Jl. Kudus Colo Km. 5, Belakang Taman Budaya Bae Krajan, Kudus
Home » , , , » Puasa Untuk Wanita Hamil dan Menyusui

Puasa Untuk Wanita Hamil dan Menyusui

Alhamdulillah, segala puji bagi Allah. Shalawat dan salam semoga terlimpah kepada Rasulullah, keluarga, dan para sahabatnya.

Pada dasarnya, wanita hamil dan menyusui termasuk yang terkena khitab perintah shaum (puasa) dalam ayat shiyam, QS. Al Baqarah: 183. Namun, apabila mereka khawatir atas bahaya bagi dirinya atau janin dan anak susuannya bila tetap berpuasa, maka dibolehkan untuk berbuka (tidak berpuasa).

Jadi apabila wanita hamil dan menyusui mampu melaksanakan puasa pada bulan Ramadlan, ia wajib menunaikannya. Namun, jika tidak mampu atau takut dan khawatir akan kesehatan dirinya, janin atau bayi yang disusuinya, ia boleh tidak puasa. Dan ketakutan/kekhawatiran ini bukan semata angan-angan dan anggapan belaka yang dibuat-buat, tetapi karena data dan pengalaman yang sudah-sudah, atau berdasarkan saran dokter ahli.

Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda:

إِنَّ اللَّهَ عَزَّ وَجَلَّ وَضَعَ عَنْ الْمُسَافِرِ شَطْرَ الصَّلَاةِ وَعَنْ الْمُسَافِرِ وَالْحَامِلِ وَالْمُرْضِعِ الصَّوْمَ أَوْ الصِّيَامَ
“Sesungguhnya Allah 'Azza wa Jalla telah memberikan keringanan bagi musafir untuk tidak mengerjakan separoh shalat. Dan memberikan keringanan bagi musafir, wanita hamil dan menyusui untuk tidak berpuasa.” (HR.Abu Dawud no. 2408, al-Tirmidzi no. 715, an-Nasai no. 2315, dan Ibnu Majah no. 1667.)

Di kalangan fuqaha’, tidak ada perbedaan pendapat mengenai dibolehkannya wanita hamil dan menyusui untuk tidak berpuasa apabila khawatir janin yang dikandungnya akan terkena mudharat. Begitu pula wanita yang menyusui, apabila takut bayinya akan binasa.

Diriwayatkan oleh Abu Dawud dengan sanad yang hasan, dari Ibnu Abbas radliyallaahu 'anhuma mengenai firman Allah Ta’ala,

وَعَلَى الَّذِينَ يُطِيقُونَهُ فِدْيَةٌ طَعَامُ مِسْكِينٍ

“ . . . Dan untuk orang-orang yang sangat berat baginya untuk mengerjakan puasa, hendaklah ia membayar fidyah berupa member makan seorang miskin.” (QS. Al-Baqarah: 184). Beliau berkata, “Ayat itu merupakan rukhshah (keringanan) bagi orang tua renta baik laki-laki maupun perempuan yang keduanya merasa berat mengerjakan puasa agar berbuka dan memberi makan seorang miskin pada setiap harinya. Begitu pula wanita yang mengandung dan menyusui, apabila keduanya khawatir."

Apa yang harus mereka lakukan?

Imam Ibnu Katsir rahimahullah dalam tafsirnya menyebutkan 4 pendapat di kalangan ulama mengenai wanita hamil dan menyusui yang tidak berpuasa karena khawatir akan kesehatan dirinya atau anaknya. Pertama, keduanya membayar fidyah, dan mengqadla (mengganti pada hari lain) puasanya. Kedua, membayar fidyah saja tanpa qadla’. Ketiga, wajib mengqadla’ tanpa membayar fidyah. Keempat, berbuka tanpa harus qadla’ dan fidyah.

Bagi wanita hamil apabila tidak mampu berpuasa dia boleh berbuka dan mengqadla’ (mengganti pada hari lain) puasanya. Kedudukannya seperti orang yang sakit dalam firman Allah,

فَمَنْ كَانَ مِنْكُمْ مَرِيضًا أَوْ عَلَى سَفَرٍ فَعِدَّةٌ مِنْ أَيَّامٍ أُخَرَ
“Maka barang siapa di antara kamu ada yang sakit atau dalam perjalanan (lalu ia berbuka), maka (wajiblah baginya berpuasa) sebanyak hari yang ditinggalkan itu pada hari-hari yang lain.” (QS. Al-Baqarah: 184)

Dan bersamaan dengan qadla’ tadi, dia wajib membayar fidyah dengan memberi makan seorang miskin pada setiap harinya apabila berbukanya tadi disebabkan kekhawatiran atas bayinya. Pendapat ini didasarkan pada fatwa Ibnu Abbas dan lainnya dari kalangan sahabat.

“Ibnu Abbas dan yang lainnya dari kalangan sahabat berfatwa mengenai wanita hamil dan menyusui apabila khawatir atas anaknya: agar keduanya berbuka dan memberi makan seorang miskin pada setiap harinya; memberi makan menempati maqam puasa.” Maknanya, menempati kedudukan pelaksanaan puasa, dengan tetap wajib mengqadla bagi keduanya.

Imam al-Bukhari dalam penafsiran أَيَّامًا مَعْدُودَاتٍ menukil pendapat Imam al-Hasan al-Bashri Ibrahim mengenai wanita menyusui dan hamil, apabila keduanya khawatir (takut) atas diri keduanya atau anaknya: “Keduanya berbuka kemudian mengqadla.”

Tentang perintah fidyah didasarkan pada riwayat dari Nafi’, bahwa Ibnu Umar radliyallaahu 'anhuma pernah ditanya tentang wanita hamil apabila dia khawatir terhadap anaknya dan berpuasa sangat berat baginya, lalu beliau berkata,

تُفْطِرُ وَتُطْعِمُ مَكَانَ كُلِّ يَوْمٍ مِسْكِينًا مُدًّا مِنْ حِنْطَةٍ
“Wanita itu boleh berbuka dan memberi makan orang miskin sebanyak satu mud setiap harinya (disebut juga dengan fidyah).” (HR. Malik dan al-Baihaqi). Wallahu'alam.



Badrul Tamam
Adv 1
Share this article :

Posting Komentar

 
Musholla RAPI, Gg. Merah Putih (Sebelah utara Taman Budaya Kudus eks. Kawedanan Cendono) Jl. Raya Kudus Colo Km. 5 Bae Krajan, Bae, Kudus, Jawa Tengah, Indonesia. Copyright © 2011. Musholla RAPI Online adalah portal dakwah Musholla RAPI yang mengkopi paste ilmu dari para ulama dan sahabat berkompeten
Dikelola oleh Remaja Musholla RAPI | Email mushollarapi@gmail.com | Powered by Blogger