membatasi sampai dimana diperbolehkan melihat. Tentu saja pendapat ini mendapat tentangan para ulama. Imam Auza'I mengatakan boleh melihat anggota badan tempat-tempat daging. 

Bagi perempuan yang akan menerima khitbah disunnahkan untuk menghias dirinya agar kelihatan cantik. Imam Ahmad berkata:"Ketika seorang lelaki berkhitbah kepada seorang perempuan, maka hendaklah ia bertanya tentang kecantikannya dulu, kalau dipuji baru tanyakan tentang agamanya, sehingga kalau ia membatalkan karena alasan agama. Kalau ia menanyakan agamanya dulu, lalu kecantikannya maka ketika ia membatalkan adalah karena kecantikannya dan bukan agamanya (Ini kurang bijak).



Dari berbagai sumber (pesantrenvirtual.com)
Adv 1
Share this article :

+ comments + 2 comments

30 Oktober 2011 pukul 01.18

Assalamualaikum wr.wb

Ustadz mau nanya,
dalam Kitab/Buku apa pendapat Dawud Al-Dhahiri ?

Dawud Al-Dhahiri, seorang
ulama tekstualis punya
pendapat nyentrik, bahwa
boleh melihat semua anggota
badan perempuan kecuali alat
kelaminnya, bahkan tanpa baju
sekalipun. Pendapat ini juga
diriwayatkan oleh Ibnu Aqil dari
Imam Ahmad. Alasannya hadist
yang memperbolehkan melihat
calon isteri tidak membatasi
sampai dimana diperbolehkan
melihat. Tentu saja pendapat
ini mendapat tentangan para
ulama. Imam Auza'I
mengatakan boleh melihat
anggota badan tempat-tempat
daging.

13 November 2011 pukul 16.30

Mengenai masalah PDKT, Khalwat, melihat perempuan, termasuk masalah tersebut (yang anda tanyakan), dalam indohadramaut info memberikan referensi sbb:
• Hasyiah AL-Jamal vol. IV hlm. 120
• Fath al-Mu’in vol III hlm 298-299
• Al-Fiqh al-Islami vol. IX hlm 6507
• I’anah al-Tholibin vol. III hlm 299
• Hasyiah Al-Bajuri vol. II hlm 101
• Tafsir al-Qurthubi vol. XVI hlm. 340-341
• Ihya’ Ulum al-Din vol. II hlm. 160
• Is’ad al-Rafiq vol. II hlm. 93
• Fath al-Bari vol. I hlm 238

Mengenai beberapa pendapat "nyeleneh" Dawud Ad Dhahiri yang akhirnya ditentang oleh para ulama Ahlussunnah Wal Jamaah, dapat dirujuk dalam beberapa kitab, misalnya pada kitab Fatawi Kubro, Juz VI, Hlm. 107

(وَسُئِلَ) هَلْ يَجُوْزُ عَقْدُ النِّكَاحِ تَقْلِيْدًا لِمَذْهَبِ دَاوُدَ مِنْ غَيْرِ وَلِىًّ وَلاَ شُهُوْدٍ أَوْ لاَ، وَإِذَا وَطِئَ فَهَلْ يُحَدُّ أَوْ لاَ ... إِلَى أَنْ قَالَ (فَأَجَابَ) بِقَوْلِهِ لاَ يَجُوْزُ تَقْلِيْدُ دَاوُدَ فِى النِّكَاحِ بِلاَ وَلِىٍّ وَلاَ شُهُوْدٍ. وَمَنْ وَطِئَ فِى نِكَاحٍ خَالٍ عَنْهُمَا وَجَبَ عَلَيْهِ حَدُّ الزِّنَا عَلَى الْمَنْقُوْلِ الْمُعْتَمَدِ...الخ

(ibnu Hajar ditanya) apakah boleh aqad nikah dengan tanpa wali dan saksi, mengikuti pendapat Dawud al-Dzohiri? Dan ketika dia wati’ (hubungan badan) apakah terkena hukum had atau tidak? dst. S/d…. ibnu hajar menjawab: tidak boleh mengikuti pendapat Dawud al-Dzohiri dalam nikah tanpa wali dan saksi, barang siapa wati’ (berhubungan badan) atas nikah tanpa wali dan saksi wajib baginya mendapatkan had (hukuman) seperti hukuman bagi pelaku zina sesuai pendapat yang mu’tamad.

Mohon maaf, pengelola bukan ustadz. Kami hanya mengopi-paste dari ahlinya (termasuk dalam kitab-kitabnya). Dalam hal apapun, kami tidak berani mengeluarkan sesuatu karena kami menyadari tidak cukupnya keilmuan kami dan bahaya bicara agama tanpa ilmu. Sehingga dalam pandangan kami mengikuti pendapat dari para alim ulama Ahlussunnah Wal Jamaah yang paham betul tentang alqur'an dan assunnah serta telah diakui keilmuannya jauh lebih baik...

Posting Komentar

 
Musholla RAPI, Gg. Merah Putih (Sebelah utara Taman Budaya Kudus eks. Kawedanan Cendono) Jl. Raya Kudus Colo Km. 5 Bae Krajan, Bae, Kudus, Jawa Tengah, Indonesia. Copyright © 2011. Musholla RAPI Online adalah portal dakwah Musholla RAPI yang mengkopi paste ilmu dari para ulama dan sahabat berkompeten
Dikelola oleh Remaja Musholla RAPI | Email mushollarapi@gmail.com | Powered by Blogger