Apabila dikehendaki untuk meberikan penghormatan dengan suguhan kepada
orang-orang yang berta’ziyah, hendaklah suguhan itu dikeluarkan sepulang mereka
dari pemakaman atau sesudah jenazah diberangkatkan menuju makam. Kebolehan
memberi suguhan kepada penta’ziyah ini berdasarkan hadits Nabi :
عن عاصم بن كليب عن أبيه عن رجل من الأنصار قال خرجنا مع رسول الله صلى الله
عليه وسلم في جنازة فرأيت رسول الله صلى الله عليه وسلم وهو على القبر يوصي الحافر
أوسع من قبل رجليه أوسع من قبل رأسه فلما رجع استقبله داعي امرأة فجاء وجيء
بالطعام فوضع يده ثم وضع القوم فأكلوا فنظر آباؤنا رسول الله صلى الله عليه وسلم
يلوك لقمة في فمه ………….. الخ
Diriwayatkan oleh ‘Ashim bin Kulaib dari ayahnya dari salah seorang sahabat
Anshor, ia berkata : “Saya pernah melayat bersama Rasulullah SAW dan penggali
kubur seraya bersabda, “luaskan bagian kaki dan kepalanya”. Setelah Rasulullah
SAW pulang, beliau diundang oleh seorang perempuan, Rasulullah Saw, memenuhi
undangannya dan saya ikut bersama beliau. Ketika beliau datang, lalau makananpun
dihidangkan. Rasulullah Saw, mulai makan lalau diikuti oleh para undangan. Pada
saat beliau mengunyah makanan tersebut, beliau bersabda : “Aku merasa dagung
kambing ini diambil dengan tanpa izin pemiliknya. Kemudian perempuan tersebut
bergegas menemui Rasulullah Saw, sembari berkata : “Wahai Rasulullah Saw, saya
sudah menyuruh orang pergi ke Baqi’ (suatu tempat penjualan kambing), untuk
membeli kambing, namun tidak mendapatkannya. Kemudian saya menyuruhnya menemui
tetangga saya yang telah membeli kambing, agar kambing itu dijual kepada saya
dengan harga yang umum, akan tetapi ia tidak ada. Maka saya menyuruh menemui
istrinya dan iapun mengirim kambingnya pada saya. Rasulullah Saw, kemudian
bersabda, “Berikan makanan ini kepada para tawanan “ (Sunan Abi Dawud, 2894).
Hadits ini juga diriwayatkan oleh al-Baihaqi dalam Dalailun Nubuwwah,
disebutkan oleh Syekh al-Kirmani dalam Syarah Hadits Arba’in, halaman 315,
Syekh Ibrahim al-Halabi dalam Mun-yah al-Mushalli halaman 131, Syekh Abu Sa’id
dalam al-Bariqah al-MuhammadiyahJuz 3 halaman 252, Syekh Waliyuddin Muhammad
al-Tibrizi dalam Misykat al-Mashabih halaman 544.
Dengan demikian hadits tersebut menyatakan bahwa Nabi Muhammad Saw, diundang
oleh keluarga mayit, yakni istri dari orang yang telah meninggal dunia itu.
Nabi Saw dan para sahabatnya berkumpul di rumah duka sesudah jenazah dikubur
dan memakan makanan yang disuguhkan kepadanya.
Berdasarkan hadits inilah, Syekh Ibrahim al-Halabi menyatakan bahwa keluarga
mayit boleh menyediakan makanan dan memanggil orang lain untuk berkumpul di
rumahnya.
Syekh Ibrahim berkata dalam Al-Barqiyah al-Muhammadiyah, Juz 3 halaman 235 :
“Hadits ini menunjukkan kebolehan keluarga mayit membuat makanan dan mengundang
orang untuk makan. Jika makanan itu disuguhkan kepada para fakir miskin, hal
itu lebih baik. Kecuali jika orang-orang ahli warisnya ada yang masih kecil,
maka tidak boleh diambilkan dari harta waris mayit. Baca juga di al-Masail
al-Muntakhobah hal. 49.
Selanjutnya Syekh Muhammd Ali al-Maliki dalam kitab Bulugh al-Ummiyah hal.
219 berkata, “ Rasulullah Saw menyuruh memberikan makanan kepada para tawanan karena yang
akan dimintai ridlonya atas daging itu belum ditemukan sedangkan makanan itu
takut basi. Maka sudah semestinya jika Rasulullah Saw, memeberikan makanan
tersebut kepada para tawanan. Dan istri mayit pun telah mengganti harga kambing
yang disuguhkan tersebut.
Jadi apabila dikehendaki untuk memberikan penghormatan kepada orang-orang
yang berta’ziyah, hendaklah suguhan itu dikeluarkan sepulangnya dari kubur atau sesudah jenazah diberangkatkan menuju
makam.
Afnan Hafidh dan Ma’ruf Asrori dalam Buku Tradisi Islami, Penerbit Khalista, Surabaya
Posting Komentar