C. Dari Segi Kedudukan Dalam Hujjah
Sebagaimana telah dijelaskan bahwa suatu hadis perlu dilakukan pemeriksaan,
penyelidikan dan pemhahasan yang seksama khususnya hadis ahad, karena hadis
tersebut tidak mencapai derajat mutawatir. Memang berbeda dengan hadis mutawatir
yang memfaedahkan ilmu darury, yaitu suatu keharusan menerima secara
bulat. Sehubungan dengan hal tersebut di atas, hadis ahad ahad ditinjau dari
segi dapat diterima atau tidaknya terbagi menjadi 2 (dua) macam yaitu hadis
maqbul dan hadis mardud.
1. Hadis Maqbul
Maqbul menurut bahasa berarti yang diambil, yang diterima, yang dibenarkan. Sedangkan menurut urf Muhaditsin hadis Maqbul ialah, “Hadis yang menunjuki suatu keterangan bahwa Nabi Muhammad SAW menyabdakannya.”
Maqbul menurut bahasa berarti yang diambil, yang diterima, yang dibenarkan. Sedangkan menurut urf Muhaditsin hadis Maqbul ialah, “Hadis yang menunjuki suatu keterangan bahwa Nabi Muhammad SAW menyabdakannya.”
Jumhur ulama berpendapat bahwa hadis maqbul ini wajib diterima.
Sedangkan yang temasuk dalam kategori hadis maqbul adalah Hadis sahih, baik yang lizatihu maupun yang ligairihi dan Hadis hasan baik yang lizatihi maupun yang ligairihi.
Kedua macam hadis tersebut di atas adalah hadis-hadis maqbul yang wajib
diterima, namun demikian para muhaddisin dan juga ulama yang lain sependapat
bahwa tidak semua hadis yang maqbul itu harus diamalkan, mengingat dalam
kenyataan terdapat hadis-hadis yang telah dihapuskan hukumnya disebabkan datangnya
hukum atau ketentuan barn yang juga ditetapkan oleh hadis Rasulullah SAW.
Adapun hadis maqbul yang datang kemudian (yang menghapuskan)disebut dengan hadis
nasikh, sedangkan yang datang terdahulu (yang dihapus) disebut dengan hadis
mansukh. Disamping itu, terdapat pula hadis-hadis maqbul yang maknanya
berlawanan antara satu dengan yang lainnya yang lebih rajih (lebih kuat
periwayatannya). Dalam hal ini hadis yang kuat disebut dengan hadis rajih,
sedangkan yang lemah disebut dengan hadis marjuh.
Apabila ditinjau dari segi kemakmurannya, maka hadis maqbul dapat dibagi
menjadi 2 (dua) yakni hadis maqbulun bihi dan hadis gairu ma’mulin
bihi.
1. Hadis maqmulun bihi
Hadis maqmulun bihi adalah hadis yang dapat diamalkan apabila yang termasuk hadis ini ialah:
a. Hadis muhkam, yaitu hadis yang tidak mempunyai perlawanan
b. Hadis mukhtalif, yaitu dua hadis yang pada lahimya saling berlawanan yang mungkin dikompromikan dengan mudah
c. Hadis nasih
d. Hadis rajih.
2. Hadis ghairo makmulinbihi
Hadis gairu makmulinbihi ialah hadis maqbul yang tidak dapat diamalkan. Di antara hadis-hadis maqbul yang tidak dapat diamalkan ialah:
a. Hadis mutawaqaf, yaitu hadis muthalif yang tidak dapat dikompromikan, tidak dapat ditansihkan dan tidak pula dapat ditarjihkan
b. Hadis mansuh
c. Hadis marjuh.
2. Hadis Mardud
Mardud menurut bahasa berarti yang ditolak; yang tidak diterima.
Sedangkan menurut urf Muhaddisin, hadis mardud ialah “Hadis yang tidak menunjuki keterangan yang kuat akan adanya dan tidak
menunjuki keterangan yang kuat atas ketidakadaannya, tetapi adanya dengan
ketidakadaannya bersamaan.” Ada juga yang menarifkan hadis mardud adalah “Hadis yang tidak terdapat di dalamnya sifat hadis Maqbun.”
D. Dari Segi Perkembangan Sanadnya
1. Hadis Muttasil
Hadis muttasil disebut juga Hadis
Mausul.“Hadis muttasil adalah hadis yang didengar oleh masing-masing rawinya dari
rawi yang di atasnya sampai kepada ujung sanadnya, baik hadis marfu’ maupun
hadis mauquf.”
Kata-kata “hadis yang didengar olehnya” mencakup pula hadis-hadis yang
diriwayatkan melalui cara lain yang telah diakui, seperti Al-Arz,
Al-Mukatabah, dan Al-Ijasah, Al-Sahihah. Dalam definisi di atas
digunakan kata-kata “yang didengar” karena cara penerimaan demikian ialah cara
periwayatan yang paling banyak ditempuh. Mereka menjelaskan, sehubungan dengan
hadis Mu ‘an ‘an, bahwa para ulama Mutaakhirin menggunakan kata ‘an dalam
menyampaikan hadis yang diterima melalui Al-Ijasah dan yang demikian tidaklah
menafikan hadis yang bersangkutan dari batas Hadis Muttasil.
Contoh Hadis Muttasil Marfu’ adalah hadis yang diriwayatkan oleh
Malik; dari Nafi’ dari Abdullah bin Umar bahwa Rasulullah SAW bersabda, “Orang yang tidak
mengerjakan shalat Asar seakan-akan menimpakan bencana kepada keluarga dan
hartanya”
Contoh hadis mutasil maukuf adalah hadis yang diriwayatkan oleh Malik dari
Nafi’ bahwa ia mendengar Abdullah bin Umar berkata,“Barang siapa yang mengutangi orang lain maka tidak boleh menentukan syarat
lain kecuali keharusan membayarnya.”
Masing-masing hadis di atas adalah muttasil atau mausul,
karena masing-masing rawinya mendengarnya dari periwayat di atasnya, dari awal
sampai akhir.
Adapun hadis Maqtu yakni hadis yang disandarkan kepada tabi’in,
bila sanadnya bersambung. Tidak diperselisihkan bahwa hadis maqtu termasuk
jenis Hadis muttasil; tetapi jumhur mudaddisin berkata, “Hadis maqtu
tidak dapat disebut hadis mausul atau muttasil secara mutlak, melainkan
hendaknya disertai kata-kata yang membedakannya dengan Hadis mausul
sebelumnya. Oleh karena itu, mestinya dikatakan “Hadis ini bersambung sampai
kepada Sayid bin Al-Musayyab dan sebagainya “. Sebagian ulama membolehkan
penyebutan hadis maqtu sebagai hadis mausul atau muttasil
secara mutlak tanpa batasan, diikutkan kepada kedua hadis mausul di
atas. Seakan-akan pendapat yang dikemukakan jumhur, yaitu hadis yang berpangkal
pada tabi’in dinamai hadis maqtu. Secara etimologis hadis maqtu’
adalah lawan Hadis mausul. Oleh karena itu, mereka membedakannya
dengan menyadarkannya kepada tabi’in.
2. Hadis Munqati’
Kata Al-Inqita’ (terputus) berasal dari kata Al-Qat
(pemotongan) yang menurut bahasa berarti memisahkan sesuatu dari yang lain. Dan
kata inqita’ merupakan akibatnya, yakni terputus. Kata inqita’
adalah lawan kata ittisal (bersambung) dan Al-Wasl. Yang
dimaksud di sini adalah gugurnya sebagaian rawi pada rangkaian sanad. Para
ulama berbeda pendapat dalam memahami istilah ini dengan perbedaan yang tajam.
Menurut kami, hal ini dikarenakan berkembangnya pemakaian istilah tersebut dari
masa ulama mutaqaddimin sampai masa ulama mutaakhirin.
Definisi Munqati’ yang paling utama adalah definisi yang
dikemukakan oleh Al-Hafizh Ibnu Abdil Barr, yakni,“Hadis Munqati adalah setiap hadis yang tidak bersambung sanadnya, baik
yang disandarkan kepada Nabi SAW, maupun disandarkan kepada yang lain.”
Hadis yang tidak bersambung sanadnya adalah hadis yang pada sanadnya gugur
seorang atau beberapa orang rawi pada tingkatan (tabaqat) mana pun. Sehubungan
dengan itu, penyusun Al-Manzhumah Al-Baiquniyyah mengatakan, Setiap hadis yang tidak bersambung sanadnya bagaimanapun keadannya adalah
termasuk Hadis Munqati’ (terputus) persambungannya.”
Demikianlah para ulama Mutaqaddimin mengklasifikasikan hadis, An-Nawawi
berkata, “Klasifikasi tersebut adalah sahih dan dipilih oleh para fuqaha,
Al-Khatib, Ibnu Abdil Barr, dan Muhaddis lainnya”. Dengan demikian, hadis munqati’
merupakan suatu judul yang umum yangmencakup segala macam hadis yang terputus
sanadnya.
Adapun ahli hadis Mutaakhirin menjadikan istilah tersebut sebagai berikut: “Hadis Munqati adalah hadis yang gugur salah seorang rawinya sebelum
sahabat di satu tempat atau beberapa tempat, dengan catatan bahwa rawi yang
gugur pada setiap tempat tidak lebih dari seorang dan tidak terjadi pada awal
sanad.”
Definisi ini menjadikan hadis munqati’ berbeda dengan hadis-hadis
yang terputus sanadnya yang lain. Dengan ketentuan “Salah seorang rawinya”
defnisi ini tidak mencakup hadis mu’dal; dengan kata-kata, “Sebelum
sahabat” definisi ini tidak mencakup hadis mursal; dan dengan penjelasan
kata-kata “Tidak pada awal sanad” definisi ini tidak mencakup hadis muallaq. Wallahu'alam.
Dari berbagai sumber
Posting Komentar