Jl. Kudus Colo Km. 5, Belakang Taman Budaya Bae Krajan, Kudus
Home » » Kunci Kemuliaan Jamaah

Kunci Kemuliaan Jamaah

Allah SWT menyukai umat Islam berjuang secara berjama’ah. Dalam perjuangan menegakkan Islam, terdapat begitu besar tanggung jawab, kendala dan tantangan yang harus dihadapi kaum Muslimin, sehingga perjuangan tersebut tak bisa dilakukan secara perorangan. Karena itu, umat Islam harus terikat dalam sebuah jama’ah. Dan yang sudah terikat dalam ikatan jama’ah, jangan sampai tercerai-berai. Apalagi dalam hal itu untuk kepentingan-kepentingan duniawi yang kadang berkedok perjuangan.

Salah satu faktor yang membuat citra jama’ah yang mulia tercoreng adalah ketika mereka meributkan dan memperebutkan harta atau hal-hal duniawi lainnya. Padahal mencari harta harus dilakukan dengan cara-cara yang mulia. Setelah memperolehnya pun harus dimanfaatkan untuk kebaikan dan ketakwaan. Allah SWT berfirman: “Mereka bertanya kepadamu tentang (pembagian) harta rampasan perang. Katakanlah :’Harta rampasan perang itu kepunyaan Allah dan Rasul, sebab itu bertawakallah kepada Allah, perbaikilah hubungan di antara kamudan taatlah kepada Allah dan Rasul-Nya, jika kamu adalah orang-orang yang beriman’,” (QS Al-Anfal: 1)

Sayyid Quthb menulis dalam Fi Zhilalil Qur’an, “Sungguh merinding seseorang ketika melihat para peserta perang Badr membicarakan harta rampasan perang. Padahal, mereka adalah kaum Muhajirin yang telah rela meninggalkan sesuatu untuk berjihad guna menyelamatkan akidah mereka, tanpa menghiraukan kekayaan dunia sedikit pun. Sementara itu, orang-orang Anshar yang telah membantu kaum Muhajirin dengan merelakan harta untuk makan dan rumah-rumah mereka untuk ditempati bersama, tak ada sedikit pun yang bakhil terhadap kekayaan dunia.”

Dari ayat di atas dapat disimpulkan tiga kunci kemulian bagi jamaah kaum Muslimin yang harus selalu dimiliki dan dipertahankan. 

Pertama, bertakwa pada Allah. Takwa kepada Allah merupakan kunci kemulian manusia.

Karena itu, semua Nabi dan Rasul mengarahkan umatnya untuk bertakwa kepada Allah SWT. Itu berarti, kemuliaan manusia bukan terletak pada postur tubuh, paras atau wajah, apalagi harta. Karena itu, meributkan soal harta apalagi sampai merusak hubungan sesama anggota masyarakat Muslim bukanlah kepribadian orang bertakwa. Sebaliknya, hal itu merusak ketakwaan yang telah ia miliki. Allah SWT berfirman: “Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari laki-laki dan perempuan, dan menjadikan kamu bersuku-suku, berbangsa-bangsa supaya kamu saling kenal mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah adalah orang yang paling bertakwa. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal, ” (QS Al-Hujurat: 13) .

Orang yang bertakwa pada Allah SWT bukanlah orang yang meributkan soal harta dan memperebutkan guna meraihnya dalam jumlah banyak dengan cara tidak terhormat. Apalagi jika hal itu hanya akan menimbulkan konflik. Orang yang bertakwa justru rela berkorban dengan hartanya, dalam keadaan sulit maupun lapang.

Sangat naïf jika seseorang meributkan soal harta hingga merusak hubungan sesamanya, karena berarti merusak ketakwaannya. Padahal harta itu sebenarnya harus dikorbankan di jalan Allah SWT, meskipun hanya sedikit yang dimiliki. Firman Allah, “Dan bersegeralah kamu kepada ampunan dari Tuhanmu dan kepada surga yang luasnya seluas langit dan bumi yang disediakan untuk orang-orang yang bertakwa, (yaitu) orang yang menafkahkan (hartanya), baik di waktu lapang maupun sempit dan orang-orang yang menahan amarahnya serta memaafkan (kesalahan) orang. Allah menyukai orang-orang yang berbuat kebajikan,” (QS Ali-Imran: 133-134)

Dengan demikian, betapa pentingnya pengokohan sifat takwa dalam jiwa para pejuang Muslim agar tak mengalami kendala dalam perjuangan, termasuk kendala ekonomi. Apalagi Allah SWT telah berjanji untuk orang yang bertakwa dalam firman-Nya: “Barangsiapa yang bertakwa kepada Allah SWT, niscaya Dia akan menjadikan baginya jalan keluar. Dan memberinya rezeki dari arah yang tidak disangka-sangka,” (QS Ath-Thalaq: 2-3)

Kedua, menjalin hubungan baik sesama muslim. Kemulian sebuah jamaah adalah ketika mereka dapat menjalin hubungan baik dengan sesamanya.

Ketika manusia saling bermusuhan, bagaimana mungkin mereka disebut sebagai orang mulia, apalagi jika pangkal permusuhan itu karena memperebutkan harta yang sebenarnya sudah mempunyai ketentuan dalam Islam. Karena itu, permusuhan atau konflik tidak boleh dibiarkan terus berlangsung secara berkepanjangan. Allah SWT berfirman:“Sesungguhnya Mukmin itu bersaudara, karena itu damaikanlah antara kedua saudaramu dan bertakwalah kepada Allah supaya kamu mendapat rahmat,” (QS Al-Hujurat: 10).

Ketiga, taat pada Allah dan Rasul-Nya. 

Ketaatan kepada Allah dan Rasul-Nya bersifat mutlak. Karenanya, manusia tidak bisa mencapai kemuliaan tanpa ketaatan. Allah berfirman: “Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mendahului Allah dan Rasul-Nya dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui,” (QS Al-Hujurat: 1) .

Kunci kemulian seorang Mukmin terletak pada ketaatannya kepada Allah dan Rasul-Nya. Karena itu, para sahabat ingin menjaga citra kemuliaannya dan mencontohkan pada kita ketaatan luar biasa mereka kepada ketentuan Allah dan Rasul-Nya. Ketaatan kepada Rasul sama kedudukannya dengan taat kepada Allah.

Jika manusia tidak mau taat kepada Allah dan Rasul-Nya, maka Rasulullah tak akan pernah memberikan jaminan pemeliharaan dari azab dan siksa Allah SWT. Allah SWT berfirman, “Barangsiapa yang menaati Rasul, sesungguhnya ia menaati Allah. Dan barangsiapa yang berpaling, maka Kami tidak mengutusmu untuk menjadi pemeliharaan bagi mereka,” (QS An-Nisaa: 80).

Seseorang yang menaati Allah dan Rasul-Nya, maka ia akan memperoleh kenikmatan sebagaimana telah diberikan kepada para Nabi, orang-orang jujur (shidiqin), syuhada dan orang-orang shalih. “Dan barangsiapa yang menaati Allah dan Rasul (Nya), mereka itu akan bersama-sama dengan orang-orang yang dianugerahi nikmat oleh Allah, yaitu nabi-nabi, para shidiqin, orang yang mati syahid dan orang yang shalih. Dan mereka itulah teman yang sebaik-baiknya,” (QS An-Nisaa: 69)



Buletin Jumat Masjid Raya Bogor
Adv 1
Share this article :

Posting Komentar

 
Musholla RAPI, Gg. Merah Putih (Sebelah utara Taman Budaya Kudus eks. Kawedanan Cendono) Jl. Raya Kudus Colo Km. 5 Bae Krajan, Bae, Kudus, Jawa Tengah, Indonesia. Copyright © 2011. Musholla RAPI Online adalah portal dakwah Musholla RAPI yang mengkopi paste ilmu dari para ulama dan sahabat berkompeten
Dikelola oleh Remaja Musholla RAPI | Email mushollarapi@gmail.com | Powered by Blogger