B. Dari Segi Kualitas Sanad Dan Matan Hadis
Penentuan tinggi rendahnya tingkatan suatu hadis bergantung kepada tiga hal,
yaitu jumlah rawi, keadaan (kualitas) rawi, dan keadaan matan. Ketiga hal
tersebut menetukan tinggi-rendahnya suatu hadis. Bila dua buah hadis menentukan
keadaan rawi dan keadaan matan yang sama, maka hadis yang diriwayatkan oleh dua
orang rawi lebih tinggi tingkatannya dari hadis yang diriwayatkan oleh satu
orang rawi; dan hadis yang diriwayatkan oleh tiga orang rawi lebih tinggi
tingkatannya daripada hadis yang diriwayatkan oleh dua orang rawi.
Jika dua buah hadis memiliki keadaan matan jumlah rawi (sanad) yang sama, maka hadis yang diriwayatkan oleh rawi yang kuat ingatannya, lebih tinggi tingkatannya daripada hadis yang diriwayatkan oleh rawi yang lemah tingkatannya, dan hadis yang diriwayatkan oleh rawi yang jujur lebih tinggi tingkatannya daripada hadis yang diriwayatkan oleh rawi pendusta.
“Dan Musa memilih tujuh puluh orang dari kaumnya untuk (memohon tobat kepada kami) pada waktu yang telah kami tentukan.”
Pendapat lain membatasi jumlah mereka empat pulu orang, bahkan ada yang
membatasi cukup dengan empat orang pertimbangan bahwa saksi zina itu ada empat
orang.
Kata-kata "dari
sejumlah rawi yang semisal dan seterusnya sampai akhir sanad" mengecualikan
hadis ahad yang pada sebagian tingkatannya terkadang diriwayatkan oleh sejumlah
rawi mutawatir.
Contoh hadis :
“Sesungguhnya amal-amal itu tergantung niatnya.”
Awal hadis tersebut adalah ahad, namun pada pertengahan sanadnya menjadi
mutawatir. Maka hadis yang demikian bukan termsuk hadis mutawatir.
Kata-kata "dan
sandaran mereka adalah pancaindera" seperti sikap dan perkataan beliau yang
dapat dilihat atau didengar sabdanya. Misalnya para sahabat menyatakan; “kami
melihat Nabi SAW berbuat begini”. Dengan demikian mengecualikan masalah-masalah
keyakinan yang disandarkan pada akal, seperti pernyataan tentang keesaan firman
Allah dan mengecualikan pernyataan-pernyataan rasional murni, seperti
pernyataan bahwa satu itu separuhnya dua. Hal ini dikarenakan bahwa yang
menjadi pertimbangan adalah akal bukan berita.
Bila dua hadis memiliki rawi yang sama keadaan dan jumlahnya, maka hadis
yang matannya seiring atau tidak bertentangan dengan ayat-ayat Al-Quran, lebih
tinggi tingkatannya dari hadis yang matannya buruk atau bertentangan dengan
ayat-ayat Al-quran. Tingkatan{martabat) hadis ialah taraf kepastian atau taraf
dugaan tentang benar atau palsunya hadis berasal dari Rasulullah.
Hadis yang tinggi tingkatannya berarti hadis yang tinggi taraf kepastiannya
atau tinggi taraf dugaan tentang benarnya hadis itu berasal Rasulullah SAW.
Hadis yang rendah tingkatannya berarti hadis yang rehdah taraf kepastiannya
atau taraf dugaan tentang benarnya ia berasal dari Rasulullah SAW. Tinggi
rendahnya tingkatan suatu hadis menentukan tinggi rendahnya kedudukan hadis
sebagai sumber hukum atau sumber Islam.
Para ulama membagi hadis ahad dalam tiga tingkatan, yaitu hadis sahih, hadis
hasan, dan hadis daif. Pada umumnya para ulama tidak mengemukakan, jumlah rawi,
keadaan rawi, dan keadaan matan dalam menentukan pembagian hadis-hadis tersebut
menjadi hadis sahih, hasan, dan dhaif.
1. Hadis Sahih
Hadis sahih menurut bahasa berarti hadis yng bersih dari cacat, hadis yng benar berasal dari Rasulullah SAW. Batasan hadis sahih, yang diberikan oleh ulama, antara lain “Hadis sahih adalah hadis yang susunan lafadnya tidak cacat dan maknanya tidak menyalahi ayat (al-Quran), hdis mutawatir, atau ijimak serta para rawinya adil dan dabit.”
2. Hadis Hasan
Menurut bahasa, hasan berarti bagus atau baik. Menurut Imam Turmuzi hasis hasan adalah“yang kami sebut hadis hasan dalam kitab kami adalah hadis yng sannadnya baik menurut kami, yaitu setiap hadis yang diriwayatkan melalui sanad di dalamnya tidak terdapat rawi yang dicurigai berdusta, matan hadisnya, tidak janggal diriwayatkan melalui sanad yang lain pula yang sederajat. Hadis yang demikian kami sebut hadis hasan.”
3. Hadis Dhaif
Hadis daif menurut bahasa berarti hadis yang lemah, yakni para ulama memiliki dugaan yang lemah (keci atau rendah) tentang benarnya hadis itu berasal dari Rasulullah SAW. Para ulama memberi batasan bagi hadis daif “Hadis daif adalah hadis yang tidak menghimpun sifat-sifat hadis sahih, dan juga tidak menghimpun sifat-sifat hadis hasan.” Ulama menyepakati bahwa Hadist dhaif dapat digunakan sebagai fadhilah amal.
Dari berbagai sumber
Posting Komentar