I. Bagaimana hukumnya
memperluas masjid dengan memajukan mihrob masjid dikarenakan di belakangnya ada
tanah waqof masjid yang tidak terpakai, padahal masjid masih bisa menampung
para jamaah shalat ? dan pemindahan mihrob ini berbuntut pada perenovasian
bagian masjid yang lain.
Tausi’ah atau perluasan masjid dengan membongkar tembok masjid,
jika tidak ada maslahat baik yang kembali kepada masjid atau masyarakat seperti
bangunannya masih kokoh dan masih bisa menampung para jamaah, maka tidak
diperbolehkan secara mutlak. Oleh karena itu, renovasi masjid karena ingin
memanfaatkan lahan yang tidak terpakai sedangkan masjid masih bisa menampung
jamaah tidak diperbolehkan.
Sedangkan jika ada maslahat bahkan menjadi darurat seperti hampir roboh atau
tidak bisa lagi menampung para jamaah, maka menurut sebagian ulama’ seperti
at-Thonbadawi tetap tidak diperbolehkan kecualli hanya membuka pintu atau
memindahnya dari satu sisi masjid ke sisi lainnya. Namun menurut mayoritas
ulama’ seperti Izzuddin bin Abdissalam, Ibn Ujail, Ibn Daqiq, dan lain-lain
diperbolehkan. Hanya saja masih ada perbedaan pendapat terkait kewajiban
permohonan izin kepada Hakim setempat ketika tidak ada nadzir yang diangkat
langsung oleh waqif, menurut sebagian ulama’ wajib meminta izin jika ada, dan
menurut sebagian ulama’ lainnya diperbolehkan walaupun tanpa meminta izin
terlebih dahulu asalkan dia tergolong orang adil.
Ketika tausi’ah diperbolehkan, maka biaya yang diperlukan bisa menggunakan
dari hasil waqof masyarakat walaupun untuk imaroh atau waqof secara mutlak.
II. Bagaimana sunnah wudlu ketika membasuh kedua hidung sama telinga itu? dan bagaimana hukumnya jika kita membasuh bagian-bagian wudlu lebih dari tiga kali?
Termasuk dari sunah-sunah wudhu’ adalah istinsyaq (memasukkan air
ke lubang hidung) dan istintsar (mengeluarkan air dari lubang hidung).
Keduanya disunnahkan setelah membasuh kedua telapak tangan dan berkumur (madhmadhoh).
Tatacara madhmadhoh, istinsyaq dan istintsar yang
paling utama sebagai berikut :
1. Wishol yaitu menggabungkan
antara berkumur dan istinsyaq dalam satu pengambilan air (mengambil air
untuk berkumur terlebih dahulu lalu istinsyaq dengan sisa air).2. Melakukan istinsyaq dengan tangan kanan dan istintsar dengan tangan kiri.
3. Diulangi tiga kali.4. Mubalaghoh yaitu memasukkan air hingga batas tenggorokan dalam madhmadhoh, dan memasukkan air ke pangkal hidung dalam istinsyaq, kecuali orang yang sedang puasa, maka dimakruhkan.
5. Menurut Imam Al-Ghozali dianjurkan pula untuk berdo’a sebagai berikut :
Doa ketika madhmadhoh (berkumur) :
اَللَّهُمَّ اَعِنيِّ عَلَى تِلاَوَةِ كِتَابِكَ وَكَثْرَةِ الذِّكْرِ لَكَ، وَثَبِّتْنيِ بِالْقَوْلِ الثَّابِتِ فِي الدُّنْيَا وَالآخِرْة
“ ya Allah, bantulah aku untuk membaca kitab-Mu (al-Qur’an) dan
memperbanyak berdzikir kepada-Mu, dan tetapkanlah diriku dengan perkataan yang
tetap di dunia dan akhirat “
Doa ketika istinsyaq (memasukkan air ke hidung) :
اَللَّهُمَّ اَرِحْنيِ رَائِحَةَ اْلجَنَّةِ وَاَنْتَ عَنيِّ رَاضٍ
“ ya Allah, bahagiakan aku dengan bau surga sedangkan Engkau ridho
kepadaku “.
Doa ketika istintsar (mengeluarkan air dari hidung) :
اَللَّهُمَّ اِنيِّ اَعُوْذُ بِكَ مِنْ رَوَائِحِ النَّارِ وَسُوْءِ الدَّارْ
“ ya Allah, sesungguhnya aku berlindung kepada-Mu dan bau-bau neraka dan
sejelek-jelek rumah “
Kesunahan mengusap telinga secara sempurna ada tiga tahapan, yaitu :
1. Istiqlalan yaitu Menggunakan jari telunjuk dan
ibu jari setelah dibasahi dengan air baru. Jari telunjuk dimasukkan ke
lubang telinga sedangkan ibu jari di bagian belakang daun telinga. Lalu
menggerakkan jari telunjuk searah dengan putaran lipatan telinga dan ibu
jari mengusap bagian luar dari bawah ke atas.2. Istidzharan, yaitu Membasahi kedua telapak tangan, lalu ditempelkan ke permukaan telinga.
3. Memasukkan kedua jari kelingking yang basah ke dalam lubang telinga.
Ketiga tahapan ini dilakukan sebanyak tiga kali.
Adapun membasuh lebih dari tiga kali bukan untuk tujuan kesegaran badan,
jika menggunakan air milik sendiri atau mubah seperti sungai, maka menurut
pendapat yang kuat makruh. Namun jika menggunakan air wakaf, maka haram.
III. Bagaimana hukumnya
sholat memakai mukena sutra kaca transparan?
Diantara syarat sah shalat adalah menutup aurat dengan sesuatu yang bisa
menutup warna kulit walaupun tipis dan ketat. Mukenah sutra kaca jika
transparan (tampak warna kulit), maka tidak sah, kecuali jika menggunakan
pakaian yang menutup warna kulit sebelum memakai mukenah, maka sah.
Adapun menggunakan sutra bagi kaum hawa diperbolehkan secara mutlak dan
haram bagi laki-laki jika murni sutra atau campuran dengan selain sutra namun
kadar sutra lebih banyak.
Sumber: Lajnah Buhuts
Wal Muraja’ah
Posting Komentar