Dan jikalau Allah telah mencintai hamba-Nya, maka Allah menjadi
pendengarannya yang ia gunakan untuk mendengar, Allah akan menjadi
penglihatannya yang ia gunakan untuk melihat, Allah akan menjadi tangannya yang
ia gunakan untuk membela diri , Allah akan menjadi kakinya yang ia gunakan untuk
berjalan.
Tentunya maksudnya bukan secara makna kalimat, tetapi mengandung
majas yaitu makna kiasan. Maksudnya adalah jika seseorang telah taat kepada
Allah, selalu ingin berbuat yang luhur, selalu menghindari hal yang hina, maka
apa-apa yang ia dengar menjadi rahmat Allah subhanahu wata'ala, seperti jika ia
mendengar aib orang lain maka ia doakan orang itu, ia mendengar cacian dan
umpatan dari orang lain maka ia doakan orang itu, semua yang ia dengar menjadi
rahmat Allah subhanahu wata'ala. Semua hal yang ia lihat menjadi rahmatnya
Allah subhanahu wata'ala, misalnya ia melihat orang berbuat dosa maka ia doakan
agar ia diampuni dosanya oleh Allah dan diberi hidayah, matanya yang melihat
membawa rahmat Allah subhanahu wata'ala, tangan dan kakinya pun demikian,
hari-harinya pun demikian. Maka maksud firman Allah dalam hadits qudsi itu
adalah Allah memancarkan rahmat dan cahayaNya dari hamba itu, melalui
penglihatannya, pendengarannya, ucapannya, dan hari-harinya penuh rahmat Allah
subhanahu wata'ala, demikianlah keadaan para wali Allah.
Maka jika hamba itu
meminta kepada Allah maka Allah kabulkan permintaannya, dan jika ia memohon
perlindungan kepada Allah maka Allah akan melindunginya. Allah melanjutkan
firman-Nya dalam hadits qudsi, "Tidaklah Aku ragu-ragu melakukan sesuatu seperti keraguanKu
ketika hendak merenggut jiwa hambaKu yang beriman, dia membenci kematian sedang
aku tak suka menyakitinya".
Yang dimaksud bukanlah Allah subhanahu wata'ala ragu dalam menentukan
sesuatu untuk hambanya, karena Allah tidak memliki sifat ragu. Al Imam Ibn
Hajar di dalam Fathul Bari bisyarah Shahih Al Bukhari mensyarahkan makna hadits
ini, bahwa yang dimaksud adalah Allah subhanahu wata'ala merasa berat jika
ingin menentukan suatu ketentuan yang bisa membuat para kekasih-Nya kecewa.
Allah tidak pernah merasa berat dalam menentukan sesuatu, kecuali kepada para
walinya karena Allah subhanahu wata'ala tidak ingin mengecewakan mereka. Allah
tidak mau mengecewakan para kekasih-Nya, jika kekasih-Nya belum ingin wafat
maka Allah tidak mau mewafatkannya. Maka ketika Allah mengundang hamba-Nya
untuk wafat namun hamba-Nya masih ragu untuk wafat maka Allah tidak mau
mewafatkannya, Allah panjangkan usianya, kenapa? karena ia telah menjadi
kekasih Allah. Bukan berarti Allah mengikuti semua yang dia inginkan, tetapi
Allah sangat mencintainya dan tidak mau mengecewakannya. Tetapi banyak kejadian
di masa nabi Muhammad shallallahu 'alaihi wasallam, beliau didzalimi, disakiti,
dan dianiaya ?!, ingat ucapan Allah subhanahu wata'ala :
وَلَئِنْ
اسْتَعَاذَنِي لَأُعِيذَنَّهُ
" Dan jika ia memohon perlindungan, pasti Aku akan melindunginya
"
Namun Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam tidak ingin musuhnya celaka,
maka beliau diam saja atas perbuatan musuh-musuhnya, sampai jika sesuatu itu
membahayakan muslimin barulah beliau bertindak membela diri, tetapi jika hanya
membahayakan dirinya sendiri maka beliau hanya bersabar dan bertahan. Beliau
tidak ingin kecelakaan terjadi pada musuh-musuhnya dan beliau masih berharap
mereka bertobat dan kembali kepada keluhuran.
Sebagaimana dalam riwayat Shahih
Al Bukhari di saat perang Uhud ketika panah menembus tulang rahang Rasulullah
shallallahu 'alaihi wasallam, maka di saat itu darah mengalir Rasulullah sibuk
menahan darah agar tidak sampai jatuh ke tanah, para sahabat berkata: "
wahai Rasulullah biarkan saja darah itu mengalir ", diriwayatkan
oleh Al Imam Ibn Hajar Al Asqalany di dalam Fathul Bari bisyarh Shahih Al
Bukhari bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam menahan darah yang
mengalir jangan sampai jatuh ke tanah, karena Rasulullah shallallahu 'alaihi
wasallam bersabda : " Kalau ada setetes darah dari wajahku yang
jatuh ke tanah, maka Allah akan tumpahkan musibah yang dahsyat bagi mereka
orang-orang Quraisy yang memerangiku ". Allah murka jika ada
setetes darah dari wajah Rasulullah sampai tumpah ke bumi, maka Rasulullah
menjaga agar jangan sampai ada setetes darah pun yang mengalir ke bumi, dan
beliau tidak peduli ada panah yang menancap di rahang beliau, beliau memikirkan
jangan sampai musibah turun kepada orang yang memeranginya. Inilah sayyidina
Muhammad shallallahu 'alaihi wasallam .
Demikian
pula perbuatan Nabi Muhammad shallallahu 'alaihi wasallam kepada sayyidina
Abdullah bin Abdullah bin Ubay bin Salul, sebagaimana dalam riwayat Shahih Al
Bukhari bahwa dia adalah seorang yang beriman tetapi ayahnya adalah pemimpin
munafik yang paling jahat kepada nabi Muhammad shallallahu 'alaihi wasallam,
berkelompok dengan orang-orang yang memusuhi nabi, mengabarkan berapa jumlah
tentara nabi, berapa senjatanya, kapan keluar Madinah, kapan masuk Madinah,
kapan perdagangan di Madinah, kapan orang-orang Madinah berdagang keluar dan
lainnya, semua itu yang membocorkannya adalah Abdullah bin Ubay bin Salul,
sungguh jahat sekali tetapi anaknya adalah orang yang beriman, ia bernama
Abdullah juga.
Maka sayyidina Abdullah datang kepada Rasul dan berkata : "
Wahai Rasulullah, ayahku sudah sakaratul maut dan tidak ada yang mau mengurus
jenazahnya ", kenapa? karena teman-temannya yang munafik tidak mau
mengurus jenazahnya, mereka takut jika mereka mnegurusi jenazahnya maka
orang-orang muslim mengetahui bahwa mereka adalah pengikut Abdullah bin Ubay
juga, sedangkan orang-orang muslim juga tidak mau mengurusi jenazah itu karena
jelas-jelas yang wafat adalah pimpinan orang munafik yang sangat jahat, dimana
ketika orang muslim mengirim bahan makanan atau ke Madinah dimonopoli oleh
Abdullah bin Ubay, mau mengirimkan bantuan atau perdagangan ke Madinah dirampok
karena kapalnya sudah dibocorkan oleh Abdullah bin Ubay, justru mereka orang
muslim senang dengan wafatnya Abdullah bin Ubay bin Salul. Maka Rasulullah
shallallahu 'alaihi wasallam bangkit dan berdiri untuk mengurus jenazah
Abdullah bin Ubay bin Salul, maka sayyidina Umar berkata : " Wahai
Rasulullah, dia pimpinan munafik jangan engkau urus jenazahnya ", maka
Rasulullah berkata: " biarkan aku wahai Umar ", maka
Rasulullah lah yang memandikannya, Rasul yang mengkafaninya , Rasul yang
menshalatinya, Rasul yang menurunkannya ke kuburnya, Rasul yang mendoakannya.
Lalu turunlah ayat, "
Dan janganlah kamu sekali-kali menyolatkan (jenazah) seorang yang mati di
antara mereka, dan janganlah kamu berdiri (mendoakan) di kuburnya. Sesungguhnya
mereka telah kafir kepada Allah dan Rasul-Nya dan mereka mati dalam keadaan
fasik." ( QS. At Tawbah : 84 ).
" Kamu memohonkan ampun
bagi mereka atau tidak kamu mohonkan ampun bagi mereka (adalah sama saja).
Meskipun kamu memohonkan ampun bagi mereka tujuh puluh kali, namun Allah
sekali-kali tidak akan memberi ampun kepada mereka. Yang demikian itu adalah
karena mereka kafir kepada Allah dan Rasul-Nya. Dan Allah tidak memberi
petunjuk kepada kaum yang fasik." ( QS. At Tawbah : 80 ).
Di dalam ayat ini ada makna yang
tersembunyi, dijelaskan oleh guru mulia kita Al Musnid Al Allamah Al Habib Umar
bin Muhammad bin Salim bin Hafizh menukil makna syarh ayat ini bahwa Allah
subhanahu wata'ala sangat mencintai nabi Muhammad shallallahu 'alaihi wasallam.
Nabi Muhammad tidak menentang Allah, beliau diciptakan oleh Allah penuh dengan
sifat lemah lembut, maka Allah biarkan beliau mengurus jenazah Abdullah bin
Ubay, dan setelah semua selesai barulah turun larangan dari Allah subhanahu
wata'ala, maksudnya supaya orang munafik yang lain tau bahwa jenazah orang yang
seperti itu tidak boleh dishalati sehingga mereka mau bertobat.
Kalau
seandainya Allah subhanahu wata'ala betul-betul tidak menginginkannya, maka
sebelum Rasulullah melakukannya pastilah dilarang tetapi justru Allah melarang
setelah Rasulullah melakukannya, supaya menjadi pelajaran bagi orang munafik
yang lainnya untuk tidak memusuhi dakwah Rasulullah shallallahu 'alaihi
wasallam.
Lalu Rasulullah berkata kepada sayyidina Umar : " Wahai
Umar, engkau lihat firman Allah bahwa aku tidak boleh memohonkan pengampunan
untuk Abdullah bin Ubay bin Salul karena Allah tidak mau mengampuninya walaupun
70 kali aku memohonkan pengampunan, wahai Umar kalau aku tau bahwa Allah akan
mengampuninya jika kumintakan pengampunan lebih dari 70 kali, maka akan
kumintakan pengampunan untuk Abdullah bin Ubay bin Salul ", misalnya
Allah menuntut harus 1000 kali nabi memintakan pengampunan untuk Abdullah bin
Ubay maka beliau akan mintakan pengampunan itu demi keselamatan Abdullah bin
Ubay bin Salim dari kemurkaan Allah subhanahu wata'ala. Demikian mulianya
sayyidina Muhammad Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam.
Habib Munzir Al Musawwa
Posting Komentar