“Dan di antara mereka ada orang yang telah berikrar kepada Allah,
sesungguhnya jika Allah memberikan sebagian karunia-Nya kepada kami, pastilah
kami akan bersedekah dan pastilah kami termasuk orang yang shalih. Setelah
Allah memberikan karunia-Nya, mereka kikir dengan karunia itu dan berpaling,
dan mereka memanglah orang-orang yang selalu mendustai kebenaran.” (At-Taubah :
75-76).
Seusai shalat berjamaah, Rasul melihat Tsa’labah bin Hatib, seorang fakir,
tergesa-gesa keluar dari mesjid tanpa berdo’a terlebih dahulu. Rasul pun
bertanya, “Apa yang menyebabkanmu terburu-buru wahai Tsa’labah?” Tsa’labah
menjawab, “Ya Rasulullah, sarungku ini akan dipakai shalat oleh istriku di
rumah, karena itu aku harus buru-buru pulang. Coba jika aku punya sarung
sendiri, aku akan tenang dan lebih khusyuk beribadah. Ya Rasulullah, berdo’alah
kepada Allah, agar Ia memberikan rizki kepadaku.” Rasulullah saw kemudian
menjawab, “Wahai Tsa’labah! Pemberian yang sedikit namun kau syukuri, jauh
lebih baik daripada yang banyak namun tak dapat kau syukuri. Apakah engkau
tidak rela menjadi seperti Nabi Allah? Demi Dzat yang jiwaku berada di
tangan–Nya, seandainya aku mau gunung-gunung ini menjadi emas dan menjadi
milikku, pasti terjadi.” Tsa’labah berkata, ”Demi Allah, seandainya engkau mau
memohonkan kepada Allah, kemudian dia memberiku rizki harta benda, sungguh aku
akan bersedekah.” Akhirnya Rasulullah pun mendoakannya. Permohonan beliau pun
dikabulkan.
Pada awalnya Tsa’labah memiliki seekor biri-biri betina. Setiap hari
diurusnya dengan tekun dan telaten, sehingga biri-biri itupun beranak pinak,
semakin banyak. Betapa bahagianya Tsa’labah melihat ternaknya. Ia sering
menggembalakan biri-birinya itu ke bukit-bukit di luar Madinah. Akhirnya ia
disibukkan dengan pekerjaan itu, sehingga tidak sempat lagi mengikuti shalat
berjamaah. Bahkan, ketika biri-birinya semakin berkembang biak, ia tidak lagi
sempat melaksanakan shalat lima waktu, kecuali pada hari jum’at.
Suatu waktu, Rasulullah saw menemui para pedagang yang biasa ke luar kota
Madinah untuk menanyakan keadaan Tsa’labah. “Apakah yang dikerjakan Tsa’labah
selama ini?” Tanya Rasul. Mereka menceritakan keadaan Tsa’labah. Rasulullah
terkejut dan berkata, “Tsa’labah, pada waktu susah engkau rajin beribadah, tapi
setelah harta melimpah engkau lupa.” Ketika itu turunlah ayat yang memberi
perintah untuk bersedekah, “Ambillah sedekah dari sebagian harta mereka…” (QS
At-Taubah : 103).
Akhirnya Rasulullah saw mengutus dua orang sahabat dari Bani Jahniyah dan
bani Salim untuk mengambil sedekah dari kaum muslimin. Rasulullah saw berkata
kepada mereka berdua, “Datangilah Tsa’labah dan setiap orang dari bani Salim,
kemudian ambillah sedekah dari mereka.”
Berangkatlah kedua utusan itu menemui Tsa’labah. Ketika tiba, mereka menyampaikan
pesan Rasulullah tersebut. Tetapi apa kata Tsa’labah, “Bukankah ini hanyalah
semacam upeti? pergilah dulu kepada orang lain, setelah itu baru engkau
kemari.” Begitulah Tsa’labah, sampai akhirnya Allah memberikan teguran
kepadanya. Usahanya perlahan-lahan mengalami kebangkrutan dan akhirnya ia jatuh
miskin.
Pada diri Tsa’labah telah muncul benih-benih kemunafikan, penyakit ini
merupakan penyakit rohani yang membahayakan. Ia telah mengingkari janji, kikir
dalam mengeluarkan harta Fi Sabilillah dan tidak mau mengeluarkan infak.
Ketika susah, ia berniat bersedekah, tapi setelah hartanya melimpah ruah, ia
lupa ibadah. Berapa banyak di antara manusia yang telah diperingatkan Allah
akan kenikmatan yang diberikan kepada mereka, tapi mereka tetap keras hati,
tidak menerima perintah Allah.
Islam memerintahkan untuk membersihkan harta yang kita miliki dengan sedekah
dan zakat. Betapa kita sombong dengan apa yang kita miliki, kita merasa bahwa
semua harta yang kita dapatkan adalah milik kita.
Betapa banyak Tsa’labah-Tsa’labah lain di negeri ini, tinggal di rumah mewah
mentereng yang dikelilingi pagar-pagar besi yang tinggi agar terhindar dari
“rengekan” pengamen dan pengemis yang mengiba-iba. Bepergian dengan kendaraan
mewah, tapi ketika petugas zakat mengetuk pintu rumahnya, “Saya sedang pailit
dan banyak utang, mungkin yang lain saja dahulu.” jawabnya enteng.
Ketika mereka menyantap hidangan lezat yang diolah koki ternama di sebuah
restoran, pada saat bersamaan, jutaan penduduk meringis menahan lapar. Pada saat
mereka tertidur lelap di sebuah hotel berbintang, ribuan gelandangan menahan
dinginnya udara malam dan gigitan nyamuk di bawah jembatan.
Islam telah memberikan tuntunan untuk saling mencintai, mengasihi, dan
saling menolong terhadap sesama. Bagaikan satu tubuh, bila bagian yang satu
sakit, bagian yang lain ikut merasakan.
Habib Muhammad Syahab
Posting Komentar